"Melamar?"

"Iya, tante."

"Ya ampun. Kamu tahu, tante kaget banget, tapi tante juga senang mendengarnya."

"Maaf tante, saya pikir Andin sudah cerita soal ini sama tante dan Baskara." Ucap Aldebaran. Susan menggelengkan kepalanya pelan.

"Kasihan Andin, pasti selama ini dia ingin sekali berbagi cerita besar ini ke tante, tapi sikap tante yang buruk membuatnya harus memendam." Gumam Susan dengan perasaan bersalah.

"Mama kamu juga sudah tahu?" Aldebaran mengangguk.

"Mama, Papa, dan adik saya sudah tahu soal hubungan saya dengan Andin."

"Astaga, jadi cuma tante yang ketinggalan?" Susan terkekeh, pelan.

"Terus, bagaimana respon keluarga kamu?" Susan kembali bertanya. Aldebaran tersenyum simpul seraya menerawang ingatannya.

*FLASHBACK ON*

Saat itu di kamar mereka, terlihat Damar yang masih setengah lemas setelah beberapa saat yang lalu jatuh pingsan di dekat kamar mandi. Beruntungnya ia bisa dengan cepat ditolong dan mendapat penanganan medis dari dokter pribadi mereka. Dengan ditemani sang istri, ia tengah menyantap makan malamnya yang sudah dibuat oleh asisten pribadinya dengan bantuan Andin yang beberapa saat lalu baru saja pulang.

"Sudah mendingan, Pa?" Tanya Aldebaran dengan rambut yang terlihat basah karena baru saja kembali setelah mengantar pulang Andin.

"Andin sudah pulang?" Rossa bertanya balik pada putranya. Aldebaran tersenyum dan mengangguk sambil berjalan menghampiri kedua orang tuanya itu.

"Jadi bagaimana, Al?" Sesaat Aldebaran duduk di pinggiran tempat tidur, Damar langsung bertanya tanpa basa-basi.

"Bagaimana apanya, Pa?" Aldebaran tampak seolah bingung, meskipun sebenarnya ia sepertinya tahu arah pertanyaan sang papa.

"Soal kamu dan Andin. Kalian pacaran?" Aldebaran melirik mama dan papanya secara bergantian yang menatapnya dengan rasa penasaran.

"Ngaku saja, Al." Roy tiba-tiba masuk dan bergabung di antara mereka. Aldebaran memandang adiknya itu dengan tatapan jenuh, sementara Roy hanya tampak menyengir dengan usil.

"Kamu tahu, Roy?" Rossa bertanya pada anak bungsunya.

"Nggak officially sih, Ma. Tapi dari gerak-geriknya beberapa waktu belakangan ini sih, sepertinya iya." Jawab Roy seketika mendapat tatapan tajam dari Aldebaran.

"Kalau kamu belum mau cerita, papa nggak akan maksa sih." Timpal sang papa, dengan harapan bisa memancing putranya itu untuk bercerita.

"Aku..." Aldebaran nampak gugup untuk berterus terang. Sementara ketiga orang itu sudah menunggu dengan penasaran.

"Aku sudah melamarnya, Pa." Ungkapnya, gamblang.

"Hah?" Rossa terkejut.

"What?!" Roy lebih terkejut lagi.

"Melamar?" Damar bertanya, meyakinkan apa yang ia dengar.

"Iya." Aldebaran menatap ketiga orang itu dengann sedikit salah tingkah. Ia sudah memprediksi bahwa orang-orang itu pasti akan kaget dengan apa yang sudah ia lakukan.

"Tunggu, tunggu. Ini kamu serius atau bercanda?"

"Pa, sejak kapan sih aku pernah bercanda soal beginian? Aku serius."

"Owh, I'm so proud of you, my son." Puji sang mama dengan tatapan berbinar pada putranya.

"Gila, main lamar anak orang aja." Seloroh Roy, tak menyangka.

Forever AfterWhere stories live. Discover now