7. The People at the Past

19.8K 780 3
                                    

Cakka terduduk lemas di sofa kamarnya, di rumah orang tuanya tentunya. Oik juga ikut duduk di sampingnya. Wanita itu terlihat kelelahan, tadi setelah mengemasi barang-barangnya. Dan kembali lagi ke rumah Cakka.

It's crazy, kita sekarang tidak hanya punya satu proposal tapi dua Ik, dan kedua-duanya kenapa berhubungan dengan bayi? Oh, it's make me crazy,” keluh Cakka.

Me too, ternyata orang tuamu sebegitu inginnya punya cucu sampai niat membuat proposal seperti itu,”

“Mereka memang nekat, apa yang harus kita lakukan?,”

“Turuti saja, tidak enak membantah mereka,”

“Memangnya kamu mau kalau...,” Cakka segera meralat perkataannya, “memangnya kamu siap punya bayi?,”

“Siap, kan sudah belajar dari Lola,” kata Oik.

“Jadi kamu mau....?,”

“Mau apa Kka?,”

“Hm, tidak, tidak apa-apa, hm, aku ngantuk mau tidur dulu,” kata Cakka kemudian beranjak dari sofa dan tidur di atas springbed-nya.

Dia menarik selimutnya, dan ketika hendak menutup matanya, dia menyadari sesuatu dan langsung berdiri lagi.

“Ik, kamu tidur di sini kan malam ini?,”

“Aku tidak punya pilihan lain,” kata Oik.

“Kamu biasa tidur sebelah kiri atau kanan?,”

“Aku sih terserah,” kata Oik.

“Oh, okay, kamu belum mau tidur?,”

“Sebentar lagi,”

Cakka beranjak dari tempat tidurnya mendekati Oik dan langsung mengecup dahinya, “aku tidur duluan, selamat malam,” setelah itu, Cakka segera kembali ke tempat tidurnya dan menarik selimut untuk tidur.

Oik melihat Cakka yang mulai tertidur. Dia akan tidur dengan Cakka dalam satu ranjang setiap harinya, setelah malam ini dan entah selama beberapa lama. Padahal selama pernikahan, mereka belum pernah tidur seranjang, kecuali accident tadi sore.

Oik mulai menjejaki kakinya, berjalan mengelilingi kamar Cakka. Kamar ini memang kesannya “cowok banget” berbanding terbalik dengan kamarnya. Mata Oik kemudian terantuk pada sebuah pigura yang terletak di bupet kamar Cakka. Oik berjalan mendekati pigura tersebut lalu mengambilnya. Di dalam pigura tersebut ada foto dua anak kecil yang berebutan mainan.

Foto Elang dan Cakka.

***

“Kayaknya di antara kita ada yang perlu diluruskan,” kata Oik.

Kala itu, mereka hanya berbagi selimut untuk menutupi tubuh mereka. Tangan kanannya Cakka memainkan rambut Oik, tangan kirinya memeluk Oik agar lebih rapat dengannya.

“Apa itu?,”

“Aku ingin tanya sesuatu padamu,”

“Tanya saja,”

“Kamu pernah tinggal di perumahan Pondok Aren?,”

“Ya, dulu, kenapa?,”

“Kau Eka?,” tanya Oik.

“Eka?,“ Cakka mengerenyit, “aku kan Cakka, sejak kapan namaku berubah Eka? Eka itu nama saudara aku, memangnya kenapa?”

“Tidak...eh cuma aku dulu pernah tinggal di Pondok Aren juga, apa Eka itu pernah tinggal di rumahmu waktu di Pondok Aren?,”

“Sering banget, kau kenal Eka?,”

“Ku kira kau Eka,”

“Ku kira kau Ayi,”

“Aku Aya, Ayi itu nama panggilanku ke Kak Sivia waktu masih kecil, begitu pun sebaliknya, aku dipanggil Aya sama Kak Sivia, itu panggilan khusus kami berdua, Aya diambil dari nama tengahku Cahya kalau Ayi diambil dari Azizah nama belakangnya Kak Sivia,”

“Jadi my girl next door itu Sivia? Oh may...gat,” kata Cakka.

“Kenapa?,”

“Jadi dulu aku punya tetangga yang baru pindah, terus aku sering main-main dengannya, tapi aku harus pindah rumah dan aku berpisah dengannya, dan setahuku dia sering dipanggil dengan nama Ayi,”

“Aku juga dulu punya teman, setahuku dia tetanggaku tapi aku tidak tahu rumahnya yang mana, karena aku baru pindah, dia berkenalan denganku dengan nama Eka, kami main-main di kompleks perumahan tapi beberapa minggu kemudian dia tidak muncul lagi, setiap aku tanya teman-teman kompleks tak ada seorang pun yang tahu tentang Eka,”

“Mungkin benar Eka yang kamu maksud saudaraku, dia kan memang tidak dikenal sama anak-anak kompleks soalnya, dia kan cuma main-main ke rumah,”

“Oh ya apa maksudmu tadi menyebut Kak Sivia your girl next door?,”

“Soalnya...yang bernama Ayi itu...cinta pertamaku, jadi? Aku membunuh cinta pertamaku, oh may...,” Cakka terlihat shock.

“Jadi Kak Sivia?,” Oik membulatkan mulutnya.

Cakka mengangguk, “terus apa yang perlu diluruskan dengan Eka?,”

“Ehm, cuma itu...iya, aku cuma mau tanya itu...,” kata Oik kemudian menyunggingkan senyum aneh di bibirnya.

Cakka mengecup hidung Oik singkat, “kita tidur saja, pillow talk sampe disini yah, hampir pagi, nanti Ayah dan Bunda memarahi kita jika kita terlambat bangun,”

Cakka menutup matanya, Oik juga.

Karena Eka itu cinta pertamaku juga, dan aku harap Eka itu kamu Cakka...

***

BABY PROPOSALWhere stories live. Discover now