1. He thought he'd entered a hell

495 57 3
                                    

Watanabe Haruto, anak presiden ke-103, dipaksa masuk ke Treasure Private High School karena kelakuan 'nakalnya'. "Kamu harus belajar disiplin!" Kata ayahnya dua bulan lalu; saat dirinya tertangkap minum alkohol.

"Kamu baru 16 tahun sudah berani minum-minum! Apa kamu gak pikir, skandal apa yang jadi kalau anak presiden diberitakan minum di bawah umur, hah?!" Ibunya hanya bergumam pelan, "Dear, sabarlah."

"Sabar?! Kamu selalu manjain dia! Lihat sekarang kelakuannya! Mentang-mentang kamu anak presiden, lantas kamu bisa sembrono, hah? Ingat, Haruto, masa depanmu itu di tanganmu sendiri, bukan di tanganku atau ibumu! Kamu gak akan ke New York; lebih baik kamu sekolah di Treasure Private High School saja."

"Hah?! Tapi—"

"Diam kamu! Sekarang masuk kamar dan pikirkan apa kesalahanmu baik-baik!"

Haruto dengan kesal berjalan keluar ruang kerja ayahnya, tak lupa sambil membanting pintunya dengan kencang; oke, mungkin memang dirinya kelewatan, tetapi dia tidak pantas untuk masuk 'penjara' berkedok sekolahan itu!

Ia sudah sering mendengar tentang sekolah itu. Tidak boleh main handphone di lingkungan sekolah, makan harus mengikuti jadwal asrama, keluar asrama hanya boleh satu kali sebulan, parahnya lagi jam tidur pun diatur!

Gila, Haruto ingin berteriak kencang.

Satu hari sebelum tahun ajaran baru, akhirnya ia dengan enggan berangkat ke asrama. Ada tradisi konyol yang tidak memperbolehkan supirnya mengantar sampai depan asrama dan artinya, Haruto harus jalan kaki sejauh beberapa kilometer. "Fucking stupid," ia bergumam kesal sambil menyeret kopernya.

Setibanya di pintu gerbang, dirinya hanya menatap bosan pohon besar di tengah asrama perempuan dan laki-laki. Banyak murid-murid yang bersantai di bawah pohon itu dan Haruto tahu kalau dirinya pasti akan jadi bahan tontonan.

Ia bahkan bisa mendengar bisik-bisik yang dibawa angin, "Eh, bukannya dia anak presiden kita?! Wow, dia masuk sini?"

"Ya, Tuhan. Gantengnya!"

"Dia lebih ganteng daripada di TV!"

Haruto merasa punggungnya bisa berdarah karena tatapan ingin tahu orang-orang. Sial, dia seharusnya bisa jalan-jalan di New York dan bolos sekolah. Sesampainya di lobi, dia langsung menuju pria tua yang berdiri di belakang mimbar besar.

"Selamat siang, Mr. Watanabe," sapanya.

Haruto hanya mengangguk, tidak ingin basa-basi. "Kamarku yang mana?" Tanyanya dingin.

Pria itu tetap tersenyum ramah sambil memberikan kuncinya. "Siswa baru selalu di lantai tiga," jelasnya singkat, sebelum dia berbicara, Haruto memotongnya cepat, "Lantai tiga?! Ada lift gak di sini?"

"Ah, sayang sekali, bangunan ini tidak ada lift, tapi—"

"Kalau gitu aku mau pindah kamar!" Jawabnya ketus sambil menyilangkan tangan. Ia tidak peduli kalau orang-orang di sekitar mulai menatapnya dengan rasa ingin tahu. Buang-buang waktu sekali kalau dia harus bangun lebih awal karena kamarnya berada di lantai tiga.

Tetapi, pria di hadapannya hanya menatapnya dengan senyum yang sama, seolah-olah dia tidak mendengar protes Haruto, "Nanti setelah naik kelas, kamarmu akan pindah satu lantai ke bawah."

Ia menghela napas dengan kesal, "Naik kelas itu masih tahun depan, sir! Aku gak akan tidur di lantai tiga selama setahun!"

Kali ini, senyuman pria itu mengecil, "Begini, Mr. Watanabe, peraturan ini sudah berlangsung selama puluhan tahun. Pada saat kamu menginjakkan kaki di sini, kamu harus taat pada semua aturannya. Oh, sebaiknya kamu segera naik ke atas, kalau tidak kamu akan ketinggalan makan malam."

[HaruKyu] Is This Love?Where stories live. Discover now