Chapter 23

51 8 1
                                    

(POV: SPRING)

                Aku menatap kosong ke arah kolam yang ada di  hadapanku. Aku menghapus sisa sisa air mata yang masih mengalir di pipiku. Aku tdak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Aku ingin pulang, aku juga ingin bertemu kak Jane secepatnya. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana. Aku tidak bisa menemukan Stella. Aku juga tidak tahu apakah Ryan sudah membalas pesanku atau belum. Tunggu, mungkin aku bisa memesan tiket pesawat untuk ke New York. Aku membawa sejumlah uang. Mungkin itu cukup untuk membeli tiket. Kemarin bibi Caroline mengirimiku uang lagi. Aku akan beli tiket saja. Aku menghampiri dua orang perempuan yang sedang mengobrol di bawah pohon.

                "Permisi, nyonya." panggilku sopan.

                Mereka berdua menoleh dan tersenyum. "Ya, ada apa?"

                "Dimana aku bisa memesan tiket pesawat?"

                "Oh. Kau bisa memesan tiket pesawat dengan harga murah di Cargo Express."

                Aku mengerutkan dahi. "Bisa kau tunjukkan padaku dimana itu?"

                Wanita yang berambut pirang mengangguk. "Sure. Dari taman ini kau belok kanan, terus saja sampai kau menemukan deretan toko panjang, Cargo Express salah satu dari toko toko itu. Tepatnya ada di 11th Avenue."

                Aku mengangguk ngangguk. "Baiklah, terima kasih kalau begitu."

                Mereka tersenyum. "It's okay."

                Aku segera pergi sesuai dengan petunjuk yang diberikan dan menemukan Cargo Express seperti yang mereka maksud. Aku mengecek perlengkapan yang diperlukan untuk memesan tiket. Uang, paspor, tanda pengenal, tunggu tunggu....tanda pengenal? What the fuck! Tanda pengenalku masih ada di Zayn. Oh god. Bagaimana aku bisa lupa dengan barang penting seperti itu. Aku tidak akan bisa memesan tiket kalau tidak ada tanda pengenal. Sialan. Itu artinya aku harus ke rumah Zayn lagi. Oh? Dan aku harus bertemu dengan tunangannya yang menyebalkan lagi? Aku memang benar benar sial.       

*************************

                Aku berdiri di depan rumah Zayn sambil berjinjit sedikit untuk melihat isi rumahnya. Kelihatannya dia belum pulang. Aku juga tidak mungkin menunggu di dalam. Aku menghapus keringat yang mengalir di dahiku sambil berharap Zayn datang dan memberikan tanda pengenalku. Aku menoleh lagi ke belakang dan terkejut karena Zayn sedang menatapku. Aku segera membalikkan badan. Astaga. Aku tidak punya pilihan. Aku tidak tahu apakah aku harus menemuinya atau pergi. Tapi kalau aku pergi aku tidak akan mendapatkan tanda pengenalku. Tapi bagaimana kalau tunangannya yang menyebalkan itu tahu dan marah marah lagi? Aku segera menarik koperku dan berniat menaiki tangga tapi tiba tiba sebuah tangan besar menahan tanganku. Aku terlonjak dan membalikkan badanku. Zayn mencekal pergelangan tanganku sambil menatapku intens namun kemudian merenggang saat aku berbalik menatapnya. Aku menundukkan kepalaku dan menarik tanganku dari genggamannya.

                "Kenapa kau pergi?" tanyanya ketus.

                Aku menggigit bibir bawahku. "Ada tunanganmu. Tidak enak kalau aku masih terus tinggal di rumahmu."

                Zayn mendengus. "Setidaknya tunggulah sampai aku pulang."

                "Aku tidak punya waktu untuk itu."

                Zayn menaikkan kedua alisnya. "Tidak punya waktu? Memangnya kau sedang terburu buru?"

                Aku menggeleng. "Aku kan sudah bilang. Tunanganmu menyuruh agar aku cepat pergi. Aku tidak punya hak untuk menolak."

SPRINGWhere stories live. Discover now