Menara Panimur

7 0 0
                                    

Kabut melingkupi daratan yang makin gelap. Suara burung hantu terdengar di kedalaman hutan menyapa datangnya malam. Suara deburan ombak yang menghantam tebing di sisi timur memberi kesan hampa yang berbeda. Di atas tebing itu berdiri menara putih yang menjulang tinggi. Di sisinya terdapat istal berisi kuda-kuda yang meringkik perlahan. Puncak menara menyala terang memberi kehangatan di dinginnya malam. Obor utama dinyalakan menjadi sinyal bagi orang orang yang ingin melintasi danau dan masuk ke sungai Ghori. Menara Panimur disebutnya, menara penjaga di sisi timur Esternia. Salah satu negara di Benua Berudia. Di dalamnya terdapat beberapa penjaga yang bercengkerama. Pemimpin menara ini adalah Kapten Leon dari Keluarga Arbi Sette, salah satu keluarga yang berpengaruh di sisi utara Esternia.

Leon mengamati buku sejarah yang dibawanya dari kampung halamannya. Menjaga menara Panimur yang menjadi perbatasan terkadang membuat jenuh penunggunya. Keseharian mereka hanya berkutat pada latihan pagi, memberi makan kuda, dan melakukan patroli bergilir mengitari perbatasan. Hiburan mereka hanya hadir ketika hari terakhir di tiap bulan, mereka diperkenankan untuk berlibur selama 1 hari, yang biasanya mereka habiskan untuk berkunjung ke Blackport, kota pelabuhan di sisi selatan menara Panimur. Selama satu hari ini jembatan penghubung dataran timur dengan sisi Esternia diangkat untuk menutup segala aktivitas melintasi perbatasan ditutup. Segala bentuk perdagangan dialihkan ke Blackport, permata hitam di sudut danau Nandi, hilir sungai Ghori.

Dari bawah penglihatannya Leon melihat pergerakan rekan penjaga lainnya di luar menara. Beberapa nampak sibuk memanggang babi hutan buruan mereka di pagi hari. Sersan William yang menangkapnya menggunakan busur kesayangannya. Di seantero Esternia timur rasanya keahlian berburunya adalah yang terbaik. Rekor tertingginya adalah menangkap beruang di Pegunungan Acus. Beruang di pegunungan ini jauh lebih liar dan berbahaya, mereka bisa mencapai tinggi tiga meter jika sudah dewasa. Berbeda dengan beruang yang biasa ditemui di lembah Ester, mereka berukuran lebih kecil dan umumnya menjauhi pemukiman manusia.

"Kapten, ayo turun, kurasakan babinya sudah mulai matang" teriak William. Leon tersenyum dan menutup bukunya. Lamunan mengenai sejarah menjadi tidak ada bandingannya dengan aroma babi panggang di kala lapar.

"Segera turun Will, panggil yang lainnya, kita rayakan hari libur kita yang tinggal sehari!" jawab Leon dari puncak menara. William melayangkan jarinya tanda setuju, dan memanggil rekan rekan penjaga yang lain. Leon bergegas turun dan menuju dapur untuk mengambil beberapa botol mead untuk menemani malam mereka.

"Kurasa 3 sudah cukup untuk 20 orang penjaga di sini," gumam Leon.

Ia lalu keluar sambil menenteng 3 botol mead ke lapangan tengah di luar menara. Kehadirannya disambut sorak sorai penjaga lainnya. Mereka jarang minum minuman beralkohol dan hanya kapten yang boleh memberi mereka persetujuan untuk meminumnya. Leon tersenyum dan mulai membagikan gelas sambil memberi botol mead ke rekan yang lain untuk dituang.

"Ah rasanya senang sekali kapten, sudah lama kita tidak merayakan yang seperti ini." ujar salah satu penjaga.

"Yang seperti ini memang harus dibuat jarang, supaya jika kita minum rasanya jauh lebih segar, seperti menuju oasis di tengah Gurun Syena setelah berbulan bulan berkelana." jawab Leon.

"Kapten kau tidak sedang menceritakan pengalamanmu mencari kerajaan kuno di padang gurun lagi kan? Ayolah kerajaan itu sudah hancur ratusan tahun yang lalu, lagipula tidak mungkin menemukannya hanya dalam dua tahun pencarian."

"Kau benar Will, tapi yang betul adalah Teokrasi Ithillium, negara pertama di Berudia yang hancur dalam satu malam. Kau percaya? Hanya butuh satu malam untuk menghancurkan negara besar di Berudia." jawab Leon dengan tenang.

"Siap kapten, tapi paling tidak jangan ajak aku untuk berkelana lagi mencari reruntuhan tua yang disebutkan di buku sejarahmu itu." kata William. Leon hanya tersenyum melihat kekesalan rekan berkelananya. Sejarah baginya adalah suatu pembelajaran yang menarik. Apa yang ada saat ini dan membentuk dirinya adalah sejarah itu sendiri. Leon sudah membaca puluhan buku mengenai sejarah benua Berudia. Salah satunya dimulai dengan Negara Tertua di Benua Berudia.

"Kau ingat perjalananku di Gurun Syena-kan Will?" tanya Leon.

"Tentu, kau pergi kurang lebih dua minggu kapten. Hampir saja Lord Commander Ordano hampir saja menggantungmu karena meninggalkan pos."

"Kau berlebihan Will, itu hanya perjalanan bisnis biasa"

"Tentu tidak kapten, beruntung saja Varthi Danu menyetujui eksplorasi tersebut. Sudah kubilang kau harus minta izin ke atasan kita terlebih dahulu bukan? Memangnya ada apa dengan ekspedisi itu?"

Leon tersenyum lalu mengangguk. Ia kemudian berdiri sambil membawa gelasnya bergerak ke tepi tebing. William mengikutinya sambil menyobek sedikit daging babi untuk menemaninya mendengarkan cerita sang Kapten.

"Aku dan Danu sempat pergi bersama dan kami menemukan kuil tua di tengah gurun. Tidak begitu besar, namun terdapat beberapa ukiran yang menunjukan itu hasil dari peradaban Ithillium."

"Tunggu, jadi kau menemukan sesuatu di sana? Kenapa kau murung setelah kembali dari timur?"

"Karena kami belum selesai ekskavasi dan surat Lord Commander Ordano sampai di Kvarthinen Barat memintaku kembali ke pos Menara Panimur, aku harus segera pulang. Akhirnya kutinggalkan proyek itu dan kuserahkan pada Danu. Namun sudah dua bulan ini tidak ada kabar sama sekali darinya."

"Itu harusnya yang jadi tugas utamamu kapten, memangnya seperti apa kuil itu?" tanya William. Leon menjelaskan mengenai gua kecil di tengah gurun yang ternyata menyimpan puncak dari suatu kompleks kuil. Ketika Danu dan Leon masuk ke dalam gua di ujungnya terdapat suatu tugu besar yang menghadap ke luar dengan ukiran aksara kuno. Leon sangat senang dengan temuannya setelah mempelajari sejarah Ithillium yang tersisa. Tak disangkanya ditemukan bukti peradaban hingga di daerah timur Berudia.

Sejarah menulis Ithillium membentang dari ujung pesisir barat Berudia hingga pesisir timur Semenanjung Balaran yang gersang. Namun sejauh ini belum ditemukan bukti peradaban mereka sampai di Semenanjung Balaran. Gurun Syena yang berada di sisi utara semenanjung menjadi prospek eksplorasi yang menarik bagi arkeolog untuk mencari bukti peradaban itu. Di negara lain sudah banyak ditemukan sisa peradaban kuno yang bisa ditemukan.

Semua negara yang ada saat ini muncul di saat kehancuran Ithillium. Semua itu membuat Leon bertanya-tanya bagaimana suatu negara dapat hancur dan muncul negara baru di atas abu. Tidak ada reruntuhan, tidak ada tulisan sejarah, tidak ada apapun yang memuaskan dahaganya tentang Berudia. Dari atas batu karang dan di sisi menara Panimur ia hanya bisa bergumam, bagaimana awal dan akhir dari semua ini. Lamunannya membuat pesta malam itu terasa sayup sayup hilang. William melihat Kaptennya berdiam mendekatinya dan mengajak bicara.

"Kapten kau berefleksi lagi mengenai sejarah benua ini bukan? Aku bisa melihat matamu yang diam itu sebenarnya melihat lebih dalam ketika merenung," ujar William.

"Kau benar Will, sejarah yang kubaca selama ini hanya menunjukan hancurnya suatu bangsa dan dari abunya berdirilah peradaban lain.. Tidak ada yang pasti di sini, rasanya sangat hampa." jawab Leon. "Kita berdiri di atas sisa kejayaan Ithillium yang telah sirna. Kisahnya penuh misteri, seperti apakah ia dulu, bagaimana dengan orang-orangnya, atau mengapa ia hancur dalam satu hari."

"Memang sangat menarik untuk kita cari tahu kapten, tapi jika kau ingin melakukan ekspedisi lagi maka kau sudah gila. Lord Ordano pasti tidak hanya menggantungmu"

"Tenang saja Will, aku sudah cukup lelah berkelana kesana kemari, di samping itu aku sudah senang bisa menemukan sesuatu di ekspedisi terakhir di Gurun Syena." ucap Leon sambil melirik William.

"Yah berharap saja segera ada kabar baik dari Varthi Danu. Kau tahu mungkin liburan besok kita bisa ke Kvarthinen Barat? Kasmir mereka sangatlah enak, hampir mengalahkan mead punya kita."

"Kurasa itu bisa menjadi ide yang menarik, aku tidak sabar memberi salam pada Varthi kita yang dermawan itu." jawab Leon senang.

Will tersenyum dan mengangkat gelasnya, mengajak sang Kapten untuk bersulang. Leon mengangkat gelasnya dan kedua gelas mereka beradu. Malam itu menjadi malam yang manis bagi mereka. Tepat sebelum cahaya obor nampak bergerak dari kejauhan bergerak melintasi pinggir sungai Ghori dan menuju Menara Panimur.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Esternia : Invasi Macan KumbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang