(16) Mari Bercerita

Start from the beginning
                                    

"Namanya juga remaja. Laki-laki pula." Ujar Aldebaran sambil tertawa ringan, agar Andin memaklumi.

"Iya, aku bisa memaklumi itu, Mas. Tapi setidaknya dia harus inisiatif beri kabar sama orang rumah."

"Ya, benar." Aldebaran mengangguk setuju.

"Permisi, Mas, Mbak. Ini minumnya dulu ya." Si penjual itu datang menghampiri dengan membawa dua gelas minuman yang berisi teh hangat untuk keduanya.

"Terimaka kasih." Ucap Andin.

"Makasih, Bang."

"Ketopraknya ditunggu sebentar lagi, ya."

"Iya, nggak apa-apa."

Andin meraih salah satu cangkir teh hangat itu. Ia ambil satu sendok, kemudian sedikit meniupnya pelan-pelan. Ia pikir itu bukan teh hangat, tetapi lebih tepatnya teh panas. Andin menyeruputnya sedikit secara perlahan. Melihat gadis di hadapannya, Aldebaran tak bisa berhenti tersenyum. Hampir segala hal yang dilakukan Andin tampak menarik perhatiannya.

"Kenapa, Mas?" Tanya Andin saat memergoki Aldebaran yang senyum-senyum memperhatikannya.

"Nggak, nggak papa." Sangkalnya, kemudian ikut menyeruput teh miliknya. Atas sikap pria itu, Andin mendadak menjadi gugup dan sedikit salah tingkah. Ia menyeka helaian rambutnya ke belakang daun telinganya dengan mengulum senyum.

"Saya mau cerita sesuatu deh sama kamu. Boleh?" Tanya Aldebaran. Andin menatapnya kemudian mengangguk.

"Cerita apa, Mas?"

"Besok saya ada pertemuan dengan para pemegang saham salah satu grup perusahaan media. Saya bukan berasal dari perusahaan itu, tapi saya akan jadi salah satu kandidat CEO baru disana. Papa saya dan beberapa komisaris lain yang merekomendasikan nama saya. Dan kebetulan papa saya adalah salah satu komisaris dan pemegang saham terbesar disana." Aldebaran mulai membuka ceritanya, sedangkan Andin terlihat mendengarkan dengan serius dan tampak terkesima.

"Bukannya kamu CEO brand e-commerce yang terkenal itu ya, Mas?"

"Kamu tahu?" Aldebaran cukup terkejut saat tahu bahwa gadis itu ternyata mengetahui siapa dirinya. Andin terkekeh ringan.

"Awalnya tidak tahu, sih. Tapi Baskara yang bilang kalau kamu CEO dari brand itu. Hampir satu sekolahnya tahu siapa kamu, Mas, karena iklan brand kamu sering muncul di aplikasi belajar mereka sebagai sponsor." Jelas Andin, membuat Aldebaran tertawa geli.

"Astaga." Aldebaran terkekeh, disusul Andin.

"Iya. Jadi Papa memiliki kepercayaan yang besar ke saya untuk bergabung disana sekaligus menjadi pemimpin barunya. Perusahaan besar itu sedang mengalami kekacauan karena CEO mereka terlibat kasus penggelapan uang perusahaan yang membuat dia terjerat hukum dan harus dilengserkan. Saya sangat senang dengan kepercayaan yang papa saya kasih. Tapi ada hal-hal yang masih membuat saya ragu." Lanjut Aldebaran membuat Andin menatapnya serius.

"Apa, Mas?"

"Pertama, saya belum terlalu paham seluk-beluk perusahaan itu. Sedangkan bagi saya, CEO wajib memahami soal itu. Kedua, nama saya baru masuk sebagai kandidat saja sudah ada lawan yang kepanasan dan mengincar saya untuk dihancurkan. Saya sih tidak takut jika mereka memiliki niat mencelakakan saya. Saya hanya khawatir jika itu ikut berdampak ke keluarga saya atau orang-orang yang dekat dengan saya." Kening gadis itu mengerut bingung, tak begitu mengerti maksud penjelasan Aldebaran.

"Mas diincar? Sama siapa?" Andin menatap pria itu dengan cemas.

"Kamu ingat kejadian di Groundwork Coffee tempo hari? Seseorang mencoba mencampurkan sesuatu ke kopi yang saya pesan, lalu kamu menukarnya?" Tanya Aldebaran. Andin seketika mengangguk. Tentu ia tidak akan pernah melupakan kejadian mengerikan itu.

Forever AfterWhere stories live. Discover now