enam belas.

Mulai dari awal
                                    

"Sayang, udah ya. Nanti kamu capek" Renjun mencoba mengusap punggung Ayden, "kakak, udahan yuk nangisnya"

"Kakak kalau pinter nanti papa pulang bawain coklat, mau gak?"

Ayden yang biasanya akan berhenti menangis ketika mendengar kata coklat itu sama sekali tidak menggubris ucapan Guanlin, membuat kedua orang tuanya merasa cukup heran.

"Tumbenan nih bocil di sogok coklat gak mau"

"Kata bibi tadi mungkin dia lagi kesel, atau ngerasa mau sakit makanya tantrum"

"Kesel kenapa?"

"Ya mana gue tau?! Kalau gue tau daritadi juga udah diem dianya" nahkan! Guanlin ini suka sekali menguji emosinya

"Ya kan lo sama dia, barangkali dia tadi minta apa tapi gak lo turutin"

"Gak ada!"

Renjun kembali mencoba mengusap kepala Ayden yang masih tantrum, bahkan sekarang tangisnya lebih parah dari tadi.

"Sayang, udah yaa. Papi sedih nih kalau kakak gini terus"

"Kakak sayang, gantengnya papi, udah ya nak jangan nangis terus. Capek kamu nanti"

Kini Renjun mencoba menggendong paksa Ayden yang masih tantrum itu. Ayden masih meronta ronta di dalam gendongan Renjun, ia mencoba melepaskan dirinya padahal sudah terlihat sangat capek di wajahnya. Renjun mencoba menimang Ayden dan mengusap usap punggungnya agar bocah mungil itu sedikit lebih tenang, namun-

Bughh

"Aduhh!"

"Yang, lo kenapa?" tanya Guanlin panik ketika melihat Renjun kembali menurunkan Ayden dan kemudian memegangi perutnya. Sedangkan Ayden kembali berguling guling dan menangis di lantai

"Ketendang?" tanya Guanlin lagi namun tidak mendapat jawaban

"Aku pulang sekarang." Ucap Guanlin yang kemudian memutuskan panggilan video mereka itu.

Benar saja, selang sekitar tiga puluh menit Guanlin sudah sampai di rumah. Tapi keadaan di rumah sudah sangat tenang ketika dia sampai. Berbanding terbalik dengan saat dia menelfon Renjun tadi.

"Renjun mana bi?" tanya Guanlin ketika melihat bi Jum sedang membersihkan ruang tengah

"Di kamarnya kakak, den. Kayaknya lagi tidur habis mandiin si kakak"

"Ya udah makasih ya bi" jawab Guanlin yang kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar Ayden di lantai atas

Sesaat Guanlin masuk, yang di lihat adalah Ayden yang tertidur di pelukan Renjun. Suami mungilnya itu juga ikut tertidur sepertinya. Guanlin mendekat dan mendudukan dirinya di samping Renjun.

Ia usap kening Renjun sebentar dan berganti kepada Ayden. Mata bocah mungil itu terlihat membengkak karena terlalu lama menangis. Bahkan hidungnya pun masih kemerahan.

Guanlin mendekat kepada Ayden dan ia berikan satu kecupan di pipi gembul bocah berusia hampir dua tahun itu. Setelahnya Guanlin memutuskan untuk keluar kamar karena tidak ingin mengganggu kedua kesayangannya yang sedang terelelap itu.

"Bi, tolong buatin saya kopi ya" perintah Guanlin kepada Bibi Jum yang sedang berada di dapur membersihkan beberapa peralatn memasak.

"Iya den. Aden gak balik ke kantor? Tadi kata den Renjun kalau aden pulang terus mereka tidur, aden disuruh balik kantor aja. Soalnya den Renjun gak kenapa kenapa, terus Kakak juga udah gak nangis lagi"

Guanlin mengangguk paham. "Saya gak balik ke kantor, bi. Saya mau kerja dari rumah aja. Tadi Renjun gak kenapa kenapa kan bi?"

"Gak papa, den. Katanya tadi Cuma sedikit nyeri ketendang kakak"

Kisah Papa Papi - GuanrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang