tiga belas.

Mulai dari awal
                                    

Guanlin menyandarkan kepalanya di jok mobil, ia mencoba memejamkan matanya sebentar sembari terus berpikir dimana Renjun dan anak anaknya.

Dering telfon membuat Guanlin kembali membuka matanya, dan ternyata yang menelfonnya adalah mertuanya.

"Ha-halo bun?"

"Renjun di Bandung, di rumah abangnya. Kamu mending ke rumah bunda dulu sekarang, nanti biar Ayah yang nemenin kamu kesana. Bunda tau kamu belum tidur"

"Bandung? bunda tau?"

"Iya, Abang telfon bunda barusan. Katanya Renjun sampai di bandung sekitar pukul dua pagi tadi"

"Renjun gapapa kan, bun? Ayden juga? Bunda sempat ngobrol sama mereka nggak?"

"Enggak. Kata Abang, Renjun sama Ayden masih tidur. Udah mending kamu kesini sekarang. Ini ada mama sama papa kamu juga. Nanti jelasin aja disini"

Gluppp

Guanlin terdiam, entah ia harus menjelaskan apa kepada mereka.

"I-iya bun, Alin kesana sekarang"

"Iya, hati hati"

*
*
*

Setelah Guanlin menjelaskan semuanya kepada orang tua dan mertuanya, berakhirlah sekarang Guanlin berada di kursi penumpang samping kemudi dengan papanya yang menyetir. Sedangkan mertuanya ikut menggunakan mobil terpisah.

"Papa beneran kecewa sama kamu kalau kamu beneran ada main sama orang lain di belakang Renjun, lin"

Guanlin menoleh ke samping menatap papanya yang mengajak dia bicara tanpa menoleh sedikitpun.

"Pa, Guanlin udah jelasin kalau tadi malam emang Meisya butuh bantuan. Dia di Jakarta sendirian pa, baru ngerantau. Dia gak tau daerah sini"

"Tapi itu bukan alasan buat ninggalin Renjun. Kenapa kamu gak minta bantuan orang lain? Kamu di kantor juga punya banyak bawahan yang bisa kamu mintai tolong, lin. Tau gak, Renjun tuh sebenarnya hari ini mau kasih kamu kejutan kalau dia hamil. Dia udah ngerencanain semuanya buat kamu. Wajar kalau sekarang Renjun sampai kabur jauh jauh ke Bandung karena kelakuan kamu tadi malam. Pikirin gimana kecewanya Renjun"

Guanlin tidak menjawab, ia semakin merasa bersalah kepada Renjun. Guanlin hanya bisa terdiam dan tertunduk, mencoba memikirkan bagaimana ia harus menjelaskan kepada Renjun.

Selang tiga jam berada di perjalanan, mereka semua telah sampai di rumah Abang Renjun, Kun. Ayden yang tengah bermain dengan Kun di perkarangan rumah itu langsung berlari kencang ketika melihat Guanlin turun dari mobil.

"Pwaaaaaa"

Guanlin menarik Ayden kedalam dekapannya. Ia cium pipi gembil Ayden dan memeluknya erat.

"Maafin papa" gumam Guanlin

"Lo masuk aja lin. Renjun lagi istirahat di kamar. Agak demam tadi" ucap Kun

"Renjun gapapa kan bang?"

"Gapapa, adek gue kuat. Cuma demam biasa. Lo juga istirahat aja dulu, masalah kalian selesaiin aja nanti"

"Bener itu, lin. Masuk aja dulu istirahat" ucap Bunda yang kemudian menarik Ayden dari gendongan Guanlin

Guanlin mengangguk, ia kemudian masuk ke dalam kamar yang sudah di tunjuk oleh Kun tadi. Abang dari Renjun itu belum menikah, karena katanya dia masih menunggu kekasihnya untuk menyelesaikan kuliahnya terlebih dahulu.

Guanlin menghela nafas pelan sebelum memutar knop pintu di hadapannya. Yang ia dapati kini adalah Renjun yang tengah berbaring meringkuk dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Guanlin mendudukan dirinya di samping Renjun. Ia pandangi wajah teduh suaminya itu.

Kisah Papa Papi - GuanrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang