"Penasaran dia kenapa diputusin!" Sahut Manendra menahan kekesalan hingga Jay membelalakkan mata.
"Lu serius, Thew!?"
Selama beberapa saat Matthew diam. Ingin sekali ia mengunci leher Manendra meski badan pria itu lebih besar darinya. Mulutnya ember sekali hari ini. Padahal ia tidak ingin banyak orang tahu tentang apa yang ia lakukan sekarang ditengah kesibukannya yang harus mengurus restoran.
"Lu ada info soal Dinda selama gue di Aussie, nggak, Jay?" Tanya Matthew kemudian, menatap Jay yang langsung berpikir di hadapannya, mungkin berusaha mencari ingatan di benaknya yang berkaitan tentang Dinda.
"Hmm... kayaknya tahun kemarin gue nggak sengaja ketemu sama dia di Cafè, deh."
"Nongki?" Tanya Manendra ngasal tapi Jay menanggapinya dengan serius.
"Nggak! Nggak nongki! Kayaknya ngajar, deh. Jadi Tutor gitu." Jawab Jay masih berusaha mengingat dengan keras. "Tutor buat anak-anak SMA gitu, Thew. Iya... deh... seinget gue, ya..."
Matthew mengerutkan kening, berterima kasih kepada Jay yang memberikannya informasi itu. Ia jadi teringat akan obrolannya dengan Mom Irene di sekolah tadi, tentang bagaimana ia bersikeras berpikir kalau Dinda bisa sekalian bekerja saat kuliah. Dan benar saja, perempuan itu tetap bekerja sampingan selama kuliah meski tempat kuliahnya berbeda.
Kini benak Matthew pun makin bertanya-tanya. Mengapa Dinda menolak beasiswa ITB disaat dirinya masih tetap harus menjadi tutor di tengah perkuliahannya di universitas yang lain setelah gap-year?
~~~
Tubuh Dinda benar-benar kaku, ia terlalu terkejut sampai hampir lupa bernapas melihat seorang pria berdiri di depan etalase tepung terigu yang memberi sekat antara mereka. Pria itu memiliki dua mata yang cukup tajam, siap menghunus siapa pun yang ingin menatapnya, termasuk Dinda yang tidak bisa mengalihkan pandangannya kepada pria itu. Pria bernama lengkap Matthew Tanudjaja, sang mantan yang akhir-akhir ini kembali ke hidupnya.
"Kamu jadwal kerjanya kapan?" Tanya pria itu tanpa basa-basi, membuat Dinda terhenyak.
Bukan hanya karena sikap Matthew yang terkesan dingin, tapi juga pertanyaannya yang tidak dapat dijawab Dinda dengan mudah.
"Kenapa memangnya, Matthew?" Tanya Dinda berkelit.
"Mau ngobrol." Jawab Matthew lugas. Lagi dan lagi, Matthew minta diantarkan Manendra ke Gang rumah Dinda setelah bertemu dengan teman-teman mereka di Cafè Jay. Ia tidak bisa tenang karena tidak mendapatkan informasi penting dari Mom Irene di sekolah, makanya ia ingin langsung bertemu dengan Dinda.
"Ngobrol apa? Ini juga ngobrol, kan?" Tanya Dinda resah sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar toko yang masih sepi dari pelanggan. Berharap ada 1 atau 2 pembeli yang datang, yang bisa mengalihkan perhatiannya dari Matthew.
"Banyak yang mau aku tanyakan ke kamu." Kata Matthew tegas dan Dinda merasa sangsi.
"Apa, Matthew? Urusan kita udah selesai, kan?"
"Belum." Ucap Matthew lalu terdiam selama beberapa saat. Ia memandang Dinda dengan intens, memperhatikan setiap sisi wajah perempuan itu yang masih tampak cantik di matanya. Wajah yang ingin sekali ia usap, terlebih pipi Dinda yang sedikit tembem yang dulu sering sekali ia cubit.
Sadar diperhatikan dengan lamat oleh Matthew, Dinda refleks mundur dan membuang muka lagi. "Mami sama Papi kamu gimana kabarnya?"
"Good. Mami sama Papi nggak pernah ganggu kamu, kan, selama aku di Aussie?"
Dinda terperangah. "Nggak, Matthew! Mana ada!"
"Serius?"
"Serius!" Ucap Dinda nyalang menatap Matthew yang membalasnya tanpa ragu.
"Siapa tahu aja masih ganggu dan nyogok biar kamu nggak deketin aku lagi." Kata Matthew membuat dada Dinda terasa sesak.
Matthew tidak pernah berubah pikir Dinda. Apalagi mulutnya yang tajam. Untung saja Dinda sudah tahu bagaimana tabiat Matthew itu, jadi meski menyesakkan dada, Dinda tidak merasa sakit hati. Malah sedikit menyesal karena sesuatu yang lain.
"Mending kamu pulang, Matthew."
"Kapan? Kosongnya?" Matthew agak memaksa dan Dinda mencoba bersabar dengan bernapas tenang.
"Nggak ada."
"Semakin kamu menghindar, aku bakal semakin sering ke sini, Din. Kamu tahu sendiri, kan, aku pantang nyerah?"
Dinda makin gusar, ia tahu Matthew serius akan kata-katanya. Sejak SMA, pria itu memang pantang menyerah akan apapun. Manusia ambisius yang kadang membuat Dinda ikut termotivasi jika sedang down atau insecure akan kemampuannya. Sifat yang bagus, tapi kini malah menyusahkan Dinda yang tidak ingin menjalin hubungan apapun dengan pria itu.
"Oke! Fine! Kamu sendiri kapan kosongnya!?" Tanya Dinda kesal sampai memijit kening.
"Weekend."
"Oke. Sabtu aku kosong." Kata Dinda menahan emosi.
Matthew tersenyum kecil, sangat kecil sampai tidak ada yang sadar akan senyum itu. Ia pun menganggukkan kepala, "fine. Sabtu pagi aku jemput."
Thank you for reading! If you like it don't forget to like and comment ^^
YOU ARE READING
Unbroken String [Complete]
FanfictionMatthew Tanudjaja (Xu Minghao) harus kembali ke Indonesia untuk menjalankan restoran milik keluarganya setelah berkuliah di Australia. Tidak sengaja ia bertemu kembali dengan mantan pacarnya saat SMA, Dinda Clarissa yang memutuskannya karena uang. K...
![Unbroken String [Complete]](https://img.wattpad.com/cover/331283438-64-k30990.jpg)