Bab 1. Ayah mau nikah lagi?

4 1 0
                                    

Hari sudahlah malam, Naisya duduk di sofa bersama Ayah Fatih. Mereka masih saja bercanda dari sehabis sholat Isya. Padahal tujuan awalnya adalah info Ayah Fatih tentang sesuatu hal yang mungkin penting. Sudah terbiasa jika malam lah waktu paling tepat menghabiskan waktu bersama dari kesibukan di hari kerja.

Naisya juga terkadang tidak bisa bercanda lagi dengan ayahnya sejak telah masuk SMK. Tugas semakin hari semakin menumpuk. Ketika telah selesai mengerjakan segala tugas, datang lagi tugas lainnya. Entah itu kelompok atau mandiri. Jadi ada rasa sedih ketika tak bisa bercanda gurau dengan ayahnya.

"ayah, tadi bukannya mau berbicara sesuatu?"Naisya bertanya sebab sudah sangat penasaran tentang hal apa itu. Di kepalanya penuh dengan tanda tanya yang dari tadi membuat pusing sebab menebak nebak terus menerus.

"Astaghfirullah, ayah lupa. Sebentar, ayah mau mengambil sesuatu"Ayah Fatih menepuk keningnya pelan. Sungguh lupa kalau ada yang mau dibicarakan. Ia melangkahkan kaki ke dalam kamarnya untuk mengambil sesuatu.

Naisya hanya menghela nafas perlahan dan menggeleng pelan. Ia maklum jika ayahnya lupa karena dirinya. Ia jadi berpikir bagaimana romantisnya Ayah Fatih bersama bundanya dulu. Bagaimana caranya menghibur, menenangkan, dan selalu menjadi pendengar yang baik bukankah tertebak ayahnya begitu romantis? Mungkin keluarga kecilnya akan menjadi lebih bahagia dari yang sekarang.

Naisya memang punya satu harapan dan itu sangatlah sederhana. Ingin rasanya merasa dipeluk, disayang, diberi saran dan belajar banyak hal dengan seorang bunda. Hati kecilnya berkata menginginkan itu apalagi saat dimana anak gadis lainnya bersama bundanya masing masing memakai pakaian kembar.

Walau kasih sayang Ayah Fatih tak pernah luntur untuknya tapi ia juga ingin mendapat kasih sayang bunda. Berharap bunda berada disampingnya selalu. Namun begitulah takdir yang tidak dapat ditawar apalagi di tukar tambah menjadi apa yang kita inginkan. Mau tak mau, ikhlas tak ikhlas dan ingin tak ingin harus tetap menerima semua itu dengan lapang dada.

"bunda... aku kangen dan aku cinta karena Allah. Tunggu Isya dan Ayah menyusul, kita akan berjumpa suatu saat nanti..."bathin Naisya menjadi mellow gara gara mengingatnya. Ia segera merubah moodnya dengan cepat karena tak mau terlihat oleh ayahnya.

Tidak lama kemudian, Ayah Fatih keluar membawa sebuah kertas tapi semakin mendekat terlihat seperti kertas undangan. Naisya terduduk tegak, hatinya merasa tak enak dan jantungnya berlari entah kemana.

Ayah Fatih duduk di sofa dengan membuka plastik dari kertas undangan tersebut. Semakin jelaslah kertas undangan apakah itu dan yang jelas adalah kertas undangan pernikahan.

"Sya, ayah mau..."Ayah Fatih berhenti berkata sebab Naisya sedang tidak baik baik saja. Mata anak gadisnya berkaca kaca.

"hey, kenapa? Ada apa sayang, Kamu menangis?"khawatir Ayah Fatih mengulurkan tangannya untuk sekedar mengelus kepala dan memeluk anaknya. Namun usaha untuk menenangkan tidak terjadi karena Naisya menepis kedua tangannya.

"ay.. Ayah.. Tegaa"Naisya bersuara dengan serak dan sedikit lagi akan tumpah air yang menganak di pelupuk matanya.

"tega, kenapa?"Bingung Ayah Fatih. Jujur di dalam hatinya terasa hancur hanya melihat mata berkaca kaca dan ucapan kecewa dari Isya nya. Panik tentu, tapi lebih ke arah bingung tingkat dewa.

Pertanyaan itu membuat Naisya menangis sejadi jadinya. Mungkin jika pintu utama dibuka, tetangga akan menghampiri mereka karena tangisannya. Sedangkan Ayah Fatih bingung harus melakukan apa. Jika dulu Naisya ngambek atau menangis, beliau akan membujuknya dengan membeli boneka bebek kecil atau es krim vanilla tapi sekarang tentu tak sama.

Perjuangan Jodohku, Meraih CintakuWhere stories live. Discover now