***

Sebelum jam makan siang, Tenica sudah berada di kafe. Dia tidak ingin tidak kebagian tempat duduk seperti itu waktu. Karena itu, sebelum kafe ramai di jam makan siang dia memilih datang. Sekarang, di hadapannya ada pasta dan secangkir kopi. Ya, dia kembali meminum kopi setelah merasa lambungnya sudah baik-baik saja.

Tenica melahap makanan di depannya karena sebelumnya belum sempat sarapan. Dia bangun agak siang, karena malamnya melanjutkan pekerjaannya. Dia harus menotal pengeluaran dan jasa. Selain itu, dia juga sudah mengonfirmasi jumlah tamu ke Bu Sasma. Malam itu pula, dia memberi DP ke Ican untuk persiapan.

"Udah dateng?"

Tenica sedang melahap pasta fetucili saat pertanyaan itu terlontar. Dia mendongak, melihat lelaki dengan hoodie berwarna hitam. Seketika dia ingat dengan hoodie yang dipinjamkan ke Nuca. "Oh, hai," jawabnya sambil meletakkan sendok yang masih dipegang. "Maaf, baru ingat hoodie-nya belum saya kembalikan."

Nuca menahan tawa karena Tenica tiba-tiba membahas itu. Dia duduk di hadapan wanita itu dan mengeluarkan ponsel. "Gue udah lihat beberapa desain undangan. Tapi, perlu pertimbangan dari lo."

"Sebenarnya, Anda harus diskusi dengan Kak Henna," jawab Tenica seraya mengambil ponsel yang diulurkan.

"Henna percayain semuanya ke gue."

Tenica menahan tawa. Padahal, dia yakin Henna sibuk dengan selingkuhannya. "Aduh! Nggak boleh mikir gitu!" Dia menggeleng tegas mengenyahkan pikiran buruknya.

"Ada apa?"

"Oh, enggak kok!" Tenica menggerakkan tangan.

"Gue pesen minuman dulu." Nuca seketika berdiri dan berjalan menuju kasir.

Diam-diam Tenica memperhatikan. Nuca mengenakan hoodie hitam yang dipadukan dengan celana jeans belel dan sendal teplek. Penampilan Nuca yang terlihat lebih santai dari beberapa pertemuan terakhir. Tenica tersenyum karena Nuca tetap terlihat tampan.

"Ya ampun! Apa yang gue pikirin?" Tenica buru-buru menunduk dan menyalakan ponsel. Tentu saja benda itu telah terkunci dan dia tidak bisa membuka.

Akhirnya, Tenica hanya melihat wallpaper bawaan ponsel. Katanya, jika seseorang memilih wallpaper bawaan ponsel, maka termasuk orang yang anti ribet. Tenica kali ini baru setuju, karena Nuca memang seperti itu.

"Gimana?" Nuca kembali sambil membawa piring kecil berisi tiga buah cookies berukuran besar.

"Udah kekunci." Tenica menyerahkan benda itu.

Nuca membuka kunci layar dan menyerahkan ke Tenica. Lantas dia bergerak ke kursi samping wanita itu dan duduk. Tindakan itu membuat Tenica menoleh, tapi Nuca tampak santai. "Menurut lo bagusan mana?"

Tenica melihat desain undangan berwarna gold dan putih. "Kayaknya ini bagus. Lebih sederhana dan elegan."

"Mana?" Nuca mendekat.

Aroma musk seketika tercium. Tenica sedikit bergeser dan mendekatkan ponsel ke Nuca.

"Oh, gue malah setuju yang hitam."

"Oh, ya?" Tenica menggeser layar dan melihat desain berwarna hitam. Di bagian tengah terdapat nama si penyelenggara acara dengan warna putih dan sepertinya agak timbul. Sedangkan foto di bagian bawah, bergambar desain undangan ketika dibuka. Mirip saat membuka map lantas ada karakter dua orang yang muncul.

"Gimana?"

"Apa nggak terlalu rame?" tanya Tenica sambil menatap Nuca.

"Kan, ini masih pertunangan. Kalau buat pernikahan ini baru cocok."

All in AllWhere stories live. Discover now