🖥️🎨

1.4K 168 14
                                    

Hari itu matahari terasa lebih terik dari biasanya. Sebelumnya, Piko tidak pernah ada masalah dengan kegiatan ospek yang beberapa hari ini dia ikuti. Tapi entah kenapa, saat ini kepalanya terasa berat dan pening.

Piko berusaha untuk menahan tapi rasanya seolah matahari berada sejengkal di atas kepalanya. Pemuda berkacamata itu menghalau rambutnya yang tidak terikat, menyelipkannya ke belakang telinga. Mengusap keringat yang mulai membanjiri pelipis dan lehernya.

Sesaat setelah itu, kepalanya semakin berat dan pandangannya mengabur. Lalu gelap.

Terbangun di tempat asing. Piko mengasumsikan sebagai ruang kesehatan. Terlihat dari kasur tinggi dan tirai yang menutupi setiap biliknya.

"Oh udah bangun?"

Piko mengalihkan tatapannya.

DEG

Seorang pemuda tinggi yang sangat familiar untuk Piko.

"Lain kali kalo sakit tuh bilang. Gak usah sok kuat."

"Ini roti dimakan, terus obatnya diminum. Kalau masih pusing disini aja, gak usah balik ke lapangan."

Piko tidak bergeming ditempatnya. Masih menatap pemuda lain yang sibuk membuka bungkusan roti dan obat.

"Heh! Lo dengerin gue gak sih?"

"I-iya kak."

Piko menghela napas menatap roti di tangannya dan punggung tegak yang menghilang di balik pintu ruang kesehatan.

Piko menggigit roti dengan perasaan campur aduk. Tenggorokannya tercekat. Lembut roti terasa seperti batu saat ia menelannya.

Yusuf Hamdan. Kakak kelasnya waktu SMA. Pria yang sempat menjadi seorang yang Piko kagumi. Labuhan hatinya. Dulu. Itu dulu.

Dan baru saja orang itu berdiri di depannya. Berbicara padanya. Piko segan berpikir jika pria itu mengingatnya. Karena jika kakak kelasnya itu ingat, maka tidak mungkin ia mau berbicara dengan Piko. Menatapnya saja enggan.

Dari fisik, tidak banyak berubah, hanya badannya yang semakin tegap. Rambutnya lebih panjang dari ingatan Piko saat terakhir kali bertatap dengan sang kakak kelas.

Piko tidak pernah memperhitungkan ini. Bertemu lagi dengan seseorang di masa lalunya. Semenjak kakak kelasnya itu lulus, Piko sudah tidak pernah mendengar kabarnya lagi. Ia juga tidak pernah mencari tahu. Saat itu, yang Piko pikirkan adalah fokus sekolah dan lulus dengan nilai memuaskan. Sudah tidak ingin memikirkan seorang Yusuf Hamdan. Maunya sih biar hilang, tapi ternyata masih ada bekasnya. Piko bisa apa.


ini aku iseng doang😭
udahan atau lanjut? (nanya siapa? kyk ada yg baca aja wkwkwk)

Episode | Cupiko/Hackforger [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang