Additional Part (5.)

Magsimula sa umpisa
                                        

"Ih sini dulu kak bantu aku pilihin, aku takut salah kostum" yeri memasang wajah cemberut andalannya yang selalu sukses membuat irene luluh.

"Hmmm mana mana sini aku liat", benar saja irene langsung menghentikan aktivitasnya dan menghampiri yeri.

Yeri tersenyum sangat lebar saat irene sudah berada tepat disebelahnya mencoba mencari outfit apa yang cocok untuk kekasihnya. Satu kecupan lolos begitu saja di pipi kanan irene. Irene yang sudah biasa mendapat perlakuan itu hanya tersenyum singkat dan lanjut mencari baju yeri. Dan jadilah akhirnya yeri memakai kemeja bermotif kotak-kotak pilihan irene.

~~

Yeri sedang fokus menyetir mobilnya menuju restoran tempat mereka akan makan malam bersama rekan kerja irene. Rasa gugup yeri sangat terpampang jelas karena sedari tadi tangannya mengelupas sedikit demi sedikit kulit dari perseneling mobilnya.

Melihat itu irene mengerti. Diraihnya lah tangan kekasihnya itu dan diciumnya berkali kali, berniat ingin mengurangi rasa gugup yeri.

"Relax sayang", ucap irene kepada yeri dan hanya dibalas dengan anggukan cepat.

Akhirnya mereka telah sampai di tujuan. Langsung saja mereka bergegas menuju tempat dimana dr. Wendy dan rekan perawat lainnya berada.

Jantung yeri berdetak lebih cepat dari biasanya, ia menggenggam tangan irene sedikit kuat. Irene paham lalu mengelus punggung tangan yeri sedikit.

"Eh itu suster irene" tunjuk dr. Wendy yang sudah melihat irene dari kejauhan. Irene melambaikan tangannya sedikit.

Terdapat lima orang yang sudah duduk rapi berhadap-hadapan. Wajah-wajah itu terlihat asing bagi yeri. Tidak ada masker yang terbalut di wajah mereka.

Yeri sedikit kagum melihat betapa cantik dan tampannya wajah-wajah perawat dan satu dokter tersebut, khususnya dr. Wendy, ia terlihat seperti bidadari, wajahnya cantik, kulitnya putih bersinar, dan juga senyuman yang tak pernah absen mengukir wajah kebule-bulean nya.

"Hai rene", "eh rene", dll, begitulah sapaan mereka terhadap irene.

"Rene katanya mau bawa pacar kesini, bogum mana?", tanya dr. Wendy dengan santainya.

Irene dan yeri tersontak kaget mendengarnya. Belum saja mereka duduk, sudah disuguhi pertanyaan seperti itu.

Ya, tentu saja. Mereka belum tau apa apa.

Yeri rasanya ingin pulang saja.

Akhirnya mereka medudukan diri di kursi terlebih dahulu. Suasana nya sebenarnya santai, tapi bagi yeri ini sangat mencekam.

Aura dr. Wendy sungguh tidak main-main. Terasa sangat kuat walaupun sedang biasa-biasa saja.

"Iya Rene, bogum nya mana, terus ini siapa?" Ucap suster naeun.

"Eh, bogum nya gaada karena gue sama dia udah putus dari lama hehe, dan oh iya kenalin, ini yeri, pacar gue yang sekarang." Ucap irene dengan sesantai mungkin tanpa ingin terlihat gugup sedikitpun.

Yeri belum membuka maskernya sama sekali, beberapa bulir keringat muncul membasahi pelipisnya.

"Yeri? Kaya pernah denger deh", ucap suster dahyun.

Akhirnya yeri membuka maskernya, dan tersenyum. Lalu membungkuk sopan tapi agak malu-malu.

"Wait, kamu yang pasien covid paling muda kan?" Dr. Wendy mulai menebak-nebak.

"I-iya dokter", jawab yeri malu-malu.

"Kamu masih inget sama saya?" Tanya dr. Wendy.

"I-inget dok, waktu itu pernah ketemu pas aku dirawat." Jawab yeri dengan senyum gugupnya.

IN BLOOMTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon