Meet 6

15 0 0
                                    

"Aiiih, kenapa sih ini?"geram Anna saat melihat inbox emailnya tetap kosong. Padahal udah ada statement resmi di email yang dikirimnya malam itu jika si empu alamat email misterius itu harus menjawab jika telah paham maksud tulisannya. Garis bawahi, jika telah paham.

Apa dia ga paham maksudku? Bukankah kalimatku udah gamblang banget?

Semalam, Anna berpikir positif seperti biasa. Mungkin orang ini sedang sibuk dan belum sempat membuka emailnya. Tapi ini sudah berlalu beberapa hari dan tak ada respon. Sungguh membuat jengah. Jangan sampai racun dari Rania membuatnya tersugesti, bahwa orang ini adalah psikopat atau jomblo akut yang asal cari jodoh.

Anna merinding.

"Gimana aku menjalani hari ke depan kalo kayak gini..."keluhnya sambil menelungkupkan kepala di meja.

"Emang kenapa?"

Suara Yuri sontak membuat Anna langsung tegak lagi.

"Ah! Eng–Enggak kok. Ga papa."jawab Anna dengan senyum kaku.

"Dimarahin Pak Adam lagi?"tanyanya.

"Enggak. Pak Adam baik kok."jawab Anna.

Yuri hanya manggut-manggut dan kembali ke pekerjaannya.

Kaget! Tetiba Yuri dah datang. Ga bersuara. Napak ga?

Reflek Anna menatap sepatu Yuri. Daaan... napak dooong hahaha.

"Anna, dipanggil Kepala Divisi Iklan."seru Gery.

"Baik, Pak."Anna meraih tablet dan ponsel lalu melangkah ke ruangan si boss. Tak ada keganjilan apapun yang terlintas di kepala Anna saat ini. Profesional aja sih kalo dipanggil boss tuh.

Tok Tok

"Masuk!"

Terdengar sahutan dari dalam, Anna membuka pintu kaca dan masuk.

"Duduklah."titah sang kepala Divisi Iklan, yang terkenal nyentrik. 

Dandanannya emang bisa dibilang terlalu silau badai, dengan aksesori yang bertengger di telinga kanan dan kiri, bros di dada, blazer yang seputih susu, dan jam tangan juga gelang berkilau oleh batu-batu permata.

Anna patuh saja. Pengen segera tau ada apa.

"Kamu anak baru kan?"tanyanya membuka percakapan.

Ini masih pagi, jangan bilang Anna kena masalah. Anna mengangguk pelan.

"Iya, Bu—"

"Sis."potong Dina.

"Iya, Sis Dina."

Anna merasa aneh aja dengan panggilan nyentrik ini. Tapi ya sudahlah. Ikuti aja.

"Jadi gini, Anna. Jangan takut yach... Aku cuma nyampein pesen nih. Kamu diminta menghubungi sekretaris Pak Darren. Kalo bisa sebelum jam 11 ya."Dina tersenyum.

"Hah?"Anna mengerjap mata. Bingung.

Sekretaris Pak Darren tuh Aliester Mohan kan? Anna merasa hilang. Apa ingatannya dan yang didengarnya sekarang ini nyambung?

"Soal ponsel katanya."lanjut Dina.

Astaga! Pekiknya dalam hati.

Anna masih diam. 

"Ouh, jangan-jangan berita basi? Kamu udah tau?"tebak Dina karena Anna tak juga merespon kata-katanya.

Anna tersadar oleh kalimat terakhir Dina.

"Oh bukan Sis. Baik, nanti saya bicara dengan sekretaris beliau."jawab Anna cepat setelah menetralkan diri.

"Bagus. Kamu boleh kembali ke mejamu."sahut Dina tak lupa dengan senyum. 

Meet Me [HIATUS]Where stories live. Discover now