(13) Pertemuan Mendadak

Start from the beginning
                                    

"Heh? Serius, Mas? Hari ini? Disini? Bukannya janjiannya besok, ya?"

"Iya, hari ini. Mungkin dia sedang dalam perjalanan kemari. Besok dia mendadak tidak bisa karena harus menyelesaikan projeknya di Bandung." Aldebaran menjelaskan, membuat Andin mengerti. Namun raut kebingungan itu masih terlihat di paras cantiknya.

"Nggak apa-apa kan?" Tanya Aldebaran, memastikan.

"Nggak apa-apa sih, Mas. Tapi apa dia nggak masalah harus datang kesini? Harusnya kan aku yang datang ke kantornya. Nggak enak aku kalau harus ngerepotin."

"Kamu tenang saja, dia orangnya santai kok. Dia malah lebih suka mondar-mandir daripada harus seharian suntuk di kantornya."

"Mas, yakin?" Andin masih terlihat ragu. Aldebaran tersenyum menanggapinya. Pria itu sedikit menarik maju kursinya, kemudian kedua tangannya menjulur di atas meja, perlahan meraih tangan Andin yang juga ada disana, sedangkan matanya menatap gadis itu begitu dalam.

"Kamu percaya sama saya." Tutur Aldebaran begitu tenang. Andin seakan terhipnotis oleh tatapan meneduhkan serta suara dengan tone rendah yang terdengar menyejukkan perasaannya.

Dari lantai atas Coffeeshop tersebut, tampaknya ada Daniel yang diam-diam memperhatikan dua orang tersebut. Daniel menatapnya dengan rasa penasaran sekaligus cemburu. Pria itu lantas membuang mukanya dari pandangannya saat melihat Aldebaran menyentuh tangan sahabatnya, Andin.

"Permisi..."

Andin tersentak hingga refleks menarik tangannya saat seorang rekan baristanya datang dengan membawa beberapa pesanan dari pria yang ada di hadapannya. Andin melirik rekan kerjanya itu yang terlihat sedang menahan senyumannya sambil sibuk menata makanan dan minuman yang telah dibawa di meja mereka. Aldebaran ikut melirik barista perempuan itu dan Andin secara bergantian, sampai akhirnya Aldebaran paham bahwa Andin bisa jadi merasa malu karena tertangkap basah oleh rekan kerjanya.

"Aku tinggal dulu ya, Mas." Kata Andin seperti akan beranjak. Namun lagi-lagi Aldebaran menahannya.

"Tunggu dulu. Mau kemana sih buru-buru?"

"Aku harus lanjut kerja." Ucap Andin, membuat Aldebaran menghela nafasnya.

"Sudah, Ndin, nggak usah buru-buru. Anak-anak masih banyak kok." Sahut rekan kerjanya yang telah meletakkan pesanan Aldebaran pada meja tersebut, dengan mengulum senyum yang tertahan karena sikap salah tingkah Andin yang tertangkap basah.

"Apaan sih, Gab." Desis Andin pada teman kerjanya itu. Aldebaran kembali melirik rekan kerja Andin itu yang tampak sedang tersenyum usil.

"Beneran tidak apa-apa kalau Andin disini dulu sama saya?" Aldebaran bertanya membuat Andin melempar tatapannya pada pria itu.

"Nggak papa, Pak. Biasanya kalau menjelang makan siang begini, anak-anak yang lain juga pada ngumpul, jadi banyak yang handel." Jawab perempuan itu lantas melirik sahabatnya yang sedang menatapnya penuh tanda peringatan.

"Tuh, nggak apa-apa katanya." Aldebaran tersenyum miring melihat Andin yang tak dapat berkutik lagi.

"Yasudah, saya permisi ya, Pak. Selamat menikmati."

"Terima kasih, ya."

"Sama-sama." Perempuan itu melihat Andin yang akhirnya kembali duduk di tempatnya semula. Ia sedikit mendekat, lalu seperti membisikkan sesuatu.

"Selamat makan siang bersama ayang." Bisiknya membuat Andin membalasnya dengan tatapan kesal. Namun sebelum Andin melemparkan tatapan yang lebih mengerikan, ia langsung mengibrit pergi. Aldebaran terkekeh kecil melihatnya.

Forever AfterWhere stories live. Discover now