[02]

32 4 1
                                    

“Fiona!”

Fiona berhenti berjalan cepat –berlari lebih tepatnya, saat mendengar suara Mark memanggilnya.

Mengambil risiko dengan melirik sebentar ke arah atas, feeling Fiona kemudian terbukti kala melihat Marvello dan  Lucas masih memperhatikan mereka dari lantai dua.

Mark nyaris mendongak sampai Fiona mengambil satu tangannya. “Jangan lihat ke sana,” ucap Fiona di leher Mark –tindakan yang lagi-lagi membuat jantung pria itu seolah dibawa lari marathon apalagi setelah Fiona kembali melingkarkan tangannya hingga membuat Mark dapat mencium wangi tubuhnya yang beraroma lilac. “Marvello masih ngeliatin kita dari atas.”

“Oke….” Tangan Mark tanpa bisa dicegah mulai mengusap rambut Fiona lembut. Mark lalu mendekatkan wajah ke telinga gadis itu. “Jadi, sampai kapan kita harus pelukan kaya gini, Fi?”

Alis Fiona bertaut ketika dengan cepat dia menjauhkan tubuhnya. Bibirnya yang berwarna merah muda mengerucut, dan Mark tidak pernah merasa seperti ini saat memperhatikan bibir wanita. Bayangan ciuman panas mereka terputar membuat Mark kembali ingin merasakan bibir yang kini terlihat lebih tebal dari sebelumnya itu.

“Kamu mau pulang ke rumah, atau masih ada urusan lain habis ini?” Mark berdeham saat suaranya terdengar lebih berat dari sebelumnya. “Atau kita perlu ke tempat lain dan meneruskan yang tadi, Fi?”

“Jangan mimpi, Mark. Kita nggak punya urusan lain lagi setelah ini.”

Mark terkekeh. “Oke… but, aku tebak kita harus masuk kendaraan yang sama sekarang atau semua yang kita lakuin tadi nggak akan ada artinya. So, may I…?”

Fiona ragu sejenak sebelum kembali membiarkan tangannya digenggam oleh pria itu dan mengikutinya masuk ke dalam mobil miliknya.

Dia pasti sangat bodoh karena membiarkan Mark mengejeknya sampai sejauh ini. Bahkan ketika mereka sudah meninggalkan area restaurant, Mark masih belum puas juga menggodanya. Dia menyentuh bibirnya sesekali, lalu menatap ke arah Fiona dan kembali menatap ke jalan raya secara berulang. Fiona yang mulai gemas akhirnya buka suara.

“Ada sesuatu yang mau lo omongin, Mark? By the way, lo bisa turunin gue di depan sana,” ucap Fiona seraya menunjuk ke arah halte bus tidak jauh di depan mereka. Perlahan hujan mulai turun. Dan Fiona lebih memilih untuk kehujanan saja dari pada berada di mobil pria itu lebih lama.

Halte bus terlewat di hadapannya, pun hujan mulai turun dengan lebih deras ketika pria itu baru menghentikan mobilnya di depan lampu lalu lintas yang berubah warna menjadi merah.

“Apa ciuman tadi itu perlu, Fi?” tanya Mark tiba-tiba, “Aku cuma nggak nyangka kamu banyak berubah.”

“Hah?”

“Bukan berarti aku nggak suka. Cuma … bingung. Kenapa kamu lakuin itu, Fiona Obelia Gunawan?”

Seorang Fiona yang terkenal cupu semasa SMA, murid beasiswa yang terkenal pintar, cantik walau tertutup penampilan yang sederhana bahkan terkesan norak. Mark ingat mereka pernah digosipkan berpacaran dulu, bahkan lebih dari itu hanya karena mereka pernah tidak sengaja bertemu di UKS saat jam pelajaran berlangsung dan penampilan mereka kebetulan sama-sama berantakan. Mereka satu kelas selama dua tahun yaitu di kelas sebelas dan dua belas. Gosip tentang keduanya lalu menjadi semakin kuat saat Fiona dipekerjakan menjadi guru privatnya oleh Bunda Mark yang merupakan salah satu guru di sekolah mereka. Tidak ada yang bisa Mark lakukan untuk menghentikan rumor yang menjadi semakin liar. Semakin banyak yang terang-terangan menggunjing Fiona. Beberapa foto editan mereka tersebar di sosial media. Walau begitu, Mark melihat Fiona seperti tidak merasa terganggu sama sekali.

That Nerd is My Crush (Mark Lee)Where stories live. Discover now