Chapter 5 ♥ Seseorang dari Masa Lalu

42 3 0
                                    

"Benar kata ibumu. Kota ini sudah banyak berubah." Mata Hazel tak henti-hentinya menelusuri setiap sudut bagian kota yang dilewati. Teman masa kecilnya, Irvin, duduk di sampingnya, di belakang kemudi. Lelaki itu mengemudikan Fortunernya dengan santai yang membuat waktu terasa melambat bagi Hazel.

Ada kebisuan selama perjalanan antara Hazel dan Irvin. Mereka yang dulu selalu tertawa dan uring-uringan bersama, kini setelah sekian lama tidak bertemu, rasanya sangat canggung. Namun Hazel berusaha mencairkan suasana meski hanya dengan sesekali mengomentari perubahan kota ini di sana sini.

Irvin berdehem. Dia sedikit menoleh ke Hazel. "Tapi temanmu ini tidak pernah berubah."

"Oh, ya?!" Hazel mengalihkan pandangannya dari jendela kaca mobil lalu menoleh ke Irvin dengan sedikit mata membulat. Gadis itu lalu menyipitkan mata, mengamati Irvin dari bawah hingga atas, membuat lelaki itu mengerutkan dahi.

Irvin melirik ke Hazel. Dia tidak menyangka akan mendapat respon seperti itu, "apa?!"

"Justru kau yang paling banyak berubah dari semuanya," suara Hazel penuh penekanan. Dia tersenyum tipis. "Kau berubah, Irvin. Kau ..."

"Yeah, aku tahu." Irvin berkata cepat sambil sedikit terkekeh. "Jika maksudmu penampilanku tidak seculun dulu, yeah ... tapi percayalah. Aku masih orang yang sama ..."

Hazel tergelak memperlihatkan deretan gigi putihnya. "Kau tidak perlu mengatakan itu. Aku percaya ..."

Hazel mengenal Irvin di sepanjang masa kanak-kanak hingga awal remajanya. Lelaki itu bukan tipikal yang urakan, atau tebar pesona. Irvin pendiam dibandingkan teman-temannya, tapi akan berubah cerewet saat bersama Hazel. Selalu ada cerita-cerita kejadian yang dialami Irvin diceritakan pada Hazel dan gadis itu selalu memasang telinganya dengan sabar mendengarnya.

Hazel menggeser duduknya sedikit miring ke arah Irvin. Gadis itu tak pernah membayangkan penampilan Irvin bisa berubah seperti sekarang. Hazel masih ingat bagaimana Irvin kecil dengan rambut ikal dan sebuah kaca mata ber-frame bundar. Pipi chuby dengan lesung di pipi kirinya membuat Irvin terlihat menggemaskan.

Itu dulu. Sekarang lelaki yang duduk di sampingnya itu terlihat lebih fashionabel. Irvin memotong rapi rambutnya. Tak ada lagi kacamata. Pipinya juga lebih tirus dan berotot. Satu yang tidak berubah adalah kesung pipi yang membuat Irvan terlihat lebih manis saat tersenyum.

"Hei, kau mau makan es cokelat?" tanya Irvin saat mobil yang dikemudikannya akan melewati sebuah bangunan kuning dua lantai bertuliskan Kool.

"Oh, kedai es waktu kita kecil." Hazel mengikuti telunjuk Irvin mengarah bangunan di depan mereka. "Apa kau yakin mereka masih punya es potong itu?"

"Kita tidak akan tahu kalau tidak mampir." Irvin mengemudikan Firtunernya perlahan saat mulai mendekat ke kedai Kool. "Kau tetap di sini. Biar aku yang turun."

Irvin memakirkan mobilnya di pelataran kedai Kool. Bangunan kedai itu tidak baru tapi bersih, tidak juga besar tapi punya pelataran luas. Ada beberapa kursi melingkar dengan payung besar di bagian dekat bangunan, selebihnya digunakan sebagai tempat parkir.

"Es potong 5," kata Irvin. Tangannya masih memindai kertas berlaminating dengan deretan menu kedai. Suaranya beradu dengan riuhnya suasana kedai yang bertepatan dengan jam makan siang. Anak-anak muda dari kampus seberang memenuhi kursi-kursi, sekedar berkumpul atau mengerjakan tugas. Deretan pancake, cake, crep, dan wafel yang silih berganti dikeluarkan dari dapur untuk diantar ke pemesan, menguarkan harum aroma perpaduan manis dan vanila.

Tidak banyak yang berubah dari kedai ini. Bangunan yang sama, interior yang sama. Tanggalan jadul yang masih menggunakan ejaan lama masih terpasang pada salah satu dindingnya seolah sengaja digantung untuk mengingatkan pengunjung betapa kedai ini hampir sama dengan usia mereka, atau malah lebih tua. 

BUKAN MONSTER IN LAWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang