Chapter 46 - Pertemuan

En başından başla
                                    

"Bigbos!" Izar menegur Sagi yang kondisinya berubah dalam mode siaga. Sang Kaisar terlalu memaksakan diri, dan itu artinya mereka semua bisa dalam bahaya jika terjadi ledakan sihir.

"Minggir!"

Tubuh Haruto bergerak menuruti ucapan Sagi. Anak buahnya yang ingin menyerang Sagi juga merasakan kondisi yang serupa. Senjata mereka dijatuhkan tanpa disadari. Ketika badan ingin bergerak pun, sendi-sendi seolah kaku.

"Sial!" maki Haruto yang merasa sebuah keanehan. "Siapa kalian? Dukun!"

Sagi hanya tersenyun tipis dari balik kemudi. Izar yang menyadari perubahan Sagi, segera membopong tubuh Haggins dan meletakkanya di bak jeep bagian belakang.

Mesin mobil dihidupkan. Tanpa membuang waktu, Sagi menancap gas mengejar arah keberadaan Fisika yang mengarah menuju perkampungan A2.

.
.
.

Setelah 1 km keberadaan Sagi tidak terlihat. Sesuatu yang sedari tadi mengekang pergerakan Haruto pun terlepas.

"Anjir!!! Siapa mereka? Dukun? Penyihir?"

Haruto menyepak seogok mayat pemakan zombie dengan kesal.

"Mobil kita dicuri! Sial! Brengsek! Setan mereka! Kalian!" Haruto menunjuk antek-anteknya. "Cepat cari  kendaraan dan bakar semua mayat ini sebelum mereka bangkit kembali."

...

Libra memilih pilihan yang salah, membopong tubuh Fisika untuk mencapai perkampungan A2 membuatnya kehilangan banyak tenaga.

Sesekali, pria berambut pirang ini beristirahat. Dia memutuskan untuk bergerak malam itu juga. Dia punya firasat buruk, jika harus menunggu sampai pagi.

Setelah mengumpulkan tenaga, Libra kembali meneruskan perjalanannya. Dia juga mencoba mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk menjadi sarana transportasi. Sayang, sejauh ini yang terlihat hanya ada rongsokan-rongsokan kendaraan yang sudah tidak berfungsi lagi.

Dari kejauhahn, samar-samar terlihat cahaya lampu yang menyorot. Cahaya tersebut, bergerak begitu cepat. Libra bahkan berpikir itu Haruto, namun mustahil. Haruto dan anak buahnya tidak akan bisa membawa mobil dengan gelagat kesetanan seperti itu.

Mobil jeep itu berhenti. Bersamaan dengan ledakan dan petir yang menyambar di sekitar. Libra merasakan sesuatu mendorongnya begitu beringas. Fisika yang berada dalam kedua rengkuhan tangannya pun telah berpindah tempat.

Izar segera mengambil posisi berdiri siaga menjaga Sagi yang sedang membopong tubuh Fisika.

"Fisika? Heera?"

Sagi mengusap lembut pipi sang pujaan hati dengan perasaan membucah. Libra masih memproses apa yang terjadi. Saat ia sadar bahwa pria yang ada di hadapannya adalah pacar Fisika. Libra merasa seperti kalah. Usahanya tidak berarti apa pun lagi.

"Lo yang dipanggil Baginda?" tanya Libra dengan skeptis.

"Benar. Apa yang lo lakukan dengan membopong tubuh Fisika?"

Sorot mata Sagi terlihat menelisik sarung tangan yang digunakan oleh Libra. Ia mendecak kesal.

"Membawanya menjauh. Kenapa lo baru datang sekarang? Kenapa lo meninggalkannya bersama gue, jika ujung-ujungnya lo bakal membawanya pergi?"

Di titik ini, Libra merasa sangat terpukul. Walau kebersamaan bersama Fisika hanya sebentar. Pria itu merasa sangat nyaman pada wanita yang mendadak hadir di kediamannya.

"Bigbos?" seru Izar yang sama sekali tidak menurunkan kewaspadaanya.

"Kita pulang," ujar Sagi pendek. Dia tidak memiliki minat menjelaskan duduk persoalan mereka pada orang asing. Izar mengganguk, dia segera mundur perlahan-lahan dan berjalan ke arah belakang jeep.

"Haggins? Bangun, kita akan pulang."

Kesadaran Haggins berangsur-ansur kembali. Hal yang serupa justru terjadi pada Fisika yang membuka kedua kelopak matanya.

"B- Baginda?" seru Fisika dengan keran air mata yang telah bocor. Dia memegang kedua pipi Sagi. Penting bagi Fisika menyadari ini bukanlah mimpi.

"Fisika, lo akan pergi?"

Suara Libra seketika saja menyadarkan Fisika. Ia menoleh pada Libra yang sedang tersenyum tanpa bisa melakukan apa-apa.

Awalnya, Fisika ingin memarahinya. Namun, mengingat semua yang telah dikorbankan Libra. Sekonyong-konyong, membuat Fisika menjadi sadar. Tidak sepatutnya ia memarahi pria yang telah bersamanya akhir-akhir ini.

"Ponselmu." Libra mengembalikan ponsel tersebut kembali ke tangan Fisika. Lalu ia bergerak mundur. Untuk sesaat, Libra ingin merampas wanita itu kembali. Dia ingin Fisika hanya untuk diirinya seorang.

Akan tetapi, akal sehatnya masih berpikir logis. Tindakan nekat tersebut akan membuat Fisika menjadi membencinya. Padahal yang diinginka Libra adalah perasaan yang terbalaskan.

"Sial!" Libra mengumpat. "Pada akhirnya gue tetap sendiri."

Fisika merasa bersalah. Bagaimana pun, tanpa Libra dia tidak akan baik-baik saja.

"Baginda," lirih Fisika kepada Sagi. "Bisakah kita membawa Libra? Tidak perlu di Malakai. Bawa saja ke Karta. Di sini ... tempat ini, tidak cocok bagi Libra."

Sagi tidak menyahut. Dia hanya memandang Fisika dengan ekspresi wajah yang sulit untuk dikenali.

"Gue mohon. Bisakah Baginda melakukan itu, sebagai salam terima kasih karena dia telah menolong gue selama ini?"

Sagi masih tidak menjawab dan itu membuat Fisika merasa gelisah. Dia kembali menoleh pada Libra. Di mana, ia terkejut bahwa Libra memberikannya sebuah permata biru yang sangat dikenali Fisika dari dalam kotak stansless berukuran kecil.

"Lo sama misteriusnya dengan benda ini. Jadi, bawa saja benda ini bersama lo."

Sagi dan Izar tertengun dengan keberadaan Flower Winter tersebut. Mustahil, bagi keduanya untuk tidak menyadari keberadaan batu sihir tersebut.

"B- Bagaimana bisa?" Fisika terucap terbata-bata.

Libra hanya menghendikkan bahu. "Muncul di telapak tangan gue suatu hari. Seperti keberadaan lo. Benda itu, apa lo mengenalnya?"

Fisika mengganguk. Dia berpaling pada Sagi yang sedang mengerutkan kening.

"Bigbos," seru Izar yang sedang menarik Haggins mendekat. "Ini di luar perkiraan. Tapi, kita harus segera pergi, jika Flower Winter sudah di tangan."

Sagi mengganguk takzim. Ia memandang Libra, lalu beralih menatap Fisika. "Lo ingin menyelamatkan Libra?"

Fisika mengganguk. Sagi pun memandang ke arah Libra.

"Sebagai tanda terima kasih karena sudah menjaga calon istri gue." Sagi sengaja menekan kalimat terakhirnya. "Gue akan bawa lo ke dunia. Di mana, lo bisa hidup aman tanpa zombie."

"Maksud lo ... seperti dunia paralel?" tebak Libra tidak percaya.

"Ya, dunia tanpa zombie. Jakarta versi berbeda." Haggins tahu-tahu menyela. Dia sudah tidak sabar ingin pulang.

Libra tersenyum tipis. Tidak heran, bagaimana Fisika bisa tiba-tiba muncul dan memiliki sebuah kekuatan. Sagi memberikan kode pada Izar.

Pria itu mengganguk. Lalu dia membagikan sedikit mana nya pada Libra. Sekonyong-konyong, ia tersentak oleh sesuatu yang bereaksi dari tubuh si pria pirang.

"Tubuh lo!" seru Izar takjub. "Lo memiliki kekuatan pembatal mana."

Pembatal mana, adalah seseorang yang mampu menghapus energi sihir dari seseorang atau suatu objek. Tentu saja, kekuatan ini sangat jarang terjadi. Perbandingannya 1000:1.

"Daripada Karta, bagaimana kalau kita membawanya ke Malakai?" tanya Izar antusias.

Sagi merenungkan tawaran Izar. Pantas saja, aura keberadaan Flower Winter bisa terdeteksi sama sekali. Namun, hal tersebut. Sekaligus menjawab, mengapa Fisika bisa tertarik ke dunia ini. Ya, karena mana dalam diri Fisika bereaksi dengan gelombang elektromagnetik Flower Winter tanpa disadari sama sekali.

___/_/_/___
Tbc


Kuanta (End)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin