"Belum. Dibukanya pas natal aja." Jawab orang itu dengan kikuk.

"Dibuka sekarang, Dinda. Biar bisa dipakai pas natal." Balas Matthew dengan gemas, memanggil nama orang yang diteleponnya, seorang Dinda Clarissa.

Ya. Matthew tidak ragu menelpon perempuan itu sekarang. Dinda pun tidak menolak panggilannya hingga hatinya berbuncah senang meski tadi sempat kesal dengan sikap Mami yang membuat kepalanya migrain. Betul kata Mang Aceng, kebahagiaan Matthew adalah Dinda. Matthew jadi tambah yakin dengan pilihannya itu.

"O-oke, nanti aku buka." Kata Dinda kemudian.

"Kadonya dipakai setiap hari kalau bisa. Aku ampe minta seri yang limited edition buat kamu, Dinda. Spesial buat kamu." Jelas Matthew dengan santai, tidak sadar makin menggusarkan hati perempuan yang berada di balik teleponnya.

"Matthew, aku masih ngerasa apa yang kita lakuin ini nggak benar."

"Ya, kamu nggak salah." Ucap Matthew lugas, beringsut menyandarkan punggung di kepala kasur. Ia paham benar dengan perasaan Dinda yang tidak nyaman dengan tindakannya akhir-akhir ini, yang menurut Matthew adalah sebuah bukti keseriusannya.

"Jangan salahin diri kamu, ya, Dinda."

"Aku tetap merasa bersalah, Matthew. Gimana pun juga, aku rasanya lagi jadi selingkuhan kamu sekarang."

"You are not! Aku dan Yona hanya ditunangin, Dinda. Aku sama dia nggak ada hubungan apapun."

Matthew meringis saat Dinda menghela napas gusar di telepon hingga terdengar grasak-grusuk yang mengganggu pendengarannya. Perempuan itu kemudian bersuara dengan lirih. "Sama aja, Matthew. Kalian akan menikah, membangun hubungan yang lebih kompleks dan aku..."

"Di malam natal aku bakal batalin pertunanganku, Dinda." Potong Matthew membuat Dinda terdiam selama beberapa saat.

"Matthew!"

"Aku udah bilang kalau aku serius sama kamu, kan? Inget janji kamu untuk nerima aku setelah pertunanganku dan Yona batal."

"I-iya, tapi kamu udah bicara sama Yona? Jangan sampai kamu nggak bilang sama dia. Jangan putusin secara sepihak, Matthew."

"I will." Ucap Matthew sedikit berat hati karena pada kenyataannya ia tidak berniat berbicara apapun pada Yona. Ia tahu, berbicara kepada perempuan itu tidak akan menghasilkan apa-apa.

Tapi kalau sudah ditanya sama Dinda, maka ia akan melakukannya.

"Matthew," Dinda memanggilnya lirih, saat perempuan ingin melanjutkan pembicaraan tiba-tiba ponsel Matthew bergetar. Teleponnya dengan Dinda otomatis terhenti sesaat karena telepon lain yang masuk.

Yona.

Matthew membaca nama kontak itu lalu menekan tombol merah pada layar ponselnya, menolak panggilan itu agar sambungan teleponnya dengan Dinda tersambung kembali.

"Sorry, Manendra nelpon." Kata Matthew pada Dinda, sebuah kebohongan kecil agar Dinda tidak mematikan telepon mereka secara sepihak.

"Eh? Ya, udah, jawab dulu aja Matthew. Bisi ada yang mau diomongin sama Manendra."

"Nggak, kok. Aman. Tadi gimana?"

"Serius?"

"Serius, Cantik." Kata Matthew menahan tawa, sudah lama rasanya ia tidak memuji (menggoda) Dinda seperti itu.

Dinda mendecakkan lidah di telepon, mungkin tengah menahan tawa pula mendengar pujian Matthew.

"Tadi mau bilang apa, Dinda?"

"Mau ngomong serius tapi jadinya susah karena kamu!" Seru Dinda gemas, kali ini sukses membuat Matthew terkekeh.

"Hehehe... ya, kan emang kamu cantik."

"Ihh geleuh, Matthew. Udah, ah!!"

"Yaudah, tadi mau ngomong apa?" Tanya Matthew berupaya menahan diri untuk tidak berkelakar. Lama juga rasanya ia tidak sejahil ini kepada orang lain, tertawa seakan tidak memiliki beban apapun.

"Ehm..." Dinda berdehem pelan, perempuan itu diam sesaat, terdengar suara helaan napas beberapa kali, sepertinya tengah mengumpulkan keseriusannya untuk membicarakan sesuatu kepada Matthew yang menunggu dengan sabar.

"Aku... mau usaha bareng lagi." Kata Dinda benar-benar serius sampai Matthew terbungkam. Tubuh pria itu menegak kembali, ia sampai mengerjapkan mata beberapa kali untuk memastikan dirinya sedang tidak berada di dunia mimpi.

"Kalau kamu sudah batalin pertunangannya, aku bakal coba usaha lagi. Bareng-bareng, sama kamu."

Bulu kuduk Matthew meremang, ia merasa dadanya bergetar hebat mendengar penuturan Dinda. Perasaannya terasa makin menggebu sampai Matthew kepikiran untuk keluar rumah sekarang juga, membawa mobil ke rumah Dinda yang letaknya cukup jauh dari tempat tinggalnya hanya untuk memeluk perempuan itu dengan erat.

"Janji?" Tanya Matthew setelah membiarkan telepon mereka diisi kekosongan selama beberapa detik.

Dan Dinda menjawabnya dengan penuh keyakinan. "Janji, Matthew."

Thank you for reading! If you like it don't forget to like and comment ^^


P.s

Hiii!!
Sorry banget aku baru up jam segini hehe...

Jujur, aku sedang dilanda banyak hal akhir-akhir ini. Ada tulisan yang belum ku lanjutkan karena belum ada mood sampai akhirnya aku membaca beberapa tulisanku yang dulu. Eh, keasyikan baca sampai lupa up huhuhu sorry >.<

Aku sebenarnya jarang banget membaca ulang tulisanku, seringnya merasa tidak puas tetapi memang terkadang tulisanku bisa menjadi hiburan tersendiri untuk diriku.

Dari semua tulisanku, dua hari ini aku membaca Start Again dan Catch You until I Can. Dua cerita yang menurutku banyak kurangnya--tetapi setelah ku baca kali ini, ternyata aku merasa puas karena bikin dugeun dugeun. Bener-bener dibikin jatuh cinta sama Joshua Hong dan Jeon Wonwoo.

Ketika aku membaca ulang dua cerita itu, aku jadi bertanya-tanya, "Kok bisa aku bikin cerita ini? Kok bisa tokoh aku begini?"

Bertanya dalam artian yang baik, ya hehe.

Dan aku jadi makin termotivasi untuk menulis ^^.

Sekain cuap-cuapku yang banyak ini. By the way, terima kasih sudah membaca dan hadir di Wp ini. Semoga harimu menyenangkan! :D

Unbroken String [Complete]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora