31 - Sesak yang Kembali

Start from the beginning
                                    

"Gilak rapi banget batikan Lo. Pelukis mah beda yak." Ucap Haidar saat mengintip hasil kerja Renza.

"Renza kan ngebatiknya pake hati, nggak kayak Lo asal kena lilin aja." Sela Zoya.

"Iya deh iya yang ayangnya seniman." Balas Haidar kemudian ditertawai oleh Renza.

Sudah setengah hari mereka berkeliling dan menghabiskan waktu di museum

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sudah setengah hari mereka berkeliling dan menghabiskan waktu di museum. Saat akan pulang Renza memberikan usulan untuk melihat matahari terbenam di pantai. Akhirnya usulan Renza diterima, segera mereka bergegas menuju lokasi.

Segarnya angin pantai sudah terasa sejak satu kilometer sebelum mereka sampai. Haidar berteriak-teriak dan bernyanyi dengan suara keras karena di jalan hanya ada dua motor mereka. Renza juga mencoba hal yang sama, suaranya tak kalah keras dengan milik sahabatnya.

"ZOY! LO KOK NGGAK TERIAK JUGA?! AYOK TERIAK BIAR BEBAN PIKIRAN LO KELUAR SEMUA!" Teriak Haidar yang sudah menyejajarkan motor di samping motor Zoya.

"OKE BENTAR!" Balas Zoya kemudian melajukan motornya lebih maju dari motor Haidar.

"AAAAAAAA HAIDAR JOMBLOOO!" Teriak Zoya kemudian menengok sekilas ke arah Haidar. Renza praktis tergelak hingga ada air mata di sudut matanya.

"WOI! SEMBARANGAN LO, ZOY!" Teriak Haidar kemudian menyusul laju motor Zoya yang semakin cepat.

Sesampainya di pantai gadis itu langsung berlari menuju air meninggalkan dua pria yang geleng-geleng dengan tingkahnya yang kadang seperti anak TK. Renza dan Haidar duduk di pasir beralaskan sandal, memandang ke arah pantai yang ombaknya tidak besar.

"Zoy, duduk sini " Panggil Renza seraya menepuk pasir yang ada di sampingnya. Zoya menurut lalu duduk di antara Renza dan Haidar.

Mereka menikmati semilir angin yang menerpa wajah dan suara ombak yang menenangkan hati. Zoya bersandar di bahu Renza seraya menendang-nendang kecil kaki Haidar.

"Wahai Nyonya Renza, Saya masih kesel loh sama Anda." Ucap Haidar, gadis itu langsung menegakkan tubuhnya.

"Ih kenapa? Gue kan gak ngapa-ngapain."

"Tadi kan Gue nyuruh Lo teriak biar beban Lo berkurang, tapi kenapa Lo bawa-bawa kejombloan Gue? Jadi, itu beban yang Lo tanggung? HA?!" Tanya Haidar merajuk. Renza dan Zoya praktis tertawa.

"Dikit." Jawab Zoya lalu tergelak kembali. Haidar memutar bola matanya jengah.

"Cewek banyak yang ngantri Lo anggurin sih, Dar." Imbuh Renza.

"Bukannya apa-apa, Ren. Gue ngerasa belum ada yang sreg aja. Besok mah kalo udah waktunya juga ketemu." Balas Haidar kemudian matanya menangkap beberapa sosok yang tak asing. Membuat mata Renza mengikuti kemana arah pandangan si sahabat.

Cukup jauh dari tempat mereka duduk, tapi Renza bisa melihat dengan jelas siapa orang-orang yang sedang berkumpul di bawah pohon cemara. Matanya tidak berkedip untuk beberapa saat, senyum sumir lalu terlihat di wajahnya yang tidak seceria tadi.

Dion, Riana, Juan, dan sang nenek sedang asik bercanda dan makan camilan bersama di ujung sana. Mereka begitu terlihat bahagia meski pun tidak ada lagi Renza di antaranya. Saat itu tiba-tiba rasa sesak memenuhi ruang di hatinya. Rasa sesak yang sudah lama tidak Renza rasakan kini kembali menyapa.

Berarti benar, dua tahun terakhir ini keluarga itu lebih bahagia tanpa adanya Renza. Keputusan untuk tidak kembali ke rumah itu sudah tepat, dia tidak ingin lagi merusak apa yang seharusnya tidak ia rusak. Ia tidak ingin lagi masuk ke ruang yang seharusnya tidak ia masuki.

Zoya meraih tangan Renza yang dingin, menggenggamnya lalu mengajak berjalan meninggalkan tempat itu. Haidar lantas menyusul di belakang dengan sesekali melihat ke arah keluarga Dion. Hatinya juga ikut sesak, tapi dia yakin hati Renza pasti puluhan lipat lebih sesak dari yang ia rasakan.

Dion yang sedang meredakan tawanya menangkap keberadaan Renza yang sempat menoleh ke arahnya. Saat itu Renza langsung memalingkan wajah dan Dion praktis terdiam. Pria itu merasakan sesuatu di hatinya saat melihat kesenduan di wajah bungsunya. Namun dengan segera ia tepis rasa itu dengan kembali bercanda bersama Juan.

Selama perjalanan pulang Renza tidak seceria tadi, Haidar dan Zoya juga lebih memilih untuk diam. Kepala Renza masih memutar pemandangan Dion dan keluarga kecilnya yang bahagia di tepi pantai sambil menunggu matahari terbenam. Ah, itu yang ingin sekali Renza rasakan.

Semilir angin yang semakin dingin membuat batinnya semakin ngilu. Hatinya juga nyeri karena disadarkan lagi bahwa dia memang bukan lagi bagian dari mereka.

Kalian bahagia sekali ya?
Renza juga bahagia melihatnya.

Tapi apa Renza pantas jika Renza ingin kembali bersama kalian?
Ah, jangan. Nanti kebahagiaan kalian bisa rusak lagi.

Ayah...Tawa Ayah tadi begitu lama tidak Renza lihat.
Semoga Ayah selalu bahagia.

Pria itu memejamkan matanya, merasakan embusan angin malam yang menerpa wajahnya. Dalam hati dia berkata, aku juga harus bisa bahagia.

__________________
__________________

Dear Renza [TERBIT]Where stories live. Discover now