Eight

8K 677 7
                                    

Selepas devan pergi, kepalaku terasa sakit. Ah, aku tidak suka orang yang sudah merusak pagiku. Aku beranjak hendak ke kamar dan mandi. Ya tuhan betapa kagetnya aku, melihat ovi yang berada di balik tangga. Aku menatap tajam padanya, anak ini. Apa dia mendengar semua obrolan ku dengan devan. Semuanya? Atau sebagian?, mati aku. Memalukan!.

"Kamu menguping?" Tanyaku ketus. Ovi tergagap, ekspresinya seperti maling ke tangkep. Dia mengatupkan kedua tangannya di depan dada.

"Sorry kak"

Ucapannya membuat kepalaku semakin sakit. Dadaku pun rasanya panas. Aku marah?, ya jelas. Anak ini bahkan tidak berbohong sedikitpun agar emosiku tak naik. Aku tak mengatakan apa-apa padanya, aku hanya melanjutkan langkahku menuju kamar.

Mood pagi sudah berantakan tentu akan berlanjut seharian. Aku mengurung diri di kamar. Bahkan buk asih jadi sibuk naik mengantarkan makan siang dan malamku. Sebelum tidur aku mendapat chat singkat dari ovi.

"Kakak udah tidur?"

Masi marah?

Aku boleh ke kamar gak?

Aku hanya membaca pesan itu. Aku mengabaikan untuk membalas. Aku meminum pil tidurku, lalu terlelap.

*****

Pagi ini aku berangkat lebih pagi. Aku tidak menuju klinikku. Tapi menuju perusahaan kak joy. Banyak hal yang harus kami mulai hari ini. Ini pertama kalinya aku terjun langsung ke dapur perusahaan kak joy. Aku terkejut bukan main, perusahaan ini sangat kacau.

Aku sepertinya harus memfokuskan diri di perusahaan ini sejenak. Aku datang lebih awal, pulang lebih larut. Kak joy pun begitu, bahkan ia makan dan tidur di kantornya. Untuk sementara aku memiliki kantor khusus di perusahaan ini.

"Ah lelah sekali" ucap kak joy menyenderkan tubuhnya di sofa. Aku meletakkan kopi di depannya.

"Tapi seru" ucapku sambil menyeruput kopiki.

"Seru dari mananya?" Kak joy terlihat kesal.

"Hmmm aku banyak dapat pelajaran dari sini. Manajemen, keuangan, banyak deh"

"Jadi kamu bersyukur kakak hampir bangkrut?"

Aku tertawa mendengar ocehan kak joy. Tentu tidak, jika kak joy bangkrut aku pun kenak getahnya. Aku harus berbagi bisnis dengannya, memberinya uang, tempat tinggal. Ah aku tak sanggup membayangkannya. Bukan aku pelit, namun sifat dan keseharian kami yang bertolak belakang tentu tak akan nyaman.

Sudah 1 minggu ini aku bolak balik rumah perusahaan kak joy. Aku mengabaikan klinikku. Bahkan ipad yang biasa aku bawa aku tinggal dirumah.

"Ini tinggal rapat final sama investor ya sa?" Tanya kak joy

"Iya, aku rasa kakak udah bisa ditinggal deh urusan itu. Mulut kk semanis madu. Mereka tak akan ragulah" ujarku. Kak joy tertawa terbahak. Ia mengangguk merapikan berkas dimejanya.

"Mau pulang sekarang?"tanya kak joy. Aku mengangguk setelah melihat arlojiku yang tak memungkinkan untuk kembali ke klinik.

*****
Ah, aku baru teringat ovi. Apa kabar anak itu. 1 minggu aku tidak melihatnya, karena aku memang sedang sibuk pagi dan malam. Aku pulang larut lagi kali ini setelah makan malam bersama kak joy dan rekan bisnisnya. Aku sedikit mabuk.

Seusai mandi dan meminum suplemen, aku mulai terasa segar. Rasa kantukku pun hilang. Aku meraih hp ku. Membuka pesan yang terabaikan selama seminggu ini. Mereka pasti sudah paham dengan tabiatku, jika sedang sibuk dan fokus ke suatu hal aku tidak punya waktu untuk sekedar membalas chat orang.

Mataku berhenti di nama ailovi ananda. Chat terakhir adalah chat dia menanyakan aku marah atau tidak. Jahat sekali ya, aku tidak membalas sesingkat apa gitu buat gadis cantik ini. Aku mencoba menelpon ovi, memastikan dia sudah tidur atau belum. Tidak ada jawaban. Baiklah, dia sudah tidur.

Aku membaca chat devan. Lelaki gila. Aku sepertinya harus memberi batasan tegas untuk dia. Bagiku tidak ada lagi kembali ke masa lalu. Mau diperbaiki bagaimana pun, hubungan yang sudah hancur lebur gak akan bisa dirangkai lagi jadi utuh. Kalaupun bisa, tentu akan rapuh.

*****

Aku sudah rapi di meja makan. Hari ini aku akan pergi kerja bersama ovi lagi. Tentu saja aku rindu, dan menantikan pagi ini. Aku melirik ovi yang baru keluar lift. Ia berjalan ke arahku. Mengambil makanan di piring dan memasukkannya ke kotak bekal. Aku kebingungan melihat gerakannya yang cepat. Aku masih ternganga melihat ovi berlalu begitu saja, hey. Disini ada orang.

"Vi" panggilku. Ovi sudah hilang dari pandanganku. Aku menggigit bibirku. Ovi marah.

Sebelum naik ke Kantor aku yang di lantai 3, aku memperhatikan tiap lantai mencari sosok ovi. Ah aku melihatnya sedang melayani pasien. Aku mengurungkan niatku untuk berbicara. Aku pun terus naik masuk ke ruanganku.

Aku menelpon reyna meminta ovi untuk membantuku melayani pasien vip. Tak lama ovi sudah berdiri di depanku. Ia tak menatapku sedetikpun. Keadaan ini sangat menggangguku. Namun aku tak punya waktu untuk membahas masalah ini. Pasien vip menumpuk setelah 1 minggu aku gak masuk. Akhirnya aku memilih untuk fokus ke pasien dulu.

Sudah jam 15.00, shift satu ovi sudah selesai. Namun pasienku belum usai. Aku melirik ovi yang masih setia menemaniku melayani pasien. Sejak tadi aku tidak mendengar suaranya.

"Kamu pulang saja, udah waktunya pulang kan?" Ujarku ketika pasien ini selesai. Masih ada dua pasien lagi, namun aku tidak mungkin meminta ovi untuk lembur. Ovi yang mendengar ucapanku segera melepas apronnya dan keluar dari ruangan vip. Aku menggigit bibirku lagi menahan kesal. Ingin rasanya aku menahan dan berbicara sebentar dengan gadis itu.

Aku kembali kerumah sebelum jam makan malam. Aku tidak melihat ovi disana.

"Ovi dmna buk?" Tanyaku pada buk asih yang sedang meghidangkan makanan untukku.

"Dikamar non. Akhir-akhir ini neng ovi makan diatas, jam nya juga gak nentu. Mungkin karena non tesa gak ada" jelas buk asih. Aku mengangguk. Aku menatap layar hp ku, chat gak ya. Aku jadi ragu melihat sikapnya.

"Biar saya panggilin ya non" ucap buk asih, ah tidak. Aku melarang buk asih.

"Biar aku saja buk, nanti saya anter makanannya ke atas"

Aku sudah berdiri di depan kamar ini 5 menit. Ketuk, tidak, ketuk, tidak. Ah bodo. Akhirnya aku memgetuk. Tak lama pintu terbuka. Aku terpana, ovi memakai piyama pink. Rambutnya ia cepol, sepertinya ia memakai lip balm disana, bibirnya terlihat pink dan lembut. Ah kenapa jadi lihat bibir sih.

"Kamu makan dulu nih" ucapku menjulurkan nampan berisi makanan. Ovi mengambil nampan dari tanganku, belum sempat aku bicara ovi sudah menutup pintu kamarnya. Aku berdecak kesal dan pergi dari sana.

Aku merebahkan tubuhku dikasur. Gila ya ni anak benar cuekin aku. Kacau juga nih kalau lagi marah. Aku harus ngapain nih. Aku meraih hp dan mengetik pesan untuk ovi.

Makan yang banyak...

Marahnya jangan lama...

Aku kesepian..

Dibaca. Pesanku dibaca langsung. Ah berarti dia menunggu pesanku. Atau kebetulan aja?. Aku menatap layar hp menunggu balasan darinya.

10 menit

30 menit

1 jam

Weh aku kesal sekali. Aku melempar hp ku ke ujung kasur. Aku menenggelamkan wajahku ke bantal. Anak ini balas dendam kah?. Aduh aku gak tau ah. Aku mematikan lampu kamarku dan tidur.

I Get Tachycardia When I'm With YouOn viuen les histories. Descobreix ara