Chapter 33- Zombie

Start from the beginning
                                    

Fisika menatap rumah tersebut. Beberapa pigura berbingkai sebuah foto keluarga masih setia digantung pada dinding.

Perabotan dan funiture ditempatkan merapat ke pintu masuk dan jendela. Fisika tidak merasakan ada tanda-tanda kehidupan selain ia dan Libra. Ia merasa canggung dan prihatin pada keluarga pria yang menyelamatkannya.

"Berapa banyak yang terbunuh? Maksud gue ... yang berubah menjadi zombie?"

Libra menutup bukunya dan menatap wajah Fisika begitu lekat.

"Entahlah, gue enggak terlalu mengikuti berita. Tiap mendengarkan mereka, hati gue selalu emosi. Yang pasti, di setiap jalan lo bakal melihat mayat hidup."

Libra bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan mendekati sebuah tirai. Ia memanggil Fisika untuk mendekat.

Di luar, melalui celah-celah gorden. Mata cokelat Fisika terbelalak lebar. Manusia-manusia di luar perkarangan sedang mematung tidak bergerak.

Pakaian mereka compang-camping penuh dengan noda darah yang telah mengering bersama tanah. Fisika tidak bisa melihat dengan jelas wajah para zombie karena minimnya penerangan.

"Mereka aktif terhadap cahaya dan suara. Oh, ya. Ini bukan rumah gue kalau lo mau tahu."

Libra menarik ujung kaos Fisika untuk kembali ke tempat semula. Dunia ini cukup mengenaskan.

"Apa ini gara-gara wabah sebuah virus?" Fisika ragu dengan pertanyaannya sendiri.

"Virus covid19," kata Libra, "asalnya dari Wuhan, Cina. Dunia benar-benar kacau. Hampir setiap negara mengalami kiamat zombie."

Fisika begitu serius menyimak penjelasan Libra. Sorot mata pria tersebut seperti memiliki luka yang teramat dalam, jika rumah yang sekarang bukan tempat tinggal Libra yang sebenarnya. Barangkali, pria ini mengalami kehidupan yang benar-benar sulit untuk bertahan hidup.

Tanpa sadar, Fisika menitihkan air mata. Libra yang terhenyak, membuat Fisika buru-buru menyeka dengan punggung tangannya.

"Lo kenapa menangis?" Libra menjadi bersalah. "Lo rindu keluarga lo? Mereka tinggal di mana? Mungkin gue bisa bantu lo mencari mereka."

"Enggak," kata Fisika dengan halus, "bukan itu, hanya saja ....,"

Fisika tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Ia mendadak terisak dan larut dalam kesedihannya. Semuanya menjadi campur aduk. Ia memikirkan keluarganya dan juga pria yang ia cintai.

Tetapi kesedihan itu tidak berlangsung lama. Libra mendadak menerjang dan membekap mulut dan bibir Fisika. Mereka sama-sama memasang telinga dengan tajam. Tangan Libra seperti mati rasa oleh sengatan listrik yang dipancarkan tubuh Fisika.

Ada sesuatu yang berisik dari luar. Fisika sampai menahan napas dengan panik. Dia belum berniat menjadi zombie. Impiannya menjadi penyihir baru terlaksana. Jika harus menjadi zombie. Setidaknya dia harus mengutuk mereka semua.

"Ada yang mencurigakan di luar." Libra berbisik pelan di telinga Fisika. Ia buru-buru melepaskan tangannya. Lalu berganti menaruh telunjuk di depan bibir.

"Bersembunyilah di dalam selimut. Gue akan memeriksa."

Fisika menurut, walau ia sangat-sangat penasaran dengan apa yang terjadi. Libra bergerak ke bawah meja. Ia mengeluarkan sesuatu yang telah ia sulap menjadi sebuah tombak dengan ujung sebuah kunai. Senjata khas ninja Jepang.

Di luar, tampak beberapa zombie sedang mengendur area sekitar pekarangan. Tidak ada aktifiras mencurigakan. Burung gagak yang berkoak dari kejauhan, mengalihkan atensi mereka untuk berlari mendekati.

"Aman," seru Libra yang kembali menghampiri Fisika. Wanita itu menurunkan selimut dari wajahnya.

"Apa vaksin ini membuat genetika mereka berubah?"

Kuanta (End)Where stories live. Discover now