01. Gadis Termanis Sejagat Raya

33 3 0
                                    


[Jumat. Pukul 14.30. SMA Negeri 03, Jakarta.]

Bel yang mengakhiri jam pelajaran hari itu berbunyi. Para siswa sekolah negeri yang terletak di Jakarta Selatan itu segera berhamburan keluar, tak sabar menyambut akhir pekan. Sejumlah siswa memutuskan untuk main basket di lapangan, sementara sebagian lain masih betah duduk-duduk di bangku depan kelas dengan teman-teman mereka, atau ehem-ehem-nya.

Ruang kelas XII IPA 1 kini nyaris kosong ditinggalkan para penghuninya. Namun, di barisan belakang, seorang siswa bergeming di tempat duduknya. Posisinya tak berubah sejak pelajaran kimia, setelah istirahat siang tadi. Dagunya bersandar pada tangan kanannya yang bertumpu di meja. Matanya tertuju pada foto Pak Presiden dan wakilnya yang terpampang di atas papan tulis. Sesekali ia cekikikan, seakan mereka berdua lagi stand up comedy di depan kelas.

Nama siswa itu Gentala Diwangkara Wibowo. Biar nggak ribed, sebut saja dia Mawar- eh, Genta. Anak sulung dari dua bersaudara. Tampang lumayan, tinggi badan 175 cm (dan masih nambah), berat badan 65 kg. Pelajaran favorit: apa aja selain hafalan. Hobi: main sepak bola. Baru punya KTP plus SIM C tiga bulan lalu. Status: single and available a.k.a. belom laku.

"Genta! Woy!" Erwan, kapten tim sepak bola SMAN 03 menoyor kepala temannya yang sejak tadi tak membalas panggilannya itu.

Siku Genta tergelincir dari tepi meja. "Adededeh! Apaan sih??"

"Bengong aje, gue panggilin dari tadi." Cowok warga XII IPA 4 yang terobsesi dengan Paolo Maldini dan menyebut dirinya 'Il Capitano' itu, duduk di hadapan Genta. 

"Siapa yang bengong??" Genta berusaha mengelak, walaupun tentu saja tidak berhasil. Ia pura-pura membereskan rambutnya yang berpotongan crew cut.

"Lu ngelamun jorok, ya? Gila 'kali kau." Michael Hutagalung, cowok keturunan Tionghoa blasteran Medan, tiba-tiba muncul disebelahnya sambil tertawa.

"Muka lo mupeng banget!" Reza, ketua kelas XII IPA 3 yang bertubuh kurus dan berkaki lencir, menirukan wajah Genta saat melamun barusan, dan disambut tawa ngakak Michael dan Dimas. 

"Tsk.." Genta buru-buru membereskan buku dan alat tulisnya yang bertebaran di atas meja, lalu memasukkannya ke dalam ransel.

"Mesum lo, Ta." Dimas mendorong bahu Genta hingga hampir menabrak meja di sebelahnya. Genta nyaris mendaratkan jitakan di kepala Dimas, kalau saja Erwan tak segera menghalanginya.

"Udah, udah. Besok jadi, kan, lo ikutan tanding bola lawan anak SMAN 01? Awas kalo nggak dateng," ancam Erwan sambil menunjuk-nunjuk Genta dengan spidol papan tulis.

"Ikut, dong." Genta tiba-tiba teringat sesuatu. "Eh.."

"'Eh' apa? Jangan bilang lo nggak bisa ikut." Erwan berkacak pinggang. Matanya yang besar tampak makin menyeramkan saat ia melotot seperti itu.

"Kita tanding jam berapa?"

"Biasa, jam 9 pagi."

"Kira-kira, jam 11 udah selesai apa belom?"

"Belom, laaah. Biasanya juga paling cepet tuh, jam 12."

"Wah, nggak bisa. Gue ada acara keluarga."

"Terus, siapa yang gantiin lo jadi bek kanan??"

"Emang si Riko nggak maen?" Genta merujuk pada rekan satu timnya yang juga biasa bermain sebagai bek.

"Si Riko syuting film horor di kuburan Kramat Sentiong." Dimas kini berpose ala putra duyung (iya, nggak typo) di atas meja Genta dan menggoyang-goyangkan kakinya. Jujurly, anak kelas XII IPA 2 yang gempal itu, lebih mirip dugong daripada duyung yang ada di film-film.

Genta Jatuh Cinta!!!Where stories live. Discover now