Part 1

67 21 2
                                    


Langkah Remaja Laki laki terdengar nyaring, maklum tangga kayu. Tetesan air dari rambutnya mengalir ke seragam yang sangat rapi itu, mengesankan anak yang taat peraturan sekali. Dari tempanya berpijak, Ia bisa melihat sang Ibu menyiapkan sarapan mereka.

"Pagi Mom" sapa pemuda itu, Deandra Aziks Erios atau kerap kali dipangil 'Dean' kepada sang mommy, Cristina

"Pagi Baby," jawab Cristina.

Dean mengerucutkan bibirnya, "ih...Mommy, jangan panggil Dean Baby dong, Dean itu udah besar tahu. Nih lihat penampilan udah keren kaya artis masa masih dipanggil Baby sih," kesal Dean.

Anggap saja Ia kekanakan, itu kenyataan.

"Halah ngakunya bad boy, tapi sama jarum suntik aja takut," ledek Cristina.

"ih...pokoknya jangan panggil Dean Baby lagi titik. Lagian ya Mom, Dean itu ngak takut sama jarum suntik cuma serem aja gitu liatnya," elak Dean.

"itu mah sama saja Baby." Cristina memutar bola matanya jengah.

Dean memalingkan mukanya sebal, Cristina tersenyum melihat tingkah anaknya yang seperti anak SD itu. Ya, kalau dipikir-pikir masih cocoklah anaknya jadi anak SD apalagi dengan tinggi badannya itu, upss.

" udah jangan ngambek, mending sekarang kamu duduk terus sarapan. Ini udah jam 7 nanti kamu telat kalau ngak cepat cepat sarapan."

Tangan Cristina memegang tangan Dean lalu menyeretnya untuk duduk di kursi yang biasa Dean duduki saat makan.

Kemudian Ia mengambil piring dan mengisinya dengan nasi goreng sebagai menu sarapan kali ini.

Mereka memakan sarapannya dengan tenang dan sesekali terdengar bunyi antara sendok dan piring yang bertabrakan.

Tak lama kemudian mereka selesai dengan sarapannya, Dean bangkit menuju ruang tamu guna mengambil tas yang ia letakkan di sofa seraya menunggu Cristina selesai membereskan bekas sarapan mereka tadi.

Baru saja Dean akan beranjak menemui Cristina yang ada di dapur, Sang Ibu sudah lebih dahulu berjalan menghampirinya.

"Mommy lama ih... Dean nanti telat tau," protes Dean.

"maaf ya Baby, tadi Mommy cuci wajan sekalian, udah mau berangkat?" Dean menggangukan kepalanya.

"ya udah hati hati dijalan ya Baby, jangan ngebut bawa motornya, nih uang sakunya," nasehat Cristina serta tangannya menyodorkan selembar uang kepada Dean.

"Iya Mom, Dean berangkat dulu," pamit Dean setelah mencium pipi sang Mommy.

Suara knalpot motor yang baru saja memasuki pekarangan Sekolah itu, mengalihkan atensi beberapa siswa.

Sang pemilik motor, Dean melepas helmnya dan berjalan menuju teman temannya yang sedang bergerombol.

"Woyy! Pagi pagi udah hibah ae, kek cewek lo pada"

Pletak

Dean mengusap jidatnya yang baru saja terkena sentilan maut Jackson.

"Sembarangan lo, minta di jahit tuh mulut?" Ucap pemuda berwajah Asian. 

"Jackson Lo apain anak Gue? Mau nangis gitu," ledek Smith kala melihat wajah Dean yang memerah.

"Mending Gue nggak usah punya Bapak deh, daripada punya Bapak model monyet kek Lo"

"Ya Tuhan, apa salah hamba? Kenapa anak hamba tak mengakui Ku sebagai Ayahnya," ucap Smith dramatis.

"Bukan temen Gue, bukan temen Gue," ucap Jackson dan Dean kompak.

Sedangkan Kenneth, pemuda paling tinggi di antara mereka berempat. Memandang mereka, jengah. Sudah menjadi makanan sehari-hari melihat teman-temannya yang drama King itu.

"Whatever," ucap Kenneth dan pergi begitu saja.

"Oy, dasar laknat untung temen" ucap Dean sambil melangkah mengejar Kenneth, disusul Smith dan Jackson.

Di koridor yang mulai sepi, maklum bel masuk sudah berbunyi 5 menit yang lalu.

"Woy Ken, Kita mau kemana? Perasaan kelas kita di sebelah sana deh(?) Apa udah pindah?" Ucap Jackson sambil menunjuk belokan koridor samping kanan mereka. Maklumilah otak Jackson yang kadang kadang minta di gaplok.

"Bolos, Gue lagi males mikir."

Kenneth nih spesies orang diam diam menghanyutkan.

Cklek...

Pintu terbuka, memperlihatkan ruangan penuh barang yang menumpuk. Menyisakan bagian pinggir yang terlihat bersih dan rapi.

Dengan sofa lusuh yang berada di depan tumpukan buku-buku usang. Serta sebuah matras tak terpakai yang kini tergeletak samping tembok.

"Sonooan elah, Gue nggak kebagian ini," protes Jackson.

"Udah mentok woy! jangan geser-geser, remuk badan Gue!" Seru Dean kesal, bagaimana tidak. Posisinya sekarang itu udah mepet tembok sampe beberapa kali kegencet.

"Betul, mending Lo duduk sono bareng Ken," ucap Smith.

"Ogah, kan Gue juga mau rebahan elah...."

"Brisik woy, sini Lo Jack  duduk sebelah Gue!" Perintah Kenneth mutlak.

Jackson dengan ogah-ogahan duduk samping Kenneth.

"Gabut Gue, mabar kuy..." ajak Dean.

"Ide bagus tuh," setuju Smith dan di angguki Jackson dan Kenneth.

Suasana yang tadinya hening kini berganti menjadi paduan suara penghuni kebun binatang.

"Woy anjing gue kalah, Monyet," umpat Jackson yang sudah mati duluan.

"Eh-eh, Ken sini bantuin Gue elah."

"Posisi dimana Yan," tanya Kenneth.

"Anjing kalah Gue, Lo sih Ken kalahkan Gue" umpat Dean.

"Lha gimana Gue mau bantuin Lo, tau posisi Lo aja kagak," sisnis Kenneth.

Dean hanya memperlihatkan deretan giginya yang rapi sambil jari tangan membentuk huruf 'V'

Bel istirahat berbunyi.

"Kantin yok, Gue udah laper ni," ajak Dean.
Ken bangkit dari duduknya, berjalan meninggalkan gudang, menghiraukan teriakan kesal dari teman temannya.

Pluk...

Kenn menoleh pada oknum yang merangkul pundaknya tanpa izin. Namun setelahnya Ia abai kala netranya menangkap sosok Dean yang berjinjit sebab tingginya yang tak seberapa itu.

Memasuki area kantin, mereka di sambut dengan bisingnya para murid yang kelaparan.

"Lo berdua cari bangku kosong, Gue sama Dean biar pesen makanan," intruksi Kenn.

"Lo berdua mau pesen apa?"tanya Dean

"Kaya biasanya aja" ucap Jack mewakili.

Selagi Dean dan Kenn antri memesan makanan, Jack dan Smith juga mulai mencari bangku yang kosong, hinga atensi mereka mengarah pada pojok kantin yang sedikit lengang.

Sudah cukup lama mereka menunggu Dean dan Kenn yang tak kunjung kembali.

"Ck lama," decak Jack.

"Ya Lo kira nggak ngantri apa!" Sambar Dean, emosinya sedikit terpancing.

"Udah udah, nggak usah pada ribut. Buruan makan." Smith menengahi, takut adu jotos.

DEANDRAWhere stories live. Discover now