Bagian Tunggal

96 7 0
                                    

"Kak San, bio Instagram dan Twitter-nya kenapa jadi 'samsak tinju'?"

"Insan, lo lagi doyan tinju, ya? Haha."

"Ih, Kak Insan dijadiin bulan-bulanannya siapa? Spill, Kak!"

"Hi, are you looking for a part-time job?"

Oke, yang terakhir memang teks sampah yang masuk ke kotak pesan langsung media sosialku beberapa waktu terakhir. Sisanya merupakan pesan-pesan non-bot yang kuterima setelah aku menulis 'samsak tinju' di bawah nama penggunaku. Dimaklumi, karena agaknya mustahil jika tiada dari tiga juta pengikutku di dua media sosial favoritku yang menyadari perubahan dari aktivitas digitalku, terlepas dari tingkat keremehannya.

Iya, aku merasa layaknya samsak tinju. Lebih tepatnya, barangkali memang sudah lama aku adalah samsak tinju, tapi barulah kusadari sekarang.

Aku adalah samsak tinju.

Samsak tinju bagi mereka para penggemar salah satu olahraga. Satu-dua tim berulah demi aku dan keberadaanku, para penggemar akan mencela aku dan keberadaanku, menanyakan mengapa orang sepertiku harus diikutsertakan dalam euforia mereka. Lo tuh enggak diajak!

Oh, iya, memang gue enggak diajak. Jujur, aku bahkan tidak tertarik dengan euforia mereka. Aku hanya mengurusi urusanku sendiri setiap waktu, tak pernah aku meminta kesatria beralaskan cleats untuk membelaku di tanah penduduk yang tak ingin memusingkanku. Tak perlu. Cih, tak tahulah mereka aku tidak selemah itu.

Buktinya, aku adalah samsak tinju.

Samsak tinju bagi mereka para sok-maha-pribumi-dan-maha-adam. Tiga-empat kilasan mengenai penduduk salah satu negara Asia Timur, dan mereka akan mencela para penghuninya, penggemar bentuk kulturnya, dan yang setidaknya memiliki bentuk visual serupa, termasuk aku. Tong kosong nyaring bunyinya, pasti lo menye-menye dan kemayu sukanya.

Maling teriak maling, kenapa lo sebegitu pedulinya dengan urusan gue, nying? Mohon maklum atas kata terakhir, tapi tidak perlu merendahkan selera orang atas drama atau musik dari etnis berbeda dapat menaikkan derajatmu sebagai manusia lebih baik. Atau, mungkinkah terpikirkan jika penampilanku yang tampak berbeda akan menekankan eksistensimu kepada yang lainnya? Menyedihkan jika demikian.

Namun, meskipun terang benderang hingga menggelapkan sisi mereka, aku tetaplah samsak tinju.

Samsak tinju bagi mereka para pengikut militan pesohor sebelah. Iya, pesohor sebelah yang kebetulan mewawancarai seseorang dengan hajaran pertanyaan untuk menelanjanginya di depan layar umum; demi hiburan parasitisme yang dapat mengisi pundi si pesohor. Hati-hati, warna-warni!

Di situlah samsak tinju ini merasakan pukulan menyakitkan, tepat pada ulu. Tergoyang, segala seakan berbayang untuk beberapa saat.

Satu ... dua ... tiga momen, bergeming.

Mau kubalas apa?

Pada akhirnya, aku hanyalah samsak tinju.

Samsak tinju tebal yang menyedihkan, lebih sering kali bungkam dibanding balas berteriak lantang.

Maka, samsak tinju ini ingin berterima kasih kepada Kaneshiro Muneyuki, anak-anak tahan peluru, dan sekutu paling tangguhku yang ingin sekali aku meminta maaf padanya serta marah untuknya.

"Insan, enggak cuma kamu doang yang merasa kayak samsak tinju setiap saat."

Samsak TinjuWhere stories live. Discover now