Bagian 2 - Daddy

13.8K 409 4
                                    

Vira berumur dua puluh dua tahun saat bertemu Sulthan satu tahun yang lalu, tentu umurnya masih menginjak dua puluh satu tahun kala itu.

Mengambil jalan pintas tanpa memikirkan akhirat menjadi pilihan Vira, dibilang nekad sudah pasti, dibilang terpaksa, apalagi. Namun, ia akan jujur. Saat-saat bersama Sulthan begini ia merasa senang, seperti punya rumah walau rumah itu akan pergi satu tahun lagi.

Well, Vira sudah berjanji pada dirinya, Sulthan adalah sugar daddy pertama dan terakhir.

Cklek.

Pintu kamar terbuka tepat saat Vira baru menaiki ranjang, Sulthan datang bersama ponsel yang menempel di telinga. "Iya itu, yang matic saja." Si pria melangkah mendekati ranjang.

Vira menyambutnya dengan senyum manis, bahkan merentangkan kedua tangan ingin memeluk pria itu. Oh sudah ada kata matic, artinya mobil untuk Vira bukan? Nikmatnya banyak uang.

"Warna? Ada warna apa saja?" tanya Sulthan kepada lawan bicaranya sambil menaiki ranjang, menerima satu tangan Vira yang terulur.

Keduanya duduk berdampingan, awal mula, tapi, sikap genit Vira yang memang mendalami peran sugar baby berhasil membawa tubuhnya naik ke atas pangkuan Sulthan. "Aku mau hitam," bisik Vira mengecup puncak hidung Sulthan.

"Adanya merah?"

Senyum Vira langsung luntur. "Dad, aku mau hitam!" bisiknya kesal tertahan.

Sulthan hanya menatap Vira, satu tangannya memeluk pinggang ramping daun muda itu, mendorong tubuh Vira agar lebih merapat. "Putih? Kenapa warnanya terang semua?"

"Ish! Hitam itu pasaran, masa tidak ada!" Vira cemberut kesal.

Sulthan menjauhkan ponsel dari telinga, mendekatkan wajah dengan Vira. "Sold out, Baby, sabar, jangan membuat saya ingin mengakhiri pembelian ini hanya karena kamu sangat menggemaskan," bisiknya penuh peringatan. "Bisa usahakan warna hitam?" Lalu, kembali berbicara dengan seseorang di seberang ponsel.

Vira menyengir, memeluk leher Sulthan lantas memberikan kecupan-kecupan ringan di wajah pria itu sebagai bentuk rasa terima kasihnya.

"Lima hari? Tidak bisa besok?" Sulthan menghela napas, kembali menjauhkan ponsel. "Kalau mau warna hitam menunggu lima hari lagi, bagaimana?" tanyanya lembut kepada Vira.

"Lama banget, pilih sorum lain aja, Dad," merengek.

"Dia teman saya, Vira."

"Oh." Vira ber-oh lesuh, mau tak mau mengangguk pasrah, memang dia bisa apa? "Yaudah tungguin deh," ujarnya menarik tubuh dari atas pangkuan Sulthan.

"Carikan warna hitam, kalau bisa kurang dari lima hari. Iya, segera kabarin saya." Sulthan memutus sambungan, meletakan ponsel ke atas nakas. "Mereka akan mengusahakan secepatnya, Vira." Sulthan menoleh menatap Vira yang membaringkan tubuh.

"Iya, aku sabar kok."

"Terus kenapa cemberut?"

"Enggak."

"Coba tatap saya."

Vira langsung menatap Sulthan, tersenyum paksa, sangat jelek dipandang.

Sulthan tersenyum geli, ikut berbaring, memeluk Vira. "Kepala saya sakit, bisa pijat, 'kan?"

"Bukannya Daddy mau imbalan karna aku minta mobil?" Vira balas memeluk Sulthan, kepalanya mendongak menatap pria berumur namun tampan itu.

"Tentu, tapi tidak sekarang, minggu depan saat kamu ke Bali." Sulthan mengusap rambut Vira yang sudah mengering, ia baui beberapa detik.

"Jadi kenapa tadi nyuruh tungguin di kamar?" tanya Vira bingung.

"Karna saya ingin fokus makan," jawab Sulthan ringan.

He Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang