(26) Ruangan Rahasia

Începe de la început
                                    

"Cuman apa?" Rossa penasaran.

"Mungkin Mas Al lagi sedikit ngambek aja, tante." Ujar Andin, melirik Aldebaran sesaat dengan tatapan usil. Mendengar jawaban gadis itu membuat kening Aldebaran seketika mengerut.

"Kok ngambek?"

"Jadi begini, tante. Tadi pas di kantor aku dapat kiriman buket bunga yang nggak ada identitasnya. Aku pikir itu dari Mas Al. Terus aku tanya, Mas Al bilang dia nggak kirim apa-apa. Jadi, nggak ada yang tahu itu bunga dari siapa." Cerita Andin membuat Aldebaran seketika mendeham dengan sedikit salah tingkah.

Dari cerita Andin itu, Rossa dan Damar tampak sudah mengerti dengan perasaan Aldebaran saat ini. Rossa pun tertawa begitu mendapati bahwa putra sulungnya itu ternyata bisa juga merasakan cemburu. Seumur-umur baru kali itu dia melihat Aldebaran cemburu karena perempuan.

"Masa cemburu sama pengirim bunga yang nggak ada identitasnya sih." Cela Damar sambil tertawa.

"Aku tidak cemburu." Aldebaran masih saja menyangkal. Rossa yang melihat penyangkalan putranya, tampak semakin tertawa. Entah apa yang terlihat lucu.

"I'm so sorry, darling. Mama sudah membuat kalian salah paham rupanya." Ucap Rossa sambil tertawa. Hal itu membuat Aldebaran menatap sang mama dengan heran, disusul oleh tatapan Andin untup wanita itu.

"Maksud tante?" Andin bertanya.

"Let me tell you, Andin. Sebenarnya, buket bunga itu kiriman dari tante." Beber Rossa membuat Aldebaran dan Andin terperangah kaget. Kemudian keduanya kembali saling menatap.

"Tante sengaja tidak menuliskan nama tante sendiri di bunga itu karena rencana tante adalah menulis nama Al sebagai pengirimnya. Tapi ternyata ada kelalaian dari kurir yang mengantar sehingga kartu ucapannya hilang." Jelas Rossa membuat Andin tersenyum lega, sebab artinya tidak ada orang asing yang usil mengiriminya bunga. Ia lantas beralih memandang sang kekasih yang tampak sedikit kesal setelah mendengar penjelasan sang mama.

"Astaga, mama." Desis Aldebaran.

"Mama melakukan itu hanya untuk memberikan ucapan selamat atas bergabungnya Andin di kantor desain milik Darwin. Dan karena mama yakin kamu tidak akan melakukan hal romantis seperti itu, jadi mama yang inisiatif melakukannya."

"Apa-apaan sih mama." Decak Aldebaran, masih terlihat kesal. Sedangkan Andin yang melihatnya sedikit tertawa.

"Terima kasih banyak ya, tante, sudah sangat perhatian sama aku. Tapi harusnya tante nggak usah repot-repot melakukan itu." Ucap Andin merasa tidak enak.

"Nggak, sayang. Tante justru senang sekali bisa melakukannya untuk kamu dan anak tante yang kaku itu." Balas Rossa seraya mengusap salah satu pundak Andin, diakhiri dengan melirik sang putra yang duduk di seberang mereka.

"I'm so sorry, Al. Mama kamu melakukan itu pasti karena sudah terbiasa dengan perlakuan papa yang manis dan romantis. Kamu harus meniru itu nanti. Karena perempuan itu suka sekali dengan hal-hal yang begitu, diberi bunga misalnya, diberikan kejutan, dan hal-hal romantis lainnya. Jangan terlalu kaku." Timpal sang papa membuat posisi Aldebaran terpojok.

"Memangnya sesuatu yang romantis itu harus selalu dengan bunga, Pa?" Tanya Aldebaran, lebih cenderung pada memprotes.

"Tidak selalu, sih. Romantis itu relatif. Ada perempuan yang suka sekali diromantisasi dengan bunga. Ada pula yang dengan diberikan barang mewah atau perhiasan. Tapi ada juga yang merasa bahwa romantis itu cukup dengan tindakan, perhatian, dan cara dia memperlakukan pasangannya tanpa harus selalu ada bunga atau barang-barang mewah. Itulah kenapa kita harus peka terhadap pasangan, dia sukanya seperti apa." Jelas Damar panjang lebar.

Forever AfterUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum