Gaun berlumur noda

13 2 0
                                    


Di atas hamparan rumput hijau dengan bunga bermekaran ini aku berpijak. Ku langkahkan kakiku, gaun yang menjuntai menyapu rerumputan yang basah setelah hujan membasahi tempat ini. Aku berjalan, menuju ke sebuah tempat di ujung sana.

Tempat yang sederhana, namun sarat akan berjuta kenangan manis yang tak akan sirna. Tempat dimana aku dan kamu menghabiskan waktu bersama, bercanda tawa, dan belajar banyak hal. Tepatnya 5 tahun lalu kali pertamaku berjumpa denganmu. Kala itu, kami bertemu di sebuah stasiun.

Klotak klotak klotak

"Duhh, semoga aku tidak tertinggal kereta". 

Ku tarik koper besarku dengan tergesa akibat waktuku terbuang dalam kemacetan yang parah. Aku berlari dan sesekali melihat jam yang melingkar pada pergelangan tanganku. Aku tak memperhatikan jalan sehingga-

Brukkk

Tubuhku menabrak sesuatu dan terjatuh. Spontan tanganku menyentuh kepalaku. Salahku memang, kecerobohanku merugikan orang lain. Saat kubuka mata, sebuah tangan dijulurkan di hadapanku.

Si pemilik tangan mencoba membantuku bangkit. Aku terdiam sejenak lantas meminta maaf karena telah menabraknya. Namun, orang itu hanya tertawa dan mengatakan tak apa. Aku cukup senang karena ia berada di gerbong yang sama dan bahkan duduk bersebelahan denganku.

Selama di perjalanan, kami bercengkrama dan saling bertukar cerita satu sama lain. Perjalanan yang kukira akan membosankan ternyata hanyalah ilusi belaka. Kami bertukar nomor ponsel dan berfoto bersama.

Singkatnya, aku telah sampai pada tujuan. Ku rogoh saku dan mengetik sesuatu pada layar ponselku. 'Destinasi menarik daerah xxx', itulah yang kuketik. Aneh memang, aku berlibur tanpa tahu kemana harus pergi.

Ku dekatkan ponselku padanya lantas kukatakan bahwa itu adalah tempat menarik untuk dikunjungi. Ia menyetujui usulanku. Padahal kami baru saja saling kenal tapi lagaknya seperti pasangan yang sedang berkencan hahaha.

Kami menghabiskan waktu dengan penuh sukacita. Kami pergi ke restoran bintang lima, mengunjungi museum dan berswafoto ala museum date, bermain boneka capit dan ia mendapatkan boneka kucing berukuran jumbo lalu ia berikan padaku. Ia berkata bahwa tingkah laku ku mirip seperti kucing kecil yang serba tahu. 

'kamu imut, seperti boneka kucing ini. Tapi kamu jauh lebih imut'.

Aku terkejut ternyata tempat yang kami tuju merupakan daerah tempatnya berasal. Kami memasuki area hutan yang dipenuhi pepohonan rimbun serta rintik-rintik hujan yang membasahi kaca mobil. Ia mempersilahkanku mendatangi kediamannya. Rumah bergaya klasik tahun 90-an.

Ia membukakan pintu mobil dan menggenggam tanganku. Sepintas rumah ini sangat sunyi. Tak ada satupun suara orang berbincang. Ia berjalan menaiki anak tangga dan mengetuk pintu.

Seorang wanita paruh baya membuka pintu dan bertanya padanya,

"Siapa gadis cantik yang kau bawa?". Ucap wanita itu seraya menatapku dari ujung kepala hingga mata kaki.

Ia berkata, "Aku bertemu dengannya di stasiun keberangkatan, bu". 

Aku tersenyum dan mengecup punggung tangan sang ibu.

Aku dipersilahkan memasuki rumah dan kurasakan suasana rumah yang benar-benar hidup. Anggota keluarganya berkumpul dan salah satu gadis mungil disana berteriak,

"PAMAN MEMBAWA KEKASIHNYA KESINI!!!" lantas membuat seluruh mata tertuju padaku.

Gadis-gadis seusiaku mendekat dan memujiku. Mereka bertanya apakah boleh menyentuh rambut pirangku lalu aku menjawab, 

"Tentu".

Ia kewalahan saat berbagai pertanyaan dilontarkan padanya mengenaiku. Aku hanya tertawa geli. Mereka mengajakku makan malam bersama dan dalam waktu sekejap, aku sudah dianggap bagian dari keluarganya. Sejak saat itulah kami menjadi semakin dekat.

Di hari berikutnya, ia mengajakku mengunjungi tempat favoritnya. Namun sebelum sampai tujuan, kami harus melewati hamparan padang rerumputan yang luas. Alangkah beruntungnya bunga bunga tengah bermekaran dan ia mengambil bunga tersebut lalu diselipkan pada telingaku. 

"Cantik" katanya.

Tiga tahun sudah aku bersamanya. Suka dan duka kami lalui bersama. Tepat saat ini, ia berlutut dihadapanku, membuka kotak kecil berisi cincin seraya berkata,

"Tak banyak hal yang bisa kuberi dan membuatmu bahagia, tetapi maukah kamu mendampingiku dan menjadi milikku sehidup semati?".

Aku mengangguk lalu memeluk dirinya. Aku menangis dalam pelukan dan membasahi kemejanya.

Aku teringat dengan sebuah tempat yang ia janjikan untuk mengajakku kesana. Ia berkata akan menunjukkannya suatu hari nanti dan hanya mengatakan,

"Tempat indah yang akan menjadi saksi perjalanan kisah kasih antara dua insan yang saling mencintai". 

Seperti itu katanya. Mau tak mau, aku harus menunggu hingga saat itu tiba.

Saat-saat dimana semua kebahagiaanku direnggut. Dua bulan setelah ia melamarku, ia kembali pada pekerjaannya di luar negeri sementara aku tinggal bersama keluarga besarnya. Sepanjang waktu, kami saling bertukar pesan dan sesekali menelepon guna memberi kabar. Tak henti-hentinya rasa cemas dan khawatir menghampiriku namun ia selalu berkata,

 "Kamu tak usah khawatir, aku baik baik saja disini karena selalu ada kamu di hatiku".

Jam menunjukkan pukul 03.45 waktu setempat. Aku kembali menanyakan kabarnya namun tak mendapat balasan satupun. Sedari tadi aku hanya berjalan kesana kemari, menggigit ujung jemariku sebagai pelampiasan rasa cemas. Aku hanya bisa berharap semoga semua baik-baik saja.

Pukul 05.00 sudah ribuan pesan yang kukirim padanya dan tak satupun terbaca olehnya. Aku tak menyerah, aku berusaha menelepon kembali dan menangis kala telepon itu terangkat.

"H-halo... syukurlah kamu angkat teleponku. B-bagaimana keadaan disana?". Suaraku tergagap.

Aku bisa mendengar dengan jelas bagaimana keadaan dalam pesawat. Riuh suara penumpang ketakutan dan ia berkata,

"Ada sedikit masalah, tapi semua pasti akan baik-baik saja. Jangan khawatir".

Aku tak bisa memikirkan apapun selain keadaannya. Ibu mendekapku untuk menenangkan diriku.

Seluruh keluarga saling menenangkan dan menguatkan satu sama lain. Namun, jika Tuhan berkehendak lain, kita bisa apa?. Terpampang jelas kabar televisi menyiarkan tragedi mengerikan yang tak hanya merenggut nyawa lelaki yang kucintai tetapi juga seluruh penumpang. Pesawat yang ditumpangi saling berbenturan dengan pesawat lain dikarenakan hujan deras serta badai yang menerjang hingga burung besi itu kehilangan kendalinya.

Seluruh awak pesawat terjatuh di perairan dan seluruh petugas dikerahkan guna menemukan jasad-jasad penumpang. Aku menangis sejadi-jadinya saat jasadnya berada tepat di hadapanku. Tubuhnya terbujur kaku dan perlahan membusuk. Aku meraung dan berteriak, meneriakkan namanya sekuat tenaga.

Aku hancur. 

Jiwaku telah hancur. 

Separuh jiwaku telah hancur tak tersisa. 

Jiwaku benar benar hancur.

Langit pagi itu sangat gelap seakan ikut sedih mengiringi kepergian jasadnya hingga ke peristirahatan terakhir. Mataku sembab, menangisi lelaki yang kusayangi, kucintai. Ku sentuh batu yang terukir namanya. Tubuhku bergetar, wajahku menyentuh tanah bertabur kembang.

Kini, aku masih berdiri diatas hamparan padang rumput hijau. Aku sudah merelakannya. Tuhan jauh lebih sayang padanya. Gaun yang akan kukenakan di hari sakral berlumuran noda akibat genangan air hujan.

Gaun yang menjuntai itu terseret menuju sebuah tempat. Tempat yang ia bilang merupakan tempat indah yang akan menjadi saksi perjalanan kisah kasih dua insan yang saling mencintai, sebuah taman yang kabarnya akan menjadi tempat dimana kami mengucap janji suci sehidup semati.

Gaun berlumur nodaWhere stories live. Discover now