Prolog

84 3 0
                                    

23 Januari 2013

Dear Diary.

Malam ini aku iseng membuka FB dan melihat akun FB mantanku. Alhamdulillah, ternyata putrinya sudah lahir. Semoga kelak dia menjadi anak yang salihah, seperti ibunya. Kalau ibunya tak salihah, tak mungkin mantanku menikahinya.

Sebenarnya bukan mantan sih, karena tidak ada kata putus dalam hubungan kami. Dia berjanji akan kembali kepadaku. Namun, janjinya tak pernah ditepati. Dia tak pernah datang padaku sejak ikrar itu. Kini 6 tahun telah berlalu dan aku belum bertemu dengannya sama sekali. Bodohnya, aku masih mencintainya.

Jariku mulai menjelajah ke berandanya, melihat terus ke bawah. Sudah lama tak melihat akun ini, setelah mengetahui istrinya tersebut hamil. Sakit hati, tapi bahagia, bahagia atas kebahagiaan keluarga kecil mereka. Walaupun dulu hatiku sempat sakit oleh sikapnya. Dulu, bertahun-tahun yang lalu.

Namanya Sahru, kami kenal ketika dia duduk di bangku kelas 3 SMK. Kami akrab karena sama-sama suka membaca buku dan sering bertemu di Perpustakaan Masjid Baiturrahman. Dia lelaki yang sederhana dan baik. Aku mengenalnya saat tas dan sepatunya masih berlubang, ke sekolah hanya naik angkot, sesekali sepeda motor jadul warna merah tahun 70-an, dan ketika berkencan dengan sepeda kecil kami.

Cinta, kadang aku sendiri tak mengerti apa itu cinta. Penantian yang tak berujung batas kah? Janji setia sampai mati kah? Atau malah pengkhianatan yang tiada akhir. Ah, aku sendiri bingung mengartikannya.

Aku pengecut? Ya! Aku terlalu pengecut untuk jujur bahwa masih mencintainya. Terlalu pengecut untuk mengakui jika aku merindukannya. Pengecut karena tak bisa marah melihat fotonya yang tersenyum dengan istrinya. Padahal aku hanya ingin dia mengingatku.

Aku tetap tak bisa melupakannya. Sudah kucoba berkali-kali, mungkin memang dia tidak untuk dilupakan. Cukuplah mengenangnya dalam hati dan pikiran. Selamanya. Karena di sini aku juga telah punya keluarga baru. Keluarga yang telah membuat hidupku lebih berwarna, suami dan anakku. Masa depanku.

Ya, aku memang seorang pengecut.

Sampai Tuhan menjawab keinginanku yang tertutupi kata 'pengecut'.

Dia akan selalu mengingatku, karena anak perempuannya lahir tepat pada tanggal lahirku, tepat pada tanggal tiap kenanganku. Tuhan telah ikut campur dalam kehidupan kami. Aku tak ingin dia melupakanku, seumur hidupnya. Seperti aku yang tak pernah melupakannya, melupakan semua janji dan kisah tentang kami.

Haruskah aku tertawa melihat keadilan Tuhan? Ya, Tuhan memang selalu adil pada tiap makhluk-Nya. Bahkan, keadilan itu terpampang nyata dalam tiap kehidupan. Terkadang, manusia tak menyadari bahwa apa yang terjadi adalah karma atas perbuatan lalu atau cobaan untuk membuat derajat lebih tinggi di mata-Nya.

Tapi aku percaya, di dunia ini tidak ada sesuatu yang kebetulan. Baik itu pertemuan, perpisahan, atau bahkan kematian, semua sudah digariskan. Begitu juga dengan kisah kami. Antara aku dan dia.

Doaku untuk kalian yang selalu bahagia, Rama sekeluarga

Selalu Ada Campur Tangan TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang