🖥️🎨

910 160 14
                                    

Selama 15 tahun hidup, Piko hanya mengagumi satu orang, yaitu kakaknya. Minke namanya. Piko sering memanggilnya dengan sebutan mas. Mas Minke.

"Piko, mas hari ini pulangnya sedikit larut. Tidak usah menunggu. Langsung tidur saja."

Minke sering lembur, jadi ia selalu mengingatkan Piko untuk tidur lebih dulu. Tidak tega, melihat adiknya terkantuk-kantuk di ruang tamu menunggunya.

Minke ini punya dedikasi tinggi dalam segala hal. Terutama pekerjaan. Fokus dan telaten. Tidak sedikit yang menganggap Minke sebagai orang yang kaku. Piko mengakui itu, masnya terlalu serius dan susah diajak bercanda.

Tapi bagi Piko, Mas Minke adalah sosok hangat yang selalu siap menampung semua keluh kesahnya. Memberi Piko pengertian, lewat sikap dan tutur katanya.

Piko tidak butuh apa-apa. Cukup bersama Mas Minke, Piko bahagia.

Tapi semuanya berubah saat usianya menginjak 16 tahun. Piko mulai goyah pada kata-katanya sendiri. Bahwasanya, Piko masihlah butuh orang lain, selain Minke sebagai sumber kebahagiaannya.

Yusuf Hamdan. Kakak kelas yang baru pertama kali Piko lihat.

Mungkin karena Piko sering menyendiri ke belakang sekolah untuk menggambar, makanya tidak tahu.

Kakak kelasnya itu seorang yang cerdas. Menang olimpiade matematika mewakili sekolah. Bahkan sampai tingkat nasional. Tidak hanya akademik. Kak Yusuf —panggilan dari Piko, kalo teman-temannya sering memanggilnya Ucup, juga jago di bidang olahraga, terutama basket dan sepak bola.

Wajahnya tampan dan senyumnya manis. Piko betah memandangnya. Walaupun dari kejauhan.

Percakapan pertama mereka adalah saat Piko tidak sengaja menyenggol sepeda milik kakak kelasnya yang terparkir tidak jauh dari sepedanya.

"S-saya minta maaf ya kak. Tidak sengaja."

"Gak papa, lagian gak ada yang rusak."

"Duluan ya, Piko."

Saat itu, Piko merasa seolah dunia berhenti seperkian detik. Bahkan ia lupa bagaimana cara bernapas.

"Kak Yusuf tahu namaku!" Batin Piko senang.

Padahal faktanya, kakak kelasnya itu membaca name tag di seragamnya, makanya tahu namanya. Tapi tetap saja, Piko merasa bahagia bukan main saat mendengar namanya keluar dari mulut seorang Yusuf Hamdan.

Seorang baru, yang ia kagumi.

Bermula dari situ, mereka jadi sering bertemu tanpa sengaja. Piko yang tidak ingin membuang kesempatan, mulai masuk ke kehidupan Yusuf.

"Makasih ya Pik, udah nemenin makan siang, mana ditraktir pula."

"Iya kak, sama-sama. Lagian aku juga lagi laper dan liat kakak sendirian. Jadi, ya aku samperin. Hehe."

Waktu berjalan, Piko mulai resah. Takut jika posisi Mas Minke tergantikan. Tidak nomor satu lagi. Tapi, akhirnya hal itu bisa Piko tepis.

Karena perasaannya untuk kakak kelas dan masnya adalah dua hal yang berbeda. Jauh berbeda. Maka, Piko merasa sedikit lega. Setidaknya, ia tidak harus melupakan salah satunya.

Sampai lupa untuk memastikan apakah Yusuf Hamdan adalah orang yang sama sepertinya.

Mungkin waktu itu salah Piko juga terlalu percaya diri. Menganggap perasaannya bisa berbalas. Piko salah paham dengan sikap kakak kelasnya itu padanya.

Bahkan sampai saat ini, Piko masih bisa mendengar dengan jelas di kepalanya, suara percakapan kakak kelasnya dengan teman-temannya di ruang kelas saat itu.

"Anjir, gue sebenernya risih tau Cup. Tapi anaknya suka kasih kita makanan."

"Ucup mah keenakan ditempelin mulu. Iyakan Cup."

"Jangan-jangan tuh anak suka sama lo."

"Jangan lah anjir. Ngebayangin aja gue udah merinding." Pemuda Hamdan itu mengeluarkan protes, seraya mengusap kasar kedua lengannya.

"Tapi, anaknya cakep Cup. Lumayan buat mainan."

"Lo apa-apain juga pasti kagak nolak anaknya. Hahahaha."

"Ogah, gue masih suka cewek. Kalo lo mau pake aja."

Gelak tawa memenuhi ruang kelas yang hanya terisi oleh mereka dan seorang di balik pintu.

Piko meremat kotak bekal yang ia bawa untuk diberikan pada kakak kelasnya. Dadanya menyengat perih.

Semua hal yang ia susun di otaknya untuk menggambarkan seorang Yusuf Hamdan sirna begitu saja.

Menyesal sudah membanggakan kakak kelasnya itu dihadapan masnya.

Sudah benar, bahwasanya Piko hanya butuh Mas Minke. Bukan yang lain.

+++

Episode | Cupiko/Hackforger [END]Where stories live. Discover now