°•Bagian ketiga•°

Bắt đầu từ đầu
                                    

Alasan Yoo Mia berjuang melewati seluruh rasa sakit hingga saat ini juga karena dukungan dan semangat darinya. Ia pergi seperti pengecut, sedangkan sang adik menunggu di ranjang pesakitan dengan beribu harapan yang ia simpan dalam benak. Bagaimana bisa ia begitu egois?

Yoo Mia adalah alasan ia terus berjuang, begitu pula sebaliknya. Layaknya sepasang sayap, jika salah satu patah, maka keduanya akan jatuh menghantam bumi. Jika menyerah, sama artinya memberikan beban dua kali lipat pada sayap satunya.

"A-Ahjussi ..."

Kesadaran Yoo Joonghyuk kembali tertarik ke dunia nyata, menatap kedua anak lelaki yang berdiri dihadapannya dengan kepala tertunduk dalam dan kedua tangan saling meremas penuh gugup.

"A-aku minta ... maaf, aku ... Aku ceroboh tak bisa menangkap bolanya." Anak disebelah kiri menuturkan dengan suara pelan.

"Aku juga. Ak-aku tak tahu kalau Yoo Mia ada di belakang, jadi ... Sungguh, aku tak bermaksud membuatnya begini." Anak satunya malah terdengar akan menangis.

"Kami akan menanggung seluruh biayanya, kamu tak perlu khawatir. Adikmu akan mendapat perawatan terbaik!"

"Kamu berhak marah dan kami benar-benar minta maaf atas apa yang terjadi. Namun, kami takkan lepas tanggung jawab atas apa yang terjadi. Kamu bisa pegang kata-kata ku."

Melihat Yoo Joonghyuk yang tak merespon sedikit pun membuat sepasang suami dan istri itu tambah gugup. Bagaimana jika anak muda ini malah membawa masalah ini ke jalur hukum? Mental anak-anak mereka bisa terguncang.

"Lakukan apapun terserah kalian." Yoo Joonghyuk berucap datar. "Masalah ini, tunggu sampai Mia sadar."

Kedua pasangan itu tersenyum, syukurlah masalahnya tidak akan merambat sampai jalur hukum. Meski begitu, mereka tak bisa senang sekarang, karena masih ada satu nyawa tanpa kepastian masih berbaring kaku dalam ruangan di depan mereka.

***

"Silahkan datang lagi!"

Yoo Joonghyuk keluar dari supermarket setelah membeli makanan. Ia belum makan lagi sejak sarapan terakhir dan kini sudah hampir sore. Ia duduk di bangku di depan supermarket dan menyantap roti dagingnya.

Sebenarnya ia tak ingin keluar dan meninggalkan Yoo Mia sendirian di ruangannya, tapi Bu Park memintanya untuk mengisi perutnya dulu dan menawarkan dirinya untuk menjaga Yoo Mia. Yoo Joonghyuk akhirnya tak punya pilihan selain menurut, karena jika terjadi sesuatu ia takkan mampu mengatasinya dengan kondisi perut kosong.

Sesekali matanya menatap para pejalan kaki yang lalu lalang atau mobil yang melintas. Tak ada satupun yang menarik perhatian nya sampai denyutan itu kembali ketika matanya menangkap sosok itu.

Sosok sama yang belum sempat ia temui keberadaannya dan menghilang diantara kerumunan. Sosok itu kini tertangkap oleh netranya.

Tanpa sadar, kakinya melangkah mendekati sosok itu. Kilasan dalam kepalanya muncul, bayangan hitam putih yang menampilkan kejadian asing, denyutan kesakitan yang meremas dadanya tanpa ampun.

Kilasan itu menampilkan seorang pria berambut hitam legam dengan ponsel di tangan tengah melambai ke arahnya, membuat perasaan aneh dalam dada membuncah keluar.

Yoo Joonghyuk tak mengerti perasaan apa yang kini tengah ia rasakan pada sosok yang bahkan tak pernah ia kenal sebelumnya, tapi perasaan ini terasa begitu kuat, seakan dirinya telah menunggu lama untuk pertemuan ini.

Perasaannya saat ini hampir sama dengan yang ia rasakan pagi tadi di stasiun. Apakah mereka orang yang sama? Ia takut jika ada kesalahan lagi. Namun, denyutan itu kembali terasa. Semakin dekat ia berjalan, semakin kuat juga detakannya. Rasanya seperti jantungnya akan terlempar keluar dari tulang rusuknya.

Sosok itu masih disana, jaraknya sudah semakin dekat. Ia ingin memeluknya, mengurung sosok itu dalam dekapannya dan tak memberikan alasan untuk lepas darinya. Ia ingin meraihnya!

BRAK!!

Yoo Joonghyuk membeku kala sosok itu melayang beberapa meter lalu membentur aspal dengan keras setelah menghantam mobil yang melintas dengan kecepatan tinggi. Darah mengalir dari luka yang terbuka, wajah yang tadi melukiskan senyum kini ternoda oleh darah.

Tidak... TIDAK!!

"KIM DOKJAA!!"

***

"Kim Dokja sialann!! Bisa-bisanya meninggalkan temanmu lembur sendirian sedangkan kau dengan santainya pulang tanpa beban!? Kembali sekarang!"

Ponsel segera Kim Dokja jauhkan begitu mendengar teriakan frustasi sahabatnya, Han Sooyoung, dari seberang. Gadis itu benar-benar kesal harus lembur, padahal itu salahnya sendiri karena proposal bagiannya belum selesai.

"Aku tak ada kewajiban untuk melakukan itu, ok? Aku juga lelah dan ingin istirahat."

"Kau kira aku tak lelah!? Argh, kenapa juga Manager Lee sialan itu memberikan project yang jelas-jelas adalah bagiannya padaku brengsek!"

"Kata orang kalau kau sering mengutuk seorang pria, kelak ia akan jadi pasanganmu."

"Hueekk!!" Han Sooyoung berlagak muntah. "Aku lebih baik menjadi perawan tua daripada hal itu terjadi!"

Kim Dokja terkekeh, mendengar sahabatnya itu semakin beringas mengutuk manager mereka. Bagaimana Kim Dokja bisa lepas dari lembur? Ada cara rahasianya.

"Hei, berhenti mengutuk dan selesaikan pekerjaanmu itu, atau Heewon akan menghabiskan seluruh jamuan malam ini."

"ARGH, JANGAN HABISKAN! JIKA DIA BERANI MENYENTUH BAGIANKU, AKU AKAN MEMBUNUHNYA!"

"Karena itulah cepat selesaikan dan segera kemari bersama Sangah. Dia sudah rela menemanimu, jangan sia-siakan waktunya hanya untuk mendengar omelanmu."

"Aku tahu, brengsek! Ingat, jangan sentuh bagianku, atau kau yang akan ku makan!"

"Ck, aku tahu. Aku—argh!"

"KIM DOKJAA!!"

"Halo? Hei, Kim Dokja sialan, kenapa kau berteriak!? Jawab aku brengsek!!"

Kim Dokja mematung ketika seorang pria menariknya kencang dari trotoar hingga ponselnya terlepas dari genggaman dan teronggok tanpa ada yang peduli di tanah.

Remasan kuat tangan pria itu menyakiti bahunya, seakan berniat mematahkan tulangnya tanpa ampun. Aura dominan yang ia keluarkan terasa berat dan menekannya, Kim Dokja merasa begitu kecil dihadapannya. Siapa pria ini? Apa ia memiliki salah padanya dan berniat untuk membalasnya? Namun, apa yang ia lihat ketika bertemu pandang dengan mata pria itu berbeda.

Ada raut kekhawatiran dan ketakutan disana.

Tunggu, ia yakin matanya masih berfungsi dengan baik dan tak mungkin ia salah lihat, tapi kenapa begitu?

Ia akui wajah pria itu cukup tampan dn cukup membuatnya terpana sesaat. Wajah adonis dengan garis rahang tajam, alis melengkung sempurna dan tebal, bibir penuh yang agak gelap, ah jangan lupakan mata itu. Sial, bagaimana bisa ada orang yang memiliki wajah se sempurna ini?

Cukup lama bagi keduanya saling menatap satu sama lain, Kim Dokja lah yang pertama sadar dan segera melepaskan diri.

"Maaf, kau siapa?"

To be continued...

Cursed Love (Yoo Joonghyuk X Kim Dokja) Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ