"Wah tumben encer otak lu, keknya belum ada yang kepikiran dah. Yok lah kita kesana,"

Ketiganya lantas menuju perpustakaan yang masih diingatnya. Dan beruntungnya, para penjaga perpustakaan mau dimintai info oleh mereka.

Jumlah petugas perpustakaan pun ada banyak, lebih dari 5, sehingga mereka dengan mudah menyelesaikan misi menghadap guru. Berterima kasihlah pada Ariq dan otaknya yang tumben tidak mampet.

Begitu keluar dari perpustakaan, mereka berpapasan dengan murid-murid lain yang sedang kebingungan.

"Eh eh? Kok lo udah penuh itu kertasnya? Dapet dari mana anjir???"

"Eh iya! Kan perpustakaan ada gurunya anjeeer kagak kepikiran!" Sahut yang lainnya membuat gerombolan tersebut berlomba-lomba ke ruang perpustakaan.

Ketiga sekawan itu pun tertawa bangga karenanya, "Kece bet kita." Hansel berujar bangga.

"Gua yang kece, ini kan ide gua."

"Iye iye, dah. Kalo gitu sekarang kita tinggal nyari OSIS yang sepi. Dimana ye? Pasti pada dikerubungin,"

"Gua pengen minta ke Kak Narasi dah," ujar Lian.

"Coba lu mikir baik-baik, doi ketuanya anjirrr ya sibuk lah."

"Dih, tapi katanya semua OSIS udah diajak kerja sama, tuh? Udahlah jangan berisik, ayok cari ayang gua."

"DIHHHH NAJIS AYANG AYANG KEK DIA KENAL LU AJA."

Lian tak mempedulikan komentar teman-temannya dan berlalu memimpin jalan.

Sementara itu di lab kimia yang diubah sementara sebagai base camp para panitia OSIS, hanya ada Narasi, Lia, Renja, Rhea dan Himka di sana. Kelima panitia inti itu memilih berdiam di lab, menghidupkan AC dengan maksimal di hari yang terik ini.

"Eh ya, tapi gue masih ngakak deh. Tadi pas gue sama Narasi mandu anak IPS 1 kan, ada satu cowok yang keliatan bangeeet caper sama Narasi. Sumpah nahan ketawa banget gue liatnya," cerita Lia.

"Serius? Emang gimana?" Renja penasaran.

"Pokoknya yang kentara banget gitu, dia jalan paling depan ngintilin Narasi, nanya nanya mulu ke Narasi. Tadi iseng gue yang jawab pertanyaan dia, eh dia nanyaaa lagi sampe dijawab Narasi. Sumpah caper banget, pengen ketawaaa."

"Suka kali dia ama lu, Nar." Celetuk Himka.

Yang diledek hanya mencebir, ia kemudian bangkit dari duduknya.

"Haus gue, mau ke kantin dulu beli minum. Siapa yang mau ikut?"

"Jiakhhh mengalihkan topik dia, guys."

"Aaaah males keluar gue, Nar. Apalagi ntar dimintain tanda tangan lagi, males gue." Tolak Rhea.

"Yeee yaudah gue sendiri aja. Kalo nitip chat ya, gue suka lupa."

Akhirnya Narasi keluar dari lab. Area lab memang berada di ujung lorong, makanya jarang dilewati apalagi oleh para murid baru, walau tidak ada larangan resmi untuk ke area sini.

Baru hendak menjauh dari lab, ia memelankan langkah ketika di ujung lorong dirinya menangkap 3 pemuda yang berjalan bersama.

"Ituuu aja Li, ya Allah nyari kerjaan aja lu segala kudu Kak Narasi yang tanda tangan,"

"Au dahh itu tadi mumpung ada OSIS-nya 5 anjir, ngepas."

"Ngantre banget anjirr rame, sesek."

"Ya dari pada kagak dapet, kan."

Narasi mengingat salah satu dari mereka, sosoknya yang baru saja dibicarakan Lia bersama teman-temannya tadi.

"Coba kita belok kanan— EH ASTAGHFIRULLAH MAK GUE COPOT."

Narasi hampir tertawa melihat sosok itu dengan mata melebar terkaget karenanya.

"Eh, Kak Narasi.... Hehehe...."

Lian bergerak menyikut kedua teman di kanan kirinya, yang mana keduanya sama-sama melongo.

"Halo, masih nyari OSIS ya?" Narasi pun berjalan mendekat, membuat Lian segera memulihkan kesadaran dan berdiri tegap.

"Iya, kak. Hehe, pada rame kalo sama kakak yang lain. Boleh minta tolong buat kasih tanda tangan dan infonya nggak, kak? Maaf yaa sebelumnya menyita waktu kakak, hehe."

"Boleeeh, mau nanya apa aja?"

Ketiganya pun bergegas menyiapkan alat tulis, Ariq menyempatkan diri menyikut Lian, "Ajib juga lu." Bisiknya.

Lian hanya tersenyum miring, kemudian kembali menaruh perhatian pada Narasi.

"Kakak, anak ke berapa bersaudara?"

"Eh? Hahaha, aku bungu dari dua bersaudara."

"Ulang tahunnya kapan, kak?"

"13 Agustus."

"Tinggi badan?"

"175 cm."

"Warna favorit?"

"Emmm, biru langit."

"Tipe cowoknya, kak?"

"Eh?"

"Hehe. Itu termasuk informasi penting, loh." Lian nyengir sedangkan kedua temannya mencibir dalam diam. Dasar tukang modus.

"Haha, oke dehh. Emm, nggak punya tipe khusus sih, asal cocok dan nyambung sama aku, oke kok."

"Noted. Kayak saya berarti bisa kan, kak?"

Pertanyaan itu yang mengajukan Lian, namun yang ketar-ketir dibuatnya justru Hansel dan Ariq. Takut-takut Narasi ini tipe yang dikit-dikit nyidak adik kelas.

"Diiiih, haha. Ada-ada aja kamu,"

Takut Lian akan semakin menjadi, Ariq pun segera memotong bicaranya.

"Ehehehhe. Udah, itu aja kak. Terima kasih banyak atas waktunya ya, kak."

"Okeee sama-sama. Oh iya, kalo kalian mau cari OSIS lagi, bisa ke lab itu tuh—" Narasi menunjuk lab kimia di belakangnya, "di sana ada beberapa anak OSIS. Kalo kalian mau nyamper, ngetuk yang sopan dulu yaa."

"Wetsss, oke kak, siap! Makasih kak!"

Narasi kemudian tersenyum dan berlalu menjauh dari ketiganya. Baru beberapa langkah, ia dibuat berbalik lagi ketika sebuah suara memanggilnya.

"Kak Narasi!"

Itu Lian, yang sedikit berlari menyusul dirinya.

"Ya? Kenapa?"

"Hehe. Kakak cantik, boleh saya deketin nggak? Saya ganteng loh," ujarnya sambil memamerkan gigi rapinya.




Lalala Love You | NOMIN ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang