"Coba lo pikirin deh. Diklat mereka kan hanya berlangsung satu tahun, sementara sekarang sudah setahun lewat dua bulan. Mana janjinya kemarin kan seminggu sebelum tunangan gue sama Aurora, dia mau balik. Eh ternyata nggak balik-balik sampai sekarang. Terus ditambah nggak ngasih kabar pula. Kan aneh, iya kan?" Tutur Roy dengan iseng, namun dengan raut sok seriusnya.

"Apaan sih, Roy. Mas Al bukan tipe cowok begitu, ya. Emangnya dia kayak lo." Hardik Andin dengan nada kesalnya.

"Masa abangnya sendiri diomongin begitu." Kali ini Rossa ikut memprotes.

"Ya kita coba berpikir logis saja ya, Ndin. Setahun berada di negara maju seperti itu, pasti Al banyak kenal dengan cewek-cewek bule disana. Mungkin Al tipe cowok yang pasif kalau sama cewek. Tapi dengan pesona seorang Aldebaran, pasti sudah ada cewek yang tertarik sama dia. Bagaimana kalau cewek yang tertarik sama dia itu adalah cewek agresif? Apa lo nggak khawatir?" Dengan usilnya pria itu terus berusaha memperpanas keadaan, lebih tepatnya memanasi perasaan Andin yang sebelumnya sudah tidak karuan itu.

"Roy!" Rossa memperingatkan putranya.

Meski Andin sangat percaya pada kekasihnya, namun apa yang dikatakan Roy tadi cukup mengganggu pikirannya. Dengan jarak yang begitu jauh dan intensitas komunikasi yang terbatas, wajar apabila menimbulkan rasa khawatir di benak Andin mengenai kekasihnya. Bukan hanya khawatir jika Aldebaran dekat dengan perempuan lain, tapi ia juga mengkhawatirkan jika terjadi hal-hal buruk pada pria itu. Terlebih hingga sekarang belum ada kabar yang jelas. Perasaannya semakin gelisah.

"Sayang, kamu nggak usah overthinking dengan apa yang Roy katakan, ya. Kamu tahu sendiri kan kalau anak ini suka usil." Ujar Rossa saat melihat perubahan raut wajah Andin yang tampak gelisah.

"Ya habisnya anak mama itu sudah nggak menepati janjinya. Katanya mau pulang H-seminggu sebelum pertunanganku. Tapi buktinya apa? Jangan-jangan mau jadi Bang Toyib yang nggak pulang-pulang." Roy tampak mengomel dengan rasa kesal.

"Ya kita harus sabar, dong. Mungkin masalah visanya kemarin belum selesai. Kita tunggu saja sebentar lagi." Ujar Rossa mencoba menenangkan, meski sebenarnya ia pun merasa khawatir.

"Tenang ya, Andin. Tante yakin semuanya akan baik-baik saja." Kata Rossa sambil mengelus rambut gadis cantik itu. Andin memberikan senyuman manisnya, lalu mengangguk, berusaha menghilangkan segala pikiran-pikiran negatifnya.

_________________________________

Pagi masih nampak gelap, namun Rossa sudah terbangun. Perempuan itu keluar dari kamarnya dan menyalakan lampu ruangan tengah saat ia baru saja turun dari tangga. Rossa terlonjak kaget saat melihat sesosok laki-laki yang tertidur pada sofa ruangan tengah itu. Laki-laki itu adalah Roy. Ia menggelengkan kepalanya, lalu berjalan menghampiri sang putra.

"Roy! Hei, bangun, sayang." Rossa menggoyang-goyangkan bahu putranya yang terlelap dengan nyenyak itu.

"Roy..."

"Emhh, ngantuk, Ma." Gumam Roy dalam kondisi masih tertidur.

"Pindah ke kamar dong. Masa tiduran disini."

"Tanggung, Ma."

Rossa hanya bisa menghela nafasnya, memaklumi kelakuan putra bungsunya itu. Jika sudah begitu, maka Rossa tidak akan bisa memaksa pria itu untuk bangun atau bahkan berpindah. Akhirnya, ia pun memilih meninggalkan putranya dan beranjak menuju dapur.

//Ting Tong!!//

Suara bel rumah terdengar menggema namun masih tak mampu membangunkan Roy, meski awalnya sedikit terusik dengan suara itu.

Forever AfterDonde viven las historias. Descúbrelo ahora