P

agi ini kedua pria itu sudah ada di depan lorong kelas sebuah universitas untuk mengikuti seleksi. Keduanya sedang berusaha menenangkan diri karena lima belas menit lagi ujian akan dimulai. Tadi Renza juga bertemu dengan Juan di parkiran, ternyata mereka menginginkan universitas yang sama. Seperti biasa Juan tidak menyapa Renza sama sekali, pun dengan adiknya itu kali ini juga memilih untuk diam.

TING

Sebuah notifikasi masuk menampilkan beberapa pesan dari seseorang yang membuatnya bahagia beberapa tahun terakhir ini. Senyumnya praktis terbit setelah membaca pesan sederhana di ponselnya.

Nona Tinkerbell ✨

Kamu belum mulai kan? Aku bentar lagi nih..
Aishh, aku malah deg-degan banget tauu
Kamu yang semangat, oke?
Harus fokus, jangan mikirin apa-apa dulu..
07.47

Iyaa, kamu juga semangat ya..
Kita harus lolos bareng!!
Nanti aku belikan permen kapas
07.48

Asikkk
Yaudah, siap-siap. Dadaaah
07.48

Sip
07.49

Ia segera memasukkan ponsel ke dalam tas lalu bersiap untuk masuk ke dalam ruang ujian. Pria itu duduk dengan tenang seraya merapalkan doa agar bisa lolos mendapatkan beasiswa. Dirinya duduk tak jauh dari tempat Haidar, sahabatnya itu menoleh ke arahnya lalu mengangguk mantap seolah memberi pesan bahwa ia harus yakin dengan kemampuannya sehingga bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.

Di hadapannya kini sudah ada berbagai macam soal yang harus diselesaikan. Dengan fokus dan tenang dia mengerjakan soal satu per satu. Ada sedikit kesulitan di beberapa nomor namun pria itu berhasil menaklukkannya. Rasa gugup itu perlahan hilang selama dia mengerjakan dan kembali lagi setelah seluruh pertanyaan selesai ia jawab. Ada perasaan lega dan juga takut, semua jadi satu bersama kesedihan yang sudah lama mengendap di dalam hatinya.

Seluruh peserta satu per satu keluar dari ruang ujian dengan tertib. Haidar yang berada di barisan depan sudah keluar dan menunggu Renza di depan kelas. Keduanya lantas saling merangkul dan menepuk-nepuk punggung satu sama lain saat bertemu.

Mereka berjalan menuju parkiran untuk menunggu kedatangan Zoya. Gadis itu juga mendaftarkan diri di kampus ini, hanya beda ruang ujian saja dengan mereka.

"GUYSSS!" Teriak Zoya seraya berlari menuju dua pria itu. Renza terkekeh kecil melihat lucunya sang kekasih yang berlari kecil sambil melambaikan tangan seperti anak kecil.

"Huhhh. Hehe. Jadi kan?" Tanya Zoya setelah menstabilkan napasnya.

"Iya, jadi. Motor kamu dimana?" Tanya Renza sambil menyelipkan anak rambut Zoya ke belakang telinga.

"Ituuu." Tunjuk si gadis ke arah motor scoopy dengan helm bogo berwarna pink.

"Tumben si nyonya nggak pake mobil." Celetuk Haidar lalu terkekeh.

"Lo mah gitu, Dar. Dah lah ayok berangkat." Zoya menarik tangan Renza.

"HEH! Ngapain best bro Gue di seret-seret?" Haidar menahan tangan Renza. Renza terkekeh melihat aksi dua orang yang sudah mengobati luka batinnya.

"Renza sama Zoya aja ya, biar amannn. Kalau sama ITU TUH, ITUUU, nanti bisa kenapa-napa soalnya dia kan bawanya sembarangan. Gak safety-lah intinya. Ya ya?" Zoya menunjukkan binar di matanya yang membuat Renza mengangguk sukarela. Keduanya lantas berjalan menuju motor Scoopy Zoya.

"WAH WAH. BENER-BENER YA LO, ZOY!" Teriak Haidar memandangi dua punggung yang sudah menjauh darinya.

Beberapa detik kemudian bibirnya tersenyum sumir. Ada rasa itu lagi yang menjalar di hatinya. Ah, Haidar benci rasa itu.

Tidak perlu lama di perjalanan, kini mereka sudah mengantre membeli permen kapas. Zoya meminta permen kapas itu dimakan sambil menikmati semilir angin di gubuk bambu dekat sawah. Akhirnya setelah Haidar membawa tiga permen kapas mereka langsung menancapkan gas menuju lokasi yang diinginkan Zoya.

Sebelum ke gubuk bambu mereka sempat pulang untuk mengambil kanvas dan cat milik Renza. Pria itu ingin melukis pemandangan. Dan kini Renza sudah sibuk dengan kuasnya sambil memakan gula itu dari tangan Zoya.

"Zoy, aku lukis kamu ya?"

"Nggak ah. Lagi nggak cantik. Besok aja yaa. Aaakkk..." Ucap perempuan itu sambil menyuapkan permen kapas ke mulut Renza. Pria itu mendengus lalu mengangguk.

Padahal Zoya selalu terlihat cantik setiap hari, pikir Renza.

Haidar kini sudah tidur entah sejak kapan, angin di sini memang mudah membuat orang terhipnotis dan berlari ke alam mimpi. Sedangkan Zoya yang sudah menghabiskan makanannya beralih mendengarkan lagu dari earphone sambil mencampur-campur cat warna. Sedangkan Renza masih sibuk dengan lukisannya yang sudah hampir selesai.

Di lain sisi Juan mengamati ketiga orang itu dengan tatapan tidak suka. Ada rasa iri, marah, dan cemburu yang bercampur jadi satu. Perempuan itu kini sudah benar-benar jauh darinya. Tidak lagi ada Zoya yang perhatian dengannya, tidak lagi ada Zoya yang selalu bersamanya, dan tidak ada lagi Zoya yang menjadikannya sebagai satu-satunya pria yang beruntung.

Setelah keluarnya Renza dari rumah, Juan sama sekali tidak berniat mencari keberadaan sang adik. Dia justru semakin menikmati posisinya sebagai anak tunggal di rumah. Dion dan Riana juga sama sekali tak menghawatirkan kondisi Renza, meskipun Dion pernah meminta Juan untuk mencari tahu di mana Renza tinggal sekarang. Namun itu hanya sekali, setelah Juan mengatakan tidak tahu, Dion sudah tak lagi peduli.

Pria itu mengepalkan tangannya untuk meredam amarah. Semakin lama melihat kemesraan Renza dan Zoya hatinya semakin panas. Ia lantas menyalakan mesin motornya dan memilih pergi.

Dalam hati dia berkata, "suatu hari nanti Zoya ku akan kembali."

____________________
____________________

"Melihat kamu tersenyum selebar itu aku bahagia, meskipun bukan aku alasan yang ada di baliknya

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Melihat kamu tersenyum selebar itu aku bahagia, meskipun bukan aku alasan yang ada di baliknya."

- Haidar -

"Tuhan, terima kasih karena telah menghadirkan perempuan yang tidak pernah meninggalkan setiap kali ku ajak berbagi tentang pahitnya kenyataan

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Tuhan, terima kasih karena telah menghadirkan perempuan yang tidak pernah meninggalkan setiap kali ku ajak berbagi tentang pahitnya kenyataan."

- Renza -

Dear Renza [TERBIT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora