the truth

33 6 0
                                    




Glimpse of Us



Cerita glimpse of us kali ini mungkin tak akan terlihat berbeda dari cerita orang-orang di luar sana tentang pengalaman mereka menyangkut lagu Joji yang sempat viral karna berisi tentang mengingat mantan. Areis jujur merasakannya, bahkan sebelum ia tahu Joji pun, Areis sudah sering teringat apapun tentang orang di masa lalunya karena sosok yang bersamanya kali ini tak jauh beda sifatnya dengan yang kemarin.

Seperti kebanyakan orang, Areis tetap diam dengan perasaan gelisahnya karna dia tahu, sosok yang sudah membangunkan dirinya dari keterpurukan ini tak pantas untuk di samakan dengan yang lalu, karna— ya sosok yang sekarang benar-benar tulus mencintai dirinya yang sudah jatuh dan hancur kemarin.

"Pagi."

"Eh Maurez?"

"Bengong terus sih. Ntar kesurupan lho."

"Apasih ga jelas."

Genggaman tangan Maurez di tangannya begitu hangat, Areis saja tak percaya orang sebaik Maurez bisa hadir di hidupnya yang berantakan ini. Senyum itu selalu memgingatkannya dengan 'dia' yang selalu berputar di otaknya, bahkan semua perlakuannya begitu sama.

Bagaimana Maurez menggenggam tangan Areis dan menekan-nekan lembut punggung telapak tangannya dengan ibu jarinya, semua terasa sama.

"Sarapan gak? Nge-mie enak nih kaya nya? Iya gak sih?" Kata Maurez memberi saran, Areis tersenyum dan mengangguk, ia lalu membiarkan Maurez pergi ke stand penjual mie ayam di kantin kampusnya untuk membeli dua porsi mie ayam ekstra sawi kesukaan mereka berdua.

Bahkan selera makan pun tak ada bedanya.

Areis ingin tertawa mengejek untuk dirinya sekarang. Sesulit itu melupakan, sampai hadir sosok lain yang sangat mengingatkannnya dengan yang kemarin? Tuhan sebercanda itu dengan hidupnya, seolah dirinya harus terjebak dengan masa lalunya dan mencari jalan keluar sendiri agar tak menyakiti dirinya dan juga perasaan Maurez akan dirinya yang selalu teringat sosok masa lalu yang dulunya sangat ia cintai.

Areis menghela nafas berat, ia takut jika Maurez tahu dirinya masih belum bisa memfokuskan dirinya kepada masa depan yang sudah jelas di depan mata. Ia takut, Maurez akan pergi juga.

"Sori lama, ngantri banget. Laku keras kang cepi nya, pagi-pagi lho padahal. Kan biasanya kita doang yang mesen buat sarapan." Kekehan lembut itu masuk ke indra pendengaran Areis dan membuatnya ikut tersenyum. Areis meraih mangkok untuknya sendiri. Posisi mereka sekarang duduk berhadapan dengan semangkok mie ayam yang masih panas di hadapan mereka masing-masing.

Maurez mulai membuka topik selagi menunggu kedua mie ayam mereka sedikit lebih dingin, ia bercerita tentang dirinya yang begadang karena harus mengerjakan tugas dadakan dari dosennya yang mana harus di kumpulkan pagi ini juga saat jam mata kuliahnya. "Aku bukan night person padahal. Sambil ngantuk-ngantuk aku ngerjainnya."

"Ya untungnya kamu masih kebangun pagi, Rez." Kata Areis menanggapi. Setelah berbincang lagi Areis mulai memakan mie ayamnya sedikit demi sedikit. Rasa mie ayam langganan mereka di kampus sejak pertama kali ia menjadi mahasiswi baru sampai mahasiswa semester 6 ini pun tidak ada bedanya, tetap sama.

"Enak ga?" Tanya Maurez

"Ya enak lah. Sama aja kaya dulu. Tapi masih enak an mie ayam mas Agus sih yang di pertigaan komplek mahal itu lho, yang dulu, inget gak?"

"Eh, yang mana ya? Kayanya kita baru makan mie disini sama di depan rumah sakit itu deh. Apa aku yang lupa?"

Areis diam sebentar.

Glimpse Of UsWhere stories live. Discover now