15🌊; Hilang tanpa sisa

90.3K 6.7K 8.7K
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!


Malam itu juga, sekiranya sekitar kurang lebih satu jam setelah Tsunami menyapu seluruh kota. Tim SAR langsung terjun ke tempat kejadian, dimana banyaknya manusia tergeletak tak beraturan disembarang tempat. Ada yang masih diberi napas, ada pula yang sudah tak terhitung berapa lama napasnya habis.

Sama halnya dengan Windu. Tubuh bongsornya dibopong setelah ditemukan sudah tak bernyawa lagi. Windu tergeletak dengan keadaan setengah terkubur oleh tanah. Badan bagian bawahnya tertimpa puing-puing rumah dan tanah basah.

Dan tepat di samping Windu, Khalid ternyata sudah lebih dulu dievakuasi sebab napasnya masih ada. Khalid masih hidup meski kesadarannya hilang. Laki-laki itu langsung dilarikan ke rumah sakit darurat, rumah sakit yang tanpa Khalid tahu, adalah rumah sakit yang sama seperti Bapak.

Sebab Bapak pun ditemukan tergeletak di atas reruntuhan kayu dengan keadaan pingsan. Bapak pingsan karena lemas begitu melihat kehancuran yang begitu dahsyat tepat di depan matanya. Begitu sakit hati Bapak setelah menyadari kalau anak-anaknya tak bisa ia selamatkan seperti manusia-manusia yang terapung-apung di atas air malam itu.

Dan tak lama kemudian, selisih beberapa menit saja, Nadi, Esa dan Dipa ditemukan tak terlalu jauh dari satu sama lain. Nadi bahkan hampir tak terlihat kalau saja salah satu Tim SAR tidak melihat kakinya keluar dari celah puing-puing rumah. Karena dengan begitu, Nadi yang hampir seluruh tubuhnya tertimbun reruntuhan, dapat ditemukan meskipun sudah tak bernyawa seperti saudara-saudaranya yang lain.

Esa dan Dipa tak terlalu menyulitkan proses Evakuasi, karena keduanya tergeletak di atas reruntuhan dan tanah lembab. Di wajah Dipa terdapat banyak sekali luka, sedangkan Esa malah terlihat sangat menyedihkan karena kulit kakinya sobek dan menganga cukup lebar. Meskipun tidak mengeluarkan darah, tetapi bisa membuat setiap mata yang melihatnya bergidik ngeri.

"Astagfirullahal'adzim.. Tadi Mas Nadi, sekarang Mas Esa sama Dipa."

"Ya Allah, Gusti nu Agung... Kenapa harus semuanya.." isakan Pak RT terdengar sangat lirih.

Matanya menerawang luas ke setiap penjuru. Rata semuanya, hanyut dibawa air. Istrinya, anaknya, keduanya ditemukan meninggal dunia dengan posisi saling berpelukan. Hanya ia sendirian yang selamat, dan memilih untuk ikut turun tangan mencari warga-warganya yang belum ditemukan sampai sekarang.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Terhitung kurang lebih ada 11 ribu jiwa yang menjadi korban. Peristiwa semalam adalah bencana paling Dahsyat yang mampu menghancurkan seluruh kota hanya dalam waktu singkat. Bahkan saking singkatnya sampai mampu meluluh lantahkan bangunan-bangunan besar dan menghilangkan banyak nyawa.

Dari arah seberang, banyak sekali mayat manusia yang diangkat, dibopong, dan dipangku. Semuanya terlihat seperti mimpi. Ada Simbah di sana, digotong oleh sejumlah orang untuk segera di Evakuasi. Tubuh ringkih itu masih menggunakan baju koko putih, lengkap dengan tasbih yang menggantung diantara jari-jarinya. Koko yang semula bersih, kini dipenuhi oleh lumpur.

Laut pasang, 1994 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang