Dua Puluh Lima

6.7K 897 29
                                    

Sore itu aku dan Gemma melanjutkan ke kafe dekat kantor polisi untuk membahas lebih lanjut surat-surat yang diberikan Detektif Wilden.

"Sore, mau pesan apa?" tanya pelayan kafe tersebut.

"Kentang goreng dan es teh manis," jawabku, Harry mendengus disampingku, "Kau dan teh manismu," katanya sambil memutar bola mata.

"Kentang goreng dan jus jeruk," kata Gemma, pelayan tadi mengangguk dan berlalu meninggalkan kami.

"Jadi, apa maksudmu kita akan membuat 'seakan' orangtuaku setuju untuk membuka kasus Harry lagi?" tanya Gemma.

"Maksudku, kita palsukan tanda tangan orangtuamu."

"Kau gila, itu terlalu beresiko." Gemma membelalak.

"Aku tahu, tapi kita tidak punya pilihan lain lagi."

"Jadi aku harus memalsukan tanda tangan orangtuaku begitu? Kau yakin?"

"Kecuali kau punya ide lain?" tanyaku.

"Tidak," erangnya. "Akan kulakukan sepulang dirumah nanti, aku bisa mencontoh tanda tangan mereka dari surat-surat dokumen yang ada diruang kerja ayahku."

Mataku berkilat senang mendengar persetujuannya. "Benarkah? Terimasih ya!"

"Ya, tetapi kalau sampai ketahuan oleh orangtuaku kita benar-benar kacau."

"Jangan sampai ketahuan," jawabku enteng sambil tertawa. Pelayan tadi datang sambil membawa dua piring kentang goreng dan dua gelas minuman kami, setelah ia pergi Gemma menggumam.

"Harry tidak suka mayones," gumamnya seraya menyingkirkan wadah kecil berisi mayones. Aku menoleh pada Harry yang mengangguk membenarkan perkataan kakaknya.

****

Harry ikut pulang denganku, dan seperti biasa ayahku bersemangat sekali ketika melihat Harry.

"Harry, apa kabar nak?" katanya.

"Baik," Harry menjawab dengan sopan. Ayahku mempersilakan kami berdua untuk naik kekamarku setelah mengobrol dengan Harry selama beberapa menit.

"Aku akan mandi sebentar," kataku pada Harry dan ia mengangguk. Sebagian kecil dari diriku merasa was-was jika Harry memutuskan untuk mengintipku mandi, namun saat aku menoleh lagi ia sedang asyik membaca novel yang kuletakkan diatas ranjang. Setelah selesai mandipun ia masih membaca novel tersebut, akhirnya aku turun untuk mengambil minuman dan kembali lagi keatas.

"Kau suka buku itu?" tanyaku.

Ia pun menoleh, "Iya, aku belum pernah membacanya."

Aku mengangguk dan membiarkannya lanjut membaca namun tanpa sadar aku menumpahkan minumanku dipakaiannya.

Dengan refleks Harry menyentuh pakaiannya yang kini basah dan bernoda cokelat akibat tehku, kalau ia tembus pandang saat ini pasti minumanku tidak akan menodai pakaiannya namun aku tidak bisa menyalahkan Harry karena memang aku yang ceroboh.

"Maafkan aku, aku tidak sengaja." kataku sambil memerhatikan kekacauan yang telah kubuat dibajunya.

"Eh, tidak apa-apa," gumamnya sambil berusaha membersihkan nodanya.

"Aku akan mencarikan pakaian lain untukmu, tunggu sebentar." kataku cepat-cepat. Aku langsung turun kebawah dan mencari ayahku.

"Yah, apa aku bisa meminjam salah satu bajumu untuk Harry? Aku tidak sengaja menumpahkan minuman dibajunya," kataku.

"Ya, tentu saja. Ambillah sendiri dikamarku,"

Aku mencari-cari baju yang sekiranya tidak terlalu besar jika dipakai Harry, karena ayahku lumayan gemuk. Akhirnya aku menemukan kaos hitam polos yang pasti sudah tidak pernah dipakai lagi oleh ayahku karena ukurannya terlihat pas untuk Harry.

"Ini, semoga cukup," kataku dan tiba-tiba membelalak ketika melihat Harry yang bertelanjang dada didepanku. Ini bukan pertama kalinya aku melihat ia begini tetapi tetap saja aku menelan ludah karena saking seksinya ia sekarang.

"Apa kau akan membiarkanku bertelanjang dada atau kau akan memberikanku kaos itu?" ia tersenyum jahil sembari menunjuk kaos yang masih kugenggam erat sekarang.

"A-aku.." aku termegap-megap tidak tahu harus menjawab apa, Harry tertawa melihat reaksiku dan berjalan mendekat. Ia meraih kaos ditanganku namun dengan cepat melemparnya keatas ranjang, tangannya kemudian beristirahat dipinggangku dan untuk kedua kalinya aku menelan ludah dengan gugup.

"Karlie," wajahnya kini berjarak tidak sampai seinci dari wajahku, dengan sengaja ia menyentuh hidungku dengan hidungnya. Kupejamkan mataku, berharap ia akan menciumku sesegera mungkin dan benar saja. Ia menciumku perlahan diawal, tangannya meraih tanganku yang kaku dan meletakannya dibelakang lehernya. Dengan refleks aku menyematkan jari-jariku dirambutnya, sambil terus membalas ciumannya yang semakin kasar setiap detiknya. Aku mengerang rendah saat ia mengangkat kedua kakiku dan melingkarkannya dipinggangnya, ia menciumku terus tanpa henti sambil menggendong tubuhku.

"Harry.." aku mendesah ketika bibirnya berpindah keleherku, menciumi leherku sambil sesekali menggigitnya dan menimbulkan bekas biru memar disana. Tak lama kemudian ia menidurkanku diatas ranjang, disusul olehnya yang membungkuk diatasku. Ciuman kami tak lepas dan justru tambah bergairah setiap detiknya.

"Sial, Karlie, pengendalian diriku tidak sekuat yang kau kira," gerutunya sambil mengelus pipiku.

Tiduri saja aku, batinku.

"Aku tidak bisa melakukan lebih dari sekedar berciuman denganmu dan itu membunuhku-- maksudku aku memang sudah mati, tapi kau mengerti maksudku 'kan?" katanya.

"Aku mengerti," jawabku sambil tertawa.

"Aku mencintaimu, kau tahu itu 'kan?" katanya sambil menatapku penuh arti. Tubuhku serasa meleleh mendengarnya, ya Tuhan aku sangat mencintainya.

"Aku tahu, dan aku mencintaimu juga."

Harry tersenyum dan menyembunyikan kepalanya diantara pundak dan leherku. "Aku tidak mau kehilanganmu," gumamnya.

Oh Harry, kau tidak akan kehilanganku. Justru aku yang akan kehilanganmu, sebentar lagi.

"Kau tidak akan kehilanganku," janjiku padanya, dengan lembut kucium puncak kepalanya sambil terus mengusap punggungnya.

"Aku sangat mencintaimu," kata Harry lagi, aku tersenyum dan mencium bibirnya sekali lagi sebelum menyodorkan kaos ayahku kedadanya. Harry berpindah posisi dan duduk disebelahku sambil mengenakan kaos yang kuberikan dan sial, ia bahkan terlihat seksi mengenakan kaos hitam.

****

Bel pulang sekolah berbunyi dan Nicky langsung menghadangku ketika aku akan keluar kelas.

"Apa?" tanyaku.

"Kau panitia pesta dansa, ingat?" jawabnya menaikkan satu alis.

Sial, aku baru ingat. Seharusnya aku bertemu Gemma dikantor polisi sepulang sekolah ini, aku mengangguk pada Nicky dan langsung mengirim pesan pada Gemma meminta maaf padanya karena aku tidak bisa menemuinya. Beberapa menit kemudian ia membalas.

"Tidak apa-apa, besok kau kosong kan? Surat-suratnya sudah kutandatangani semua,"

"Aku tidak tahu, semoga saja kosong. Good luck x."

Lalu aku mengikuti Nicky keruang auditorium, ruangan ini sedang dibersihkan dan peralatan-peralatan yang biasa ada disini sekarang sedang dipindahkan kegudang semua. Kami menghampiri panitia lain yang sudah berkumpul dipojok ruangan.

"Oke, sekarang kita bagi tugas," mulai Liam, kurasa ia adalah ketua panitianya disini.

"Nicky dan Melissa akan mengurus katering, Zayn, Niall, dan Karlie akan mengurus dekorasi, Emily akan mengurus persewaan perlengkapan pesta, Louis akan mendesain kartu voting dan membuat playlist lagu yang akan dimainkan. Lux akan mengurus bunga-bunga, aku dan Farrah menata panggung dan pencahayaan."

Kami semua mengangguk mengerti dan berpencar melakukan tugas masing-masing. Zayn menawarkan aku dan Niall untuk berkendara bersamanya untuk membeli dekorasi dan kami setuju.

Vote & comment kalo menurut kalian aku harus sering2 selipin harlie moments kaya tadi.

Yang suka cerita ini angkat tangan

Half the love x.

Gone H.S [DITERBITKAN]Where stories live. Discover now