*SPECIAL EDITION* (21+)

Mulai dari awal
                                    

"Main, yuk." Ajak Andin sekali lagi. Perlahan Aldebaran hanya mampu terkekeh kikuk, dan dengan terpaksa menganggukkan kepalanya pasrah.

Sementara itu, di luar kamar mereka, tepatnya di depan pintu kamar tersebut, terlihat Damar, Rossa, dan Roy yang berusaha untuk menguping apa yang sedang terjadi di dalam sana. Ketiganya memasang telinga mereka pada daun pintu itu dengan seksama.

"Kok nggak ada suaranya ya, Pa?" Tanya Rossa dengan polosnya.

"Tahu nih, Ma. Papa juga belum dengar apa-apa." Sahut Damar dengan kocaknya.

"Paling juga Al sudah teler karena acara seharian. Staminanya nggak tangguh itu, Pa." Ejek Roy.

"Masa sih sudah ketiduran?" Rossa meragukan dugaan putra bungsunya itu.

"Eh, ada suara, Pa." Bisik Roy semakin melekatkan daun telinganya di pintu itu dengan semangat.

"Yang bener?"

Sayup-sayup terdengar suara dari dalam kamar. Suara itu tak lain adalah milik Aldebaran dan Andin yang terdengar saling bersahutan, lembut.

"Yahh..."

"Makanya, pelan-pelan, Mas."

"Nggak bisa, Andin. Ini harus langsung didorong."

"Dorongnya pelan-pelan, sayang."

"Aduhh!"

Mendengar obrolan di dalam sana, membuat tiga orang yang menguping di depan pintu itu saling menatap satu sama lain.

"Waduh, masa sudah panas aja sih." Celetuk Roy, tak percaya.

"Tandanya anak papa itu hebat." Sahut Damar membuat Roy merengut kesal.

"Sudah, sudah. Kita balik ke kamar masing-masing aja. Nggak baik terus nguping begini." Ujar Rossa membuyarkan aktivitas mereka.

"Tapi lagi seru, Ma." Sahut Roy, pelan.

"Roy, mau pergi sendiri atau mama yang tarik." Ancam Rossa.

"Iya, iya."

Setelah memastikan apa yang sedang terjadi di dalam sana, ketiganya pun memutuskan untuk pergi dan membiarkan kedua pengantin baru itu dengan privasi mereka. Padahal yang sedang terjadi di dalam kamar itu tak seperti yang mereka bayangkan.

Andin dan Aldebaran masih asik bermain lego stacko itu dengan menyusun balok warna-warni tersebut, yang mana apabila salah satu mereka kalah atau melakukan kesalahan, maka yang menang berhak menjentikkan jarinya pada kening lawannya.

"Mas, jangan kenceng-kenceng!" Seru Andin saat ia baru saja menjatuhkan beberapa balok lego tersebut, yang berarti ia harus menerima hukuman.

Aldebaran menatap istrinya dengan tajam sambil menggerak-gerakkan jari-jarinya sebagai ancang-ancang untuk melayangkan hukumannya di dahi wanita itu. Melihat ancang-ancang Aldebaran yang meresahkan, Andin langsung bangkit dari posisi duduknya, lalu berlari jauh ke salah satu sudut kamar. Aldebaran tentu tak tinggal diam. Ia mengejar Andin dengan penuh ambisi. Namun Andin tetap gesit menghindar disertai dengan tawanya yang cekikikan.

"Andin, hei." Aldebaran berdecak kesal karena tak kunjung berhasil menangkap wanita itu.

"Ayo tangkap kalau bisa." Sahut Andin seolah menantang.

"Curang kamu, ya!"

Dengan gesit Aldebaran kembali mengejarnya. Mereka bolak-balik berkeliling di kamar itu dengan gelak tawa mereka berdua, hingga tiba-tiba kaki Andin tak sengaja tersandung, namun bisa segera ditangkap oleh Aldebaran. Hal itu justru membuat keduanya terjatuh di atas tempat tidur yang kelopak-kelopak bunganya sudah terhambur kemana-mana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Forever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang