"Tell me. Saya akan mendengarkan cerita itu. Cepat atau lambat Andin akan menjadi bagian dari keluarga kami. Dan saya akan selalu punya banyak waktu untuk keluarga saya." Balas Damar, serius. Ferdinand tersenyum haru mendengar pernyataan Damar itu yang terdengar begitu menyayangi putrinya.

//DRRTT.DRRTT!!//

Ponsel Aldebaran terdengar bergetar dari dalam saku jas coklat yang ia kenakan. Aldebaran mengambil benda itu dan melihat nama sang mama yang tertera pada panggilan. Damar dan Ferdinand beralih melihat Aldebaran.

"Siapa, Al?" Tanya Damar.

"Mama, Pa. Papa sama Pak Ferdinand silahkan lanjut mengobrol saja dulu. Saya izin angkat telepon sebentar."

"Iya, Al." Jawab Ferdinand.

"Yasudah, sana angkat, sebelum mama kamu mengomel nanti." Timpal Damar.

Aldebaran berjalan sedikit menjauh dari Damar dan Ferdinand, serta dari kerumunan anggota rapat dewan tersebut untuk menerima telepon dari sang mama.

"Halo, Ma, ada apa?"

"Rapat kamu sudah selesai, Al?" Tanya sang mama di seberang telepon.

"Iya, sudah, Ma. Kenapa?"

"Mama mau mengabari kamu soal Andin." Kening Aldebaran seketika mengerut saat mendengar nama Andin disebut-sebut oleh sang mama.

"Kenapa Andin?"

"Pagi tadi Andin dibawa ke rumah sakit. Kata asisten rumah mereka, Andin sempat jatuh pingsan." Beritahu Rossa membuat putranya tertegun beberapa saat. Astaga Andin!

"Al? Kamu masih dengar mama?"

"I..iya, Ma. Terus mama tahu nggak Andin dibawa ke rumah sakit mana?" Raut wajahnya mulai terlihat cemas.

"Mama tidak tahu karena tadi hanya sempat bertemu dengan asisten rumah tangga mereka saja. Tapi mama yakin kemungkinan besar Andin dibawa ke rumah sakit terdekat. Coba kamu telepon tante Susan."

"Iya, Ma. Aku segera kesana. Terima kasih karena mama sudah mengabariku."

"Iya, sayang. Hati-hati, ya. Jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya."

"Ya, Ma."

Setelah menutup sambungan dari sang mama, Aldebaran langsung berjalan cepat meninggalkan aula rapat tersebut, menuju basement gedung untuk mengambil mobilnya. Saat dalam perjalanan, ia baru teringat bahwa ia lupa berpamitan dengan sang papa juga pada Ferdinand karena saking paniknya. Itu bisa ia jelaskan nanti, pikir Aldebaran.

Setibanya di rumah sakit yang dituju, pria itu berjalan cepat menelusuri koridor rumah sakit sambil sesekali berlari kecil. Beberapa saat yang lalu, ia juga sudah menghubungi Baskara untuk menanyakan rumah sakit dan ruangan tempat Andin dibawa, sehingga ia tidak perlu lagi mengira-ngira atau pun bertanya-tanya pada resepsionis rumah sakit.

"Bas..." Aldebaran bertemu dengan Baskara tepat saat Baskara baru saja keluar dari sebuah ruangan.

"Kak Al..."

"Andin bagaimana? Apa yang terjadi?"

"Kak Andin baru saja selesai menjalani operasi." Ujar Baskara membuat Aldebaran terperangah.

"Operasi? Andin sakit apa memangnya?"

"Dari hasil pemeriksaan dokter tadi, Kak Andin terkena radang usus buntu."

"Ya Allah." Desis Aldebaran, khawatir.

"Satu-satunya cara terbaik untuk usus buntu itu kata dokter adalah melalui operasi."

Forever Afterजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें