"Pak, kami mohon bersabar. Kami sedang mengusahakannya."

Aldebaran memandangi pria yang tampak menangis itu. Ia sadar bahwa ia tidak sendiri yang merasa panik dan takut jika terjadi sesuatu yang buruk pada orang yang dicintainya. Tetapi pria itu yang sedang menantikan anaknya keluar dari sana pun mungkin merasakan yang lebih darinya. Aldebaran memejamkan matanya, tenang, dan berdoa dalam hati.

//Tiittt...tiiitt..tiiitttt//

Alarm berbunyi membuat Aldebaran seketika membuka matanya. Sepasang pintu lift tersebut akhirnya berhasil dibuka paksa. Seorang anak kecil perempuan langsung melompat dan memeluk ayahnya sambil menangis histeris. Sementara Aldebaran bergegas masuk pada lift tersebut untuk menjemput Andin yang terdiam di tempatnya dengan posisi yang masih menjongkok.

"Hei, are you okay?" Aldebaran ikut menjongkok, menatap Andin dengan wajah khawatirnya.

"Mas..." Suara Andin terdengar bergetar, begitu juga dengan tubuhnya. Sepertinya gadis itu terlihat sangat shok atas kejadian tersebut.

"Kita keluar dari sini, ya." Aldebaran membantu Andin untuk berdiri dan melangkah keluar dari lift secara perlahan.

"Jangan takut, ya. Kamu sudah selamat." Ucap Aldebaran, mengusap rambut Andin untuk menenangkan.

Satu tangan mungil tiba-tiba meraih tangan Andin yang masih sedikit bergetar. Hal itu membuat Andin dan Aldebaran menoleh pada orang tersebut. Ia adalah gadis kecil yang tadi keluar dari lift macet itu. Aldebaran baru sadar bahwa yang ada di dalam lift tadi hanyalah Andin dan anak kecil itu saja.

"Tante ini tadi yang sudah menolongku, Pa." Ujar anak kecil yang tampak berusia sekitar tujuh tahunan sambil menoleh ke arah sang ayah. Mendengar ucapan anak itu, Aldebaran kembali menatap Andin yang masih terlihat sangat shok.

"Tadi saat aku kehilangan papa, tante ini mau mengantarkan aku, tapi kami malah terkurung di dalam." Lanjutnya, membuat sang ayah terenyuh dan beralih melihat Andin dengan rasa leganya.

"Saya sungguh berterima kasih, karena mbak sudah berniat baik menolong putri saya." Ucap pria setengah tua itu. Andin hanya mengangguk dengan tatapan kosong pada anak kecil tersebut, sedangkan salah satu tangannya melingkar erat pada lengan Aldebaran.

"Sama-sama, Pak. Dia masih shok sepertinya." Balas Aldebaran, mewakili, mengerti akan kondisi Andin.

"Oh, iya."

Selepas pria itu mengucapkan terima kasih yang sama pada para teknisi tersebut, ia pun langsung pergi dengan menggendong putri kecilnya itu. Sedangkan anak kecil itu sempat melambaikan tangannya pada Andin saat perlahan ia dibawa pergi menjauh dari tempat itu oleh sang ayah. Andin sempat tersenyum tipis, namun tak begitu lama. Nafasnya tiba-tiba tercekat.

Aldebaran merasa Andin seperti menarik tangannya. Tetapi ternyata bukan. Kekasihnya itu tiba-tiba hampir ambruk, hanya saja beruntung ada lengannya yang menahan pinggang gadis itu. Aldebaran pun kaget dan yang pasti merasa panik. Beberapa karyawan hotel yang masih ada disana, ikut berteriak kaget. Refleks Aldebaran langsung menggendong tubuh Andin dan membawa dengan cepat menuju kamar hotel.

Sesampainya di kamar hotel, Aldebaran bergegas merebahkan Andin yang masih tak sadarkan diri di atas tempat tidur. Dengan sedikit pengetahuannya, ia membuka dua kancing kemeja teratas gadis itu, supaya sedikit melonggarkan pernafasan Andin. Kemudian ia mengambil ponselnya, mencoba menghubungi seseorang.

"Win!"

"Al, lo dimana sih? Gue telepon dari tadi nggak diangkat." Sahut seseorang itu yang tak lain adalah Darwin.

Forever AfterDonde viven las historias. Descúbrelo ahora