11🌊; Hilang separuh

58.7K 5.2K 1.3K
                                    

Happy Reading!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Happy Reading!


Dewangga punya seribu pertanyaan di kepalanya. Pertanyaan tentang apa yang harus dia lakukan ketika dihadapkan dengan situasi seperti saat ini.

Dari lima belas menit yang lalu seharusnya Dewangga sudah pulang ke rumah. Tapi karena Apta dan Hartono datang ke warung dan mengganggunya beres-beres, alhasil Dewangga harus pulang agak terlambat dan sedikit lebih lama menghabiskan waktu di warung. Hingga tanpa ia sadari, dari jarak yang tidak begitu jauh, Laras berjalan mendekat. Wajahnya begitu ayu. Laras terlihat berkali-kali lipat lebih cantik sore ini.

Dewangga jelas sempat mematung. Berusaha mati-matian mengembalikan kesadarannya yang hampir saja terenggut oleh eksistensi Laras di sana.

"Mas." Suaranya semakin mendekat, dan bisa Dewangga lihat, Laras kini sudah berada tepat dihadapannya.

Memakai baju kuning pudar bermotifkan bunga, dan rok sebatas betis, serta rambut yang sengaja digerai, membuat Dewangga terpanah seketika. Bagaikan sihir, laki-laki itu seolah masuk ke dalam lubang tanpa batas yang Laras suguhkan. Sampai pada akhirnya, Dewangga sadar, kalau ia tidak boleh sampai jatuh dan terperosok, apalagi tersesat.

"Laras? Kemana saja?"

Basi. Laras lebih menginginkan kejelasan daripada sapaan seperti itu. Alasan datang menemui Dewangga pun sebetulnya Laras hanya ingin kejelasan, kejelasan tentang hubungan yang seharusnya memang sudah selesai.

Tidak ada jawaban. Laras hanya memandangi Dewangga sampai rasanya laki-laki itu salah tingkah dibuatnya. Dewangga merasa begitu bodoh dan tolol. Menatap dirinya sendiri dari pantulan jendela rumah Pak Dirman, membuatnya semakin terlihat seperti pecundang. Dewangga tidak bisa apa-apa selain menatap kesembarang arah, menghindari tatapan yang Laras berikan.

"Ucapan bapak semuanya benar kok, Mas. Hanya tinggal bagaimana cara kita menanggapinya." Laras masih mengarahkan seluruh fokusnya pada Dewangga.

"Aku juga sudah memutuskan kalau sebaiknya kita sudahi saja semuanya. Aku tetap dijalanku dan Mas tetap dijalan Mas juga. Masih ada banyak perempuan yang jauh lebih pantas dibandingkan aku, Mas. Yang jelas satu kepercayaan dengan Mas."

Hembusan napas panjang terdengar sebelum Laras kembali membuka suaranya. Dan sembari tersenyum, perempuan itu memainkan jari-jari tangannya tanda ragu.

"Aku minta maaf karena sudah menjadi alasan Mas dan Bapak bertengkar kemarin. Atau mungkin bahkan, tanpa sepengetahuan ku, kalian lebih sering bertengkar karena aku. Aku minta maaf, ya, Mas. Sampaikan permintaan maafku sama Bapak juga."

Kemudian setelahnya, gadis itu pun kembali menatap Dewangga, masih dengan senyuman paling manis sekaligus menyakitkan untuk Dewangga lihat.

Laut pasang, 1994 Where stories live. Discover now