X: Paradise [II-M]

230 16 0
                                    

H e (ll) a v e n 
❝Your home, hell or heaven? ❞

⎯⎯⎯ ♆♆♆⎯⎯⎯

⎯⎯⎯ ♆♆♆⎯⎯⎯

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

⎯⎯⎯ ♆♆♆⎯⎯⎯

CW // Full of sex scene
TW // Mention of bruise

⎯⎯⎯ ♆♆♆⎯⎯⎯

“Lantas kontrak yang kita tanda tangani kemarin menurutmu tidak bernilai begitu?”

Jungkook sudah akan beranjak ketika dengan tiba-tiba pergelangan tangannya ditahan oleh yang lebih tua. Ada senyum pada belah bibir Taehyung. Senyum yang belum pernah ia tangkap dalam manik. Tarikan sudut bibir itu hanya satu senti, namun menghantarkan debaran anomali dalam relung karena pemuda Han yakin bahwa ada sejuta bunga musim semi di dalamnya. Hangat dan juga memabukkan.

“Jika menurutmu memang tidak, tapi itu bernilai bagiku, Jungkook.” Taehyung meraih telapak lain milik yang lebih muda, mengelusnya dengan lembut seolah itu adalah dandelion yang akan terbang ketika digerakkan dengan kasar. “Aku tidak menemukan cara yang tidak akan melukaimu, tapi inilah cara kerjanya. Hanya dengan membelimu dari Yoongi, aku dapat meyakinkannya juga ayahmu. Dan aku hanya minta satu kepercayaanmu bahwa kau memang bernilai untukku. Lebih besar dari yang kau pikirkan.”

Ia kira hanya ibu dan Namjoon yang bisa berkata manis dan menyentil hatinya barang secuil, dan manusia lainnya hanya bisa saling menyakiti. Namun Taehyung dengan tatapan seteduh pohon angsana di hadapannya, serta elusan selembut sutra ditelapak entah kenapa membuat Jungkook merasa tergelitik.

Pikirannya seolah mati, bibirnya beku seakan Antartika sedang menggelilingi. Jungkook termenung, tidak menemukan kata yang tepat untuk membalas Taehyung. Ini cukup mendadak baginya, bahkan terkesan menakutkan karena ia tidak terbiasa.

“Aku akan memberimu waktu,” Taehyung kembali bersuara, masih dengan senyum sehangat perapian pada musim hujan. “Tapi, izinkanku untuk membuktikan bahwa aku berbeda dari orang-orang yang pernah kau temui.”

“Bapak…” Jungkook mendekut, jari-jari kakinya mengerut di dalam sandal rumah. Tetapi, ia hanya perlu percaya dan kecewa seperti kalimatnya tempo hari pada Taehyung, bukan? 

Manakala Jungkook mengangguk dalam gelisah, pria di hadapannya mendekat. Memotong jarak dengan halus sambil melepaskan genggaman. Telapak besarnya yang hangat menopang seluruh rahang Jungkook, mengelusnya dengan tatapan penuh kasih pada manik.

Jungkook takut diperlakukan seperti ini. Takut jiwa raganya terlena dan justru membiarkan didominasi sepenuhnya. Ia pernah berada di posisi seperti ini, menjadi anak baik bagi Sang Tuan. Namun, pada akhirnya tetap saja bercak kebiruan terlukis pada kulit seputih susu, meninggalkan nyeri yang bahkan tidak pergi dalam tiga hari.

Seolah Taehyung mengerti arti kerutan pada dahinya, pria itu membawa Jungkook ke dalam ciuman ringan yang manis, seolah lidahnya baru saja memakan puluhan lolipop dalam satu rongga.

Jungkook sama sekali tidak menyentuh wine barang setetes pun, tapi ia yakin bahwa dirinya tengah mabuk.

Decak basah itu memabukkan, menggudara dalam penjuru tempat tinggal Taehyung, menodai setiap bagiannya tanpa terlewat. Terlebih ketika lidah yang lebih tua memaksa masuk, udara kering milik musim panas seolah menguasai, bahkan angin pun ikut tersedot tanpa sisa dan entah kemana perginya.

Tubuh Jungkook serasa panas ketika Taehyung meremas bagian belakangnya, mendadak pria itu mengangkat pemuda Han dan melingkarkan pergelangan tangan dengan erat pada pinggang. Ciuman pria Ryu semakin dalam namun terarah ketika tungkainya melangkah, menyusuri sepanjang lorong sebelum membuka keras pintu kamar Jungkook dan menempatkannya dengan hati-hati di atas tempat tidur.

Pemuda Han yakin bahwa dirinya benar-benar mabuk akan tautan bibir mereka. Dan entah kenapa Jungkook berani memberikan seluruh kepercayaannya kepada Taehyung. Pria itu memang berbeda seperti katanya. Jemari lentiknya menyusuri setiap lekuk tubuh Jungkook dengan damba dalam manik. Ia yakin bahwa Taehyung berusaha menahan setengah mati, tidak ingin melukainya karena ia bernilai.

Dari bagaimana pria Ryu mempelakukannya sebelum ini, Jungkook yakin bahwa Taehyung bukan pria lemah lembut dengan segala kasihnya. Namun, di bawah sorot rembulan yang mengintip di balik vitrase putih gading, pemuda Han merekam sisi manis dalam diri Taehyung yang cukup menumbuhkan kepakan kupu-kupu dalam perut.

Jungkook menggigil atas seberapa halus usapan itu di atas kulit telanjangnya, mengukir garis tak kasat mata sebelum berhenti tepat di atas bibir. Taehyung menyunggingkan senyum saat jemarinya menekan bibir tebal Jungkook. Mengunci tatap dengan yang lebih muda selagi ruas jarinya bermain-main. Seolah menggoda, namun juga menuntut dalam satu waktu.

Pemuda Han tidak suka bagaimana ia harus menebak apa yang Tuannya minta, terlebih ketika tidak ada perintah apapun yang terlontar seperti saat ini. Jungkook takut akan salah dan menciptakan kemarahan Sang Tuan. Ia hanya akan menunggu dan terus menunggu, menciptakan bukaan bibir Taehyung dengan suara berat dan basahnya yang seketika membuat Jungkook membulatkan mata.

“Buka.”

Suara itu memenuhi kepalanya, tak memberi waktu bagi untuk berpikir ketika lidahnya bermain-main dengan jemari lentik Sang Tuan. Mungkin Taehyung masih menyembunyikan banyak hal di dalam dirinya, tapi sejauh yang telah Jungkook tahu, ia merasa cukup bangga. Seperti Taehyung yang juga bangga atas seberapa baiknya ia menjadi bawahan.

“Anak manis, anak baik.” Puji Taehyung, dan Jungkook hanya ingin pria itu diam seperti tadi. Karena jujur saja, serak dan basahnya suara pria Ryu cukup untuk membuatnya pelepasan saat ini juga, bahkan ketika mereka belum memulai.

Jungkook menanti penuh damba, menunggu apa yang membuat Taehyung berbeda dari orang lain kendati ia sudah tahu jawabannya. Sosok Taehyung di luar permainan sungguh berbeda, tidak terburu-buru dan mengambil keputusan sepihak, membuat Jungkook merasa bosan ketika dipersiapkan sedemikian apik agar tidak ada luka.

Serupa kata pria Ryu, memang inilah cara kerjanya. Dan Jungkook tidak cukup kuat untuk menahan nyeri ketika Taehyung memaksa masuk. Kendati tiga jari telah menyapa sebelumnya, milik pemuda Han belum cukup untuk memberi salam pada milik Taehyung sepenuhnya.

Taehyung tampak khawatir, ada sendu dalam maniknya saat mendapati setitik air mata lolos dari kelopak Jungkook. “Sakit?” Tanyanya selembut sutera.

Jungkook mengangguk, “Tapi, akan lebih sakit bagimu jika berhenti begini.” Ia juga cukup khawatir, tidak tega untuk membuat Sang Tuan merasakan hal yang sama.

Setelah beberapa waktu terdiam dan menetralkan napas, pria Ryu mencium kening Jungkook, cukup lama. “Setelah ini mungkin akan lebih sakit, jadi sampaikan padaku jika ingin berhenti, okay?”

Anggukan Jungkook berikan sebagai jawaban. Selagi Taehyung kembali mempersiapkan diri untuk masuk seluruhnya, ia mengambil napas sebanyak apapun, menyimpannya dalam dada sebelum akhirnya meledak kala pria Ryu mendorong masuk dalam sekali hentak. Jungkook ingin menangis, mengadu pada dunia bahwa ini lebih sakit dari lukanya yang Yoongi ciptakan. Tetapi, afeksi dan permainan manis milik Taehyung selanjutnya membuat ia meminta satu permohonan pada dunia.

Jungkook ingin menetap dengan pria ini, merasakan debaran anomali lain ketika Taehyung menjatuhkan bibir di atas kening, menatapnya penuh damba seolah memang Jungkook-lah yang pria Ryu tunggu. Dan pemuda Han ingin memang inilah takdirnya.
[]

⎯⎯⎯ ♆♆♆⎯⎯⎯

Wehehe, asupan malam ini

Harusnya double update, tapi karena ini baru ngetik dan mataku udah lelah. Jadi sisanya besok ya, masih lanjutannya ini jadi (mungkin) bakal manis juga.

Jangan lupa tinggalkan cintanya, ya! See u!

He(ll)aven ㅱ Taekook [M]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ