Chapter 7 : Siren

2 0 0
                                    

Perjalananku masih panjang, hari kedua telah tiba, entah mengapa waktu bergerak begitu lama, bahkan aku dewasa sebelum waktunya? Apakah ini semacam sihir?

“Rure, ingat janjimu. Aku akan pergi sekarang.”

“Tuanku.. setelah ini engkau akan bertemu dengan monster air, Siren. Engkau harus berhati-hati terhadap mereka. Mereka akan memikatmu dan memakan dagingmu.” Siren yang selama ini aku temui tidak sejahat yang diceritakan oleh Rure, namun aku ragu, aku bergidik dan berpura-pura seakan-akan itu bukan apa-apa untukku.

“Jangan khawatir. Aku punya pasukanku.” Ucapku santai.

“Tuan, kau..” aku melihat Rure yang begitu khawatir terhadapku, atau.. terhadap Yuraktus?

“Kau harus percaya padaku.” Aku bergegas melanjutkan perjalananku dengan hanya berbekal sebuah pedang san sekantong air dan sebuah apel yang kini kumakan dengan lahap. Aku bisa melihat dengan sangat baik disaat siang seperti ini, bahkan seekor semut api yang berjalan di dahan pohon.

Cuaca sangat cerah, dan kini aku memasuki hutan yang dipenuhi oleh jamur-jamur raksasa, disini sangat lembab dan kau bisa melihat jamur-jamur raksasa ini mengeluarkan gas dari tubuhnya. Dibalik warnanya yang indah, mereka amat sangat beracun dan sebisa mungkin aku tidak terpeleset dan berpegang pada salah satu jamur ini.

Berbekal sedikit informasi jalan menuju gunung Gnarland aku sebenarnya takut akan tersesat, terlebih lagi masuk kedalam sarang monster, namun.. untung saja aku bertemu Rure untuk sedikit informasi. Walaupun kita harus membunuh kelompoknya terlebih dahulu.

“Jembatan?” aku melihat sebuah jembatan tua yang tertutupi oleh tumbuhan menjalar. Aku memicingkan mataku dan melihat sebuah danau jauh setelah jembatan ini. Rure mengatakan aku akan menghadapi Siren.

Kini kakiku mulai menapaki jembatan tua ini, dengan gemetar aku berpegang pada tumbuhan menjalar yang cukup banyak ini. Aku menggigit Amaryllis agar aku lebih leluasa berpegang pada tumbuhan-tumbuhan ini. Ujung jembatan pun kini telah kulewati.

“Tunggu sebentar, biarkan aku istirahat.” Rutukku pada diriku sendiri. Aku membaringkan tubuhku dengan nafas yang tersengal-sengal, sebenarnya bukan karena lelah, namun karena kegugupan yang luar biasa kuhadapi saat melewati jembatan tua sialan itu.

Aku meminum air yang ada dikantongku, matahari terlihat amat sangat terik, tak dapat kupungkiri hari ini begitu panas.

Aku melanjutkan perjalananku, dan benar saja, didepanku kini sebuah danau hijau terbentang luas, aku menelan ludahku. “bukankah berarti aku harus memiliki sebuah perahu untuk melewatinya?” aku menoleh kearah sekitarku, namun aku tak menemukan satupun. Aku hampir putus asa dibuatnya.

“Yuraktus..” aku tersentak, siapa memanggilnya? Ini pasti ulah para Siren. Dan benar saja, mereka muncul dari dalam perairan, dan tersenyum dengan begitu hangat. Tak bisa kupungkiri mereka sangat indah, terlebih lagi terpantul sinar matahari, dengan rambut yang menjuntai panjang dan bibir yang semerah buah delima, tapi bagaimanapun aku melihatnya, mereka adalah ikan! Mereka hanya menunjukkan wajahnya yang cantik saja, bagaimana dengan ekornya? Rasa penasaranku memuncak.

“Yuraktus, aku akan menunjukkanmu jalan kemana engkau akan menemukan hal yang kau inginkan.” Mereka mengulurkan tangannya. Kenapa mereka ini seakan tahu apa yang sedang aku cari, dan aku bukan Yuraktus.

“Aku bukan Yuraktus. Aku Darren, jadi aku tidak butuh bantuanmu.” Siren itu terkekeh, kini empat Siren bermunculan dan ikut terkekeh. ‘Mereka gila.’ Pikirku.

“Kami tidak memanggilmu bodoh, kami memanggil Yuraktus Amaryllis.” Aku menoleh kearah pedangku, aku tertipu. Mereka tahu bahwa Yuraktus tengah bersemayam di dalam pedang ini, lebih tepatnya bukan bersemayam tetapi terkurung.

“Yuraktus yang kau panggil tidak mampu berbuat apa-apa saat ini, bagaimana dengan itu?” mereka memicingkan mata, apakah sebenarnya mereka ini selir-selir raja kegelapan? Sontak aku membayangkan sosok Yuraktus yang berkencan dengan para ikan.

“Kau... tak akan mampu melewati sungai ini tanpa terbunuh oleh para Siren.” Aku tersentak, seharusnya aku berbuat baik pada mereka sehingga mereka memberiku jalan!

Kini tanah yang kupijak terasa basah, mereka menggerakkan air! Mereka sangat cepat dan menarik kakiku dengan kuat dan membawaku kedalam air. “Lepaskan sialan!” teriakku, bahkan dengan otot-otot yang kukerahkan tak mampu untuk menandingi kuatnya monster ikan ini. Aku menahan nafas, tak ingin air masuk ke hidungku, ini gawat. ‘Amaryllis’ pikirku, aku masih memegangnya, namun dasar air masih jauh dariku, sehingga aku tak bisa menancapkan pedangku dan mengerahkan pasukanku.

Mereka menarikku dengan brutal tanpa ampun, aku berusaha melepaskan diri, Siren yang berwajah cantik kini berubah, gigi-giginya setajam ujung pedang, siripnya berkilau dan aku yakin itu berbahaya, mereka mendesis bersiap untuk menyerangku, dengan sedikit pengalaman menggunakan pedang, aku berenang kearahnya dan memotong siripnya, aku tidak tahu pasti mengapa aku mampu berenang dengan cepat dan mudah. ‘Gwooooo...’ Siren itu berteriak kesakitan. Melihatnya, para Siren berteriak dengan kencang dan memekikkan telingaku, sial, aku tak mampu lagi menahan nafasku, aku berusaha menghiraukan para Siren dan berenang kearah permukaan untuk mengambil nafas. Namun, tak semudah yang kubayangkan, Siren pria dengan lengan kekarnya, menarikku dengan cepat dan mengigit pergelangan kakiku.

Bagaimana aku berteriak saat aku berada di dalam air? Aku merasakan nyeri yang luar biasa di pergelangan kakiku, rupanya Siren ini tahu bahwa hal ini menyakitkan untukku dan semakin memperdalam gigitannya. Aku sontak membuka mulutku untuk berteriak, namun aku tak berdaya, tak berdaya tanpa pasukan-pasukanku.

Mereka menarikku semakin dalam, aku mengejamkan mataku dan aku merasakan monster itu tengah mengambil pedang Amaryllis dari tanganku. Sial, apakah ini akhir dari hidupku? Mengapa Siren ini tidak kunjung melepaskan gigitannya di kakiku? Aku tersedak dan aku kehilangan kesadaranku.

“Lihatlah.. tanpaku, kau bukan apa-apa, Darren Devin Salvador. Kau .. bahkan tak mampu mengalahkan mahluk lemah seperti Siren.” Tawa itu membahana, menggema dalam ruangan gelap dimana Yuraktus menancapkan tombaknya.

Aku terdiam, apakah aku memang selemah itu? Yuraktus benar, tanpa pedang Amaryllis aku bukan apa-apa.

“katakan.. Salvador! Kau, membutuhkanku. Aku akan menolongmu dari kematian ini dengan senang hati.” Sosok itu kini mendekat, memegang tombaknya. Tunggu. . itu tidak terlihat seperti tombak, lalu apa itu? Mengapa aku melihat Yuraktus yang kini semakin bersemangat dari sebelumnya?

“Kau tidak akan memberikan sesuatu dengan cuma-Cuma, bukan? Apa yang kau inginkan?” aku merasakan dadaku yang semakin sakit, entah apa yang Siren perbuat dengan tubuhku.

“Suara.. ijinkan aku untuk membantu dalam setiap langkahmu, dan kau akan mendengarkanku. Semua kulakukan demi keselamatanmu, wahai jiwa yang lemah. Waktumu tak banyak, para Siren siap untuk mencabik-cabik tubuhmu, Salvador. Jika kau mati, maka aku pun demikian.” Aku merutuki diriku sendiri yang kini sangat setuju dengan keinginannya. Aku menganggukkan kepalaku tanda setuju, Yuraktus menyeringai mengerikan, kali ini dia tidak menusukku dengan tombaknya, melainkan meniupku, dan aku pun terbangun.

Gnarland's KnightWhere stories live. Discover now