Pria itu lantas menuju kamarnya untuk mengemasi pakaian dan barang yang sekiranya penting. Tak lama kemudian dia turun dan berpamitan pada ketiga orang yang masih terdiam di ruang tamu.

“Yah, Ma, Kak. Renza pergi, terima kasih.” Ucapnya lantas berjalan menuju luar.

“Bagus. Jangan pernah kembali lagi.” Kalimat Dion itu membuat Renza tersenyum kecut.

“Mas, tapi..itu..” Kalimat Riana terpotong saat Dion memilih langsung meninggalkan ruang tamu. Riana seperti merasa bersalah atas keluarnya Renza dari rumah.

Di sini Juan juga masih terdiam, berusaha mencerna semua hal yang baru saja terjadi.

"Anak angkat?" Batin Juan.

Pria itu kini ada di gubuk bambu dekat sawah bersama sebuah tas besar dan tas berisi perlengkapan untuk melukis

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Pria itu kini ada di gubuk bambu dekat sawah bersama sebuah tas besar dan tas berisi perlengkapan untuk melukis. Pandangannya kosong ke depan, kepalanya ia sandarkan di dinding anyaman bambu, dan tangannya memainkan ilalang yang sudah kering. Dirinya tidak tahu harus pergi kemana saat ini. Yang jelas dia akan menenangkan diri dulu sejenak di sini.

Ada perasaan lega setelah dirinya berhasil meluapkan segala hal yang sudah dipendam lama. Tapi di lain sisi dia sedih harus berpisah dengan Dion, Riana, dan Juan yang selama ini sudah menjadi keluarganya. Menurut Renza untuk sekarang, ini adalah keputusan yang tepat.

Di tengah lamunannya yang ditemani oleh semilir angin di sore hari yang mendung, Renza dikejutkan oleh kehadiran Haidar. Pria itu menghampiri Renza dengan membawa cangkul dan ceret berisi air minum. Di belakangnya juga sudah ada bapak yang telanjang dada dan hanya menggunakan celana pendek selutut.

“Lo mau kemah? Ngapain ke sini bawa tas segede itu Renzaaaa?” Tanya Haidar keheranan.

“Udah-udah mending ngobrolnya nanti aja. Sudah mau hujan, mending ikut kita ke rumah. Nanti kita makan gorengan bikinan ibuk. Yok.” Ucap bapak, kemudian Renza ikut mereka pulang.

Sesampainya di rumah setelah Haidar dan bapak membersihkan diri, Renza menceritakan semua hal yang baru saja terjadi antara ia dengan keluarganya. Ibu, bapak, dan Haidar mendengarkan dengan begitu seksama. Mereka meminta Renza untuk tinggal bersama sampai kapan pun ia ingin tinggal. Akhirnya malam ini Renza tidur di rumah ini, rumah kedua bagi Renza.

Pukul 20.00 tepat keluarga Haidar mengajaknya untuk makan malam bersama. Menu malam ini adalah tumis kangkung, telur ceplok, dan tempe goreng. Ditemani dengan teh jahe panas buatan ibu yang selalu membuat Renza ingin menyesapnya.

Curhatan ibu perihal aktor sinetron favoritnya yang terlibat narkoba, cerita masa kecil bapak yang penuh drama, hingga lelucon Haidar yang membuat tawa terpingkal-pingkal menjadi pelengkap di malam yang dingin ini.

Kehangatan yang ingin Renza rasakan sejak lama, kebersamaan yang Renza rindukan, dan perhatian satu sama lain yang Renza harapkan dari keluarganya justru ia temukan di tengah keluarga sederhana ini.

Ibu dan bapak yang sudah menganggapnya sebagai anak, serta Haidar yang sudah memperlakukannya sebagai seorang adik membuat Renza bersyukur telah dipertemukan dengan mereka. Selalu saja keluarga ini yang sedikit demi sedikit menyembuhkan luka di hati Renza.

Tidak tahu lagi bagaimana nasibnya sekarang jika ia tak pernah mengenal seorang Haidar.

Haidar kembali menggelar kasur kapuknya setiap kali Renza menginap di sini. Dia selalu menyuruh Renza tidur di atas, karena katanya tamu adalah raja yang harus diperlakukan dengan baik. Keduanya sedang mengobrol ringan sambil menata tempat tidur. Pria itu melemparkan kain jarik ke wajah tampan Renza.

“Santaiiii. Hidung Gue bisa lecet ntar.” Gerutu Renza.

“Bagus lah! Biar nggak nyolot-nyolot amat itu hidung ke hidung Gue yang pemalu ini.” Balas Haidar seraya merebahkan tubuh.

“Yeee. Tapi, jujur. Yang paling Gue suka pas tidur di sini itu adalah ini,” ucap Renza sambil mengangkat kain jarik yang sudah menyelimutinya.

“Kenapa?” tanya Haidar heran.

“Enak aja gitu, adem di kulit. Besok kalau udah dapet kosan, jarik ini bakalan gue bawa si,”

“Enak aja! Gue cuma punya satu itu, sini-sini balikkin!” Haidar menarik-narik kain dari tubuh Renza.

Renza yang tak ingin kainnya di rebut sekuat tenaga mempertahankannya. Malam ini diakhiri dengan kegiatan tarik-menarik kain jarik. Berdoa saja semoga kainnya tidak robek akibat ulah dua bersahabat yang banyak tingkah ini.

_________________
_________________

"Gubuk yang nyaman, hangat, dan penuh tawa itu jauh lebih baik daripada rumah mewah yang dingin dan tanpa suara

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Gubuk yang nyaman, hangat, dan penuh tawa itu jauh lebih baik daripada rumah mewah yang dingin dan tanpa suara. Kalau dulu gue iri karena rumah gue jelek, sekarang gue bersyukur karena di dalam rumah yang bagus...gue belum tentu bisa dapat kebahagiaan."

- Haidar -

"Mengerti kebenaran itu sulit, tapi menerima kebenaran jauh lebih sulit

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Mengerti kebenaran itu sulit, tapi menerima kebenaran jauh lebih sulit."

- Renza -

Dear Renza [TERBIT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora