Prolog

26 3 0
                                    

Di halaman kosong yang sepi, ada tungku dupa gaharu dengan remah-remah berserakan.

Dia berdiri di depan ambang jendela, mengangkat kepalanya sedikit sehingga angin sepoi-sepoi menyapu pipinya. Separuh wajahnya hancur, dari dagu hingga pipi kiri terdapat bekas luka bakar, dengan koreng menghiasi kulitnya. Dia mendengar langkah kaki di belakangnya, jadi dia meletakkan tangannya di ambang jendela dan dengan canggung berbalik, "Kamu datang."

Kedua matanya sudah kehilangan penglihatannya.

Angin sepoi-sepoi bertiup lagi, dan lonceng angin yang tergantung di jendela mulai mengeluarkan suara ding dang.

"Awalnya, Aku pikir, tanpa mata, itu akan sangat menyakitkan, tetapi sekarang Aku tahu tidak seperti itu." Dia tersenyum, "Aku bisa menggunakan tanganku untuk merasakan, menggunakan telingaku untuk mendengar, dan menggunakan hatiku untuk melihat. Teratai di halaman telah mekar, aku bisa mencium aroma samar teratai yang tertiup angin, aku bisa mendengar dedaunan berdesir tertiup angin, tetesan air jatuh dari dedaunan, dan juga suaramu."

Dia perlahan mengangkat tangannya, dan berbicara dengan hangat, "Biarkan aku menyentuh wajahmu, aku ingin tahu seperti apa penampilanmu." Jari-jarinya yang panjang dan ramping menyentuh wajah orang itu, sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman kecil, "Jika ada hari dimana aku bisa melihat lagi, aku pasti bisa langsung mengenalimu, dan kemudian... "

Dan kemudian, aku ingin menemukan seseorang..... orang yang sangat penting.

Chen Xiang Ru Xie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang