Part 2 Menjalankan Misi

29 3 0
                                    

“Kamu ngapain, sih, di sini?” tanya laki-laki itu. “Udah lebih baik, Mbak?” tanyanya lagi.

Tak ada respons dari perempuan itu. Ia bangkit dan kembali berdiri menuju ujung tembok rooftop tersebut.

Ia melihat ke atas dan kembali berteriak, “AKU LELAH!”. Lalu ia memejamkan mata kembali.

Tak berpikir panjang, laki-laki tersebut mengikutinya.

“Kamu ngapain, sih, ngikutin?” bentak perempuan tersebut.

“Kamu mau ngapain di sini?” tanya laki-laki itu.

“Saya mau ngelepas semua masalah, saya udah capek hidup!” ujarnya penuh kekesalan.

“Jangan, kamu jangan .…”

Belum perkataan laki-laki tersebut selesai, perempuan itu sudah melompat. Namun, sebelum benar-benar terjun ke bawah, laki-laki itu segera mencengkeram lengan perempuan itu dengan sekuat tenaga.

“Lepaskan aku!” pinta perempuan itu.

“Ayo, naik ke atas, pegang tanganku yang kuat!” ujar laki-laki itu sambil mengerahkan seluruh tenaganya.

Beberapa menit berlalu, akhirnya perempuan tersebut berhasil diselamatkan. Ia menangis sesenggukan.

Lelaki tersebut bingung, apa yang sebenarnya terjadi pada perempuan ini, sampai ia berniat mengakhiri hidupnya dengan cara yang tak lazim.
Tangis perempuan tersebut perlahan reda. Ia memandang sekitar, ternyata laki-laki tersebut masih menunggunya di sana.

“Kenapa kamu menungguku? Pergi!” suruh perempuan tersebut.

“Ayo, pulang, Mbak!” pinta lelaki tersebut.

“NGGAK, AKU MAU MATI AJA!” bentak perempuan itu.

“Yuk, pulang!” Lelaki itu tiba-tiba menyeret paksa perempuan itu. Ia sengaja menarik tangan kanan perempuan agar mengikuti langkahnya.

“Apaan sih kamu! Please lepasin atau ….”

“Atau aku teriak,” ancam perempuan itu.
“Silakan aja, lagian mal ini udah mulai sepi karena mau tutup,” responsnya.

Tak lama keduanya sampai di depan lift. Beberepa detik kemudian, lift terbuka, keduanya memasuki lift. Nampaknya perempuan tersebut pasrah akan nasib dirinya sendiri.

Di dalam lift keduanya saling diam, hingga lift sampai, mengatarkan mereka ke lantai dasar. Perempuan itu mulai lemah dan tak lama dari langkahan kakinya untuk keluar lift, ia kembali hampir terjatuh. Dengan sigap, sang lelaki bernama Fladio itu menyanggah tubuh perempuan itu. Kemudian, ia membawanya masuk ke dalam mobil miliknya.

Tak lama, ia menekan ponsel untuk menelepon seseorang.

“Iya, Mas, laporan penjuaannya minta tolong ditaruh di meja saya ya, besok saya cek!” ujarnya dengan suara di dalam telepon.

“Baik, Pak Dio,” jawabnya.

Laki-laki tersebut mengembuskan napas kasar. Kedua netranya melihat perempuan yang pingsan di sampingnya. Ia dengan segera menyalakan mesin mobil untuk menuju tempat yang dirasa aman untuk perempuan tersebut.
***

Tujuh jam perjalanan telah dilewati oleh Devita menggunakan penerbangan Qantas Australia-Jakata. Ia benar-benar baru bisa keluar bandara Soekarno-Hatta pukul 21.30 WIB. Dengan segera, ia menelepon sang ayah.

“Assalamu’alaikum, Yah,” salam Devita menyapa suara di balik ponselnya.

“Wa’alaikumussalam, Nak, udah di Jakarta?” tanya sang ayah memastikan.

“Iya, Yah, aku mau cari hotel dulu ya, besok baru aku ke rumah ya, Yah.”

“Nggak usah, Nak, kamu pulang ke Bandung ya, sementara temenin mama buat gantiin Devina dulu!” pinta sang ayah.

“Loh, kenapa, Yah? Vina ke mana?” tanya Devita heran.

Sang ayah menceritakan kondisi mantan istrinya‒ibu dari Devina dan Devita‒pada anak kesayangannya itu. Ia pun membujuknya untuk membantu mencari keberadaan Devina dan apa penyebab kaburnya dari rumah. Devita merasa iba kepada ibu kandungnya, sehingga ia memutuskan untuk menuruti permintaan sang ayah agar menggantikan posisi kembarannya sementara waktu.
***

Mentari mulai merangkak ke permukaan. Kicauan burung perlahan memadati langit. Pun dengan para penghuni bumi, mereka mulai berhamburan keluar dari rumah masing-masing menuju tempat bekerjanya.

Pagi di Kota Udang cukup cerah. Pukul 10.00 WIB, Kafa mengeluarkan kendaraan roda empat dari garasinya, tiba-tiba suara yang ia dengar kemarin, kini kembali terdengar.

“Kafa, kamu emang nggak tanggung jawab, ya! Devina mana? Kembalikan padaku!” Perempuan bernama Gina itu memohon pada mantan suaminya.

“Aku kan udah bilang, aku nggak tau, Gin!” ucapnya sambil melangkah ke sumber suara.

Perempuan setengah baya itu kembali menangis di depan teras rumah mantan suaminya. Tak lama, seorang perempuan berjilbab salem keluar dari rumahnya dengan setelan kemeja dibalut dengan jas serta celana bahan yang terkesan sangat formal melangkah ke arah suaminya.

“Mbak, sini masuk dulu, kita obrolkan baik-baik,” ujar perempuan itu.

“Aku cuma mau Devina kembali! Jangan ambil Devina dari hidupku!” responsnya disertai tangisan.

Tiba-tiba ponsel Gina berdering. Ia segera mengambilnya dari tas kecil yang dibawanya. Di sana tertera nomor baru. Ia ragu untuk mengangkatnya, tetapi atas permintaan mantan suaminya, ia pun menuruti.

“Ma, Mama di mana? Devi pulang ke rumah, nih, tapi Mama nggak ada. Mama ke mana?”

“Devina?” tanya Gina memastikan.

“Iya, Ma. Ini Devina. Devina udah di rumah. Mama ke mana kok nggak ada di rumah?”

“Sayang, Mama nyariin kamu, Nak. Kamu dari mana baru pulang selama 4 hari, Vina nggak kangen Mama?”

“Makanya Mama ke sini ya, pulang ke rumah,” pinta Devita, kembaran Devina.

“Iya, Sayang, Mama pulang ke rumah sekarang, Vina tunggu Mama, ya!” ujarnya dengan nada bahagia.

Tak lama, ia menutup teleponnya dan segera bergegas meninggalkan rumah mantan suaminya itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Dering telepon beralih, ponsel Kafa berbunyi. Nama Devita yang tertera di layar ponselnya. Segera ia mengangkat dan menyapa anak kesayangannnya itu.

“Ayah, Devi udah di Bandung nih, di rumah mama, Kirain mama udah di Bandung, Yah, tau gitu aku di hotel dulu,” ujar Devi kepada sang ayah.

“Iya, Nak, Ayah sama Bunda udah tau kamu udah di sana,” responnya.

“Kok bisa tau, Yah?” tanya Devi heran.

“Iya, mamamu tadi dari sini, nangis-nangis minta Ayah balikin Vina.”

“Terus Ayah jawab apa?” tanya Devi penasaran.

“Kan keburu kamu telepon, mama seneng banget loh saat denger suara kamu tadi, Nak,” tutur ayah dengan nada bahagia.

“Ah, Ayah, tapi aku juga kan pengen ketemu Ayah dan Bunda,” ucapnya.

“Bantu cari keberadaan Vina ya, Nak, dan jangan lupa bahagiain Mama Gina terus ya, Nak, tapi kalo kamu kangen bisa main-main ke sini ya, Sayang, ketemu Ayah sama  Bunda,” nasihat sang ayah.

“Iya siap, Yah, Devi akan cari Vina sampe ketemu biar Devi bisa handel lagi kerjaan di Australia, Yah, hehe.”
“Oke, kalo ada apa-apa kabarin ke Ayah sama Bunda di sini, ya, Nak,” pinta sang ayah.

“Siap, Bos! Assalamu’alaikum.”

Sambungan telepon terputus setelah keduanya mengucapkan salam dengan sempurna.
***

Di Bandung, rumah bercat putih yang terletak di jalan Cibiru itu masih terlihat sama seperti tiga tahun lalu. Perempuan yang hendak menemui ibu kandungnya tersebut terpaksa menunggu di luar rumah tersebut.

Setelah menelepon ibu kandungnya beberapa menit lalu, ia berinisiatif membelikan kue kesukaannya. Tak berpikir panjang, ia mencari informasi melalui media sosial Instagram tentang bakery terenak di Bandung. Tak sengaja, ia melihat akun Instagram milik kembarannya, Devina. Di sana terdapat gambar tangan kiri yang terdapat luka sayatan dengan tetesan darah di bawahnya.

“Kamu kenapa sih, Vina? Apa yang terjadi sama kamu?”

Dostali jste se na konec publikovaných kapitol.

⏰ Poslední aktualizace: Aug 26, 2022 ⏰

Přidej si tento příběh do své knihovny, abys byl/a informován/a o nových kapitolách!

Jejak Sang EditorKde žijí příběhy. Začni objevovat