9. Diantara Faradina dan Abibayu

Start from the beginning
                                    

Bukan tidak sadar, perempuan itu hanya enggan membuka suara setelah ucapannya disahut dengan nada tak ramah. Naela biarkan Hisyam memotret sesuka hati. Bahkan saat pemuda itu seenaknya memposisikan ponsel tepat di depan wajahnya, Naela tetap geming.

"Astaghfirullah!!" Pekikan itu membuat keduanya terperangah. Ponsel Hisyam nyaris terbang jika saja Naela tak menahan pergelangan tangannya.

"Pacaran kok nggak ngerti tempat?!" Tambah seseorang itu. Dia berdiri di ambang pintu sambil berdecak berulang kali.

"Pacaran ndasmu?!" Hisyam menatap nyalang. "Nggak usah heboh! Wong nggak peluk-pelukan ae kok."

Mendengar itu, Naela spontan menoyor sisi lengan Hisyam. "Jangkrik wakmu, Syam! Krungu ibukku marine!"

Hisyam kontan meringis seraya mengelus lengan atasnya. Menyebabkan Sisil--yang masih berdiri di tengah pintu tertawa penuh kemenangan. "Rasakno!" katanya, lalu melangkah mendekat. Mengusir Hisyam dari tempat duduknya.

"Apaan tuh?" celetuk Naela begitu menyadari tangan kiri Sisil tak menganggur.

Setelah mendudukkan bokongnya, perempuan itu meletakkan bungkusan yang ia bawa di pangkuan Naela. "Martabak telur depan Butik Serena." Dengan begitu saja senyum Naela tercipta. Deretan gigi putihnya terlihat, membuat Sisil bergidik ngeri.

"Mamacii Nastaarrr," ujar Naela antusias memeluk Sisil. "Sarangeee!!"

Namun, yang dipeluk masih tak membalas. Perempuan itu malah menoleh ke arah Hisyam. Mereka berkomunikasi tanpa suara. Ekspresi Sisil seakan menuntut jawaban pemuda itu mengenai kondisi sahabatnya.

"Btw ..." Naela mengurai pelukan. Menyebabkan Sisil buru-buru memutus kontak dengan Hisyam. "Tumben kamu kesini nggak bilang dulu? Bawa makanan, lagi. Ada apa?"

Sebenarnya, ingin sekali Sisil terus terang mengatakan jika Hisyam yang mengabarinya saat pemuda itu gagal menghubungi Naela puluhan kali. Tetapi Hisyam sudah memberi ultimatum agar dirinya merahasiakan hal tersebut. Sisil tidak mengerti alasannya. Yang ia pahami, apabila pesan Hisyam dilanggar, maka kemungkinan hidupnya selama seminggu kedepan tidak akan tenang.

"Firasat aja sih kalau sekarang kamu lagi nggak baik-baik aja." Jawaban yang mampu gadis itu sampaikan pada akhirnya. "Gimana soal BEM?"

Kali ini giliran Naela yang terdiam. Rasa pilu yang semula berangsur memudar, kini seolah dipanggil lagi menyesaki batinnya. Ingatan akan hari-hari dimana Faradina sesuka hati melayangkan kritik pedas menyembul di benaknya. Juga bagaimana ia menghadapi hari-hari berat mempersiapkan sebuah pelantikan, tanpa sang wakil yang pernah berjanji akan membantunya.

"Dia sakit hati sama Faradina, katanya." Lagi-lagi Hisyam menyahut dengan nada tak enak di dengar.

"Faradina?"

Tak ada respon berupa suara. Hanya anggukan samar yang Naela tunjukkan. Cukup lama Sisil berpikir sendiri, akhirnya perempuan itu berpindah memandang Hisyam. "Kenapa Faradina?"

Sebelum menerangkan, Hisyam menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sebersit rasa kesal tumbuh di hatinya. Sebab pemuda itu sudah menjelaskan panjang lebar mengenai permasalahan Naela pada Sisil sebelum ia berangkat ke rumah Naela tadi. Tapi perempuan itu malah pura-pura tidak tahu dan bertanya lagi.

"Pelantikan dibatalkan." bukan Hisyam yang menjawab, melainkan Naela.

"Loh kok bisa?" Tanya Sisil lagi kian membuat Hisyam geram sendiri.

"Bukan dibatalkan, tapi diundur." Hisyam membenahi. Pemuda itu berucap pelan, khawatir kalau-kalau terjadi sesi pundung kedua.

"Sama aja, Syam! Fara kan nggak bilang kapan tanggal pelantikan yang pasti."

CATATAN PRESMAWhere stories live. Discover now