Alexa : Mr. Sherwood

5 2 0
                                    

Minggu yang mendung dan dingin mengiringi langkahku disepanjang jalan Howard Stern. Semalam hujan salju cukup lama membuat jalanan dan kendaraan yang terparkir tertutup oleh salju. Aku melilitkan syalku disekitar leher serapat mungkin hingga menyisakan mataku saja yang terlihat. Sudah hampir dua minggu tubuhku diterpa udara musim dingin tapi belum beradaptasi juga.

Lonceng berdenting ramai ketika aku memasuki Cafe. Lily tersenyum ramah kepadaku dibalik stool bar, tanpa mengenakan apron. Shiftnya sudah selesai. Sekarang giliranku. "Hai, Lily!" Sapaku kepada gadis berambut blonde itu.

"Hei, Lex. Kurasa kau akan sendirian sore ini. Mau ku temani?" Tanya Lily yang membuatku mengernyitkan alis.

"Emma tidak masuk?"

"Tidak, dia sedang ke Chicago. Mungkin dua hari kedepan kau akan sendirian. Aku tidak keberatan kalau menambah jam kerja. Lagipula Brant akan memberiku bonus lembur." Aku hanya menghela napas mendengar penawaran Lily yang cukup menguntungkan bagiku. Tapi aku kasihan kepadanya. Dia sudah bekerja sejak pagi, dan pastinya butuh waktu untuk me time juga.

"Terima kasih, Lily. Tapi tidak usah. Kau bisa pulang." Jawabku sambil merapikan ikatan rambut yang berantakan.

"Are you sure? Kau tidak apa-apa kalau sendiri?"

Aku tersenyum sambil mengikat apron " Tidak apa-apa, pelanggan di sore hari tidak seramai di pagi hari."

"Oke, kalau begitu, aku pergi dulu. Kalau ada apa-apa telfon aku ya?" Lily mengambil barang-barangnya dan pergi meninggalkanku.

Sebenarnya akan sangat kualahan bagiku jika aku bekerja sendiri. Tapi, berhubung minggu ini puncak musim dingin, Cafe agak sedikit lengang dari biasanya. Jadi aku tidak khawatir. Lagipula aku juga sedang ingin sendiri. Banyak hal yang terjadi beberapa hari terakhir. Mulai dari Kevin yang datang mengunjungiku dan memulai konflik dengan Blake Richardson karena masalah sepele. Entahlah, setelah pertengkaran mereka secara terang-terangan di lapangan basket, aku berusaha memberikan sedikit pengertian bahwa Blake tidak sejahat yang ia pikirkan. Aku tidak bilang kalau aku naksir pada lelaki itu. Masih jelas ingatanku tentang ungkapan perasaan Kevin sesaat sebelum aku berangkat ke New York. Aku tidak mau menyakitinya.

Aku sedikit bersyukur, karena Kevin tidak berada disini dalam waktu yang lama. Kuharap dia memaafkan tingkah absurd Blake hari itu. Kendati demikian, aku masih merasa kecewa saat Blake mengatakan secara terang-terangan didepanku dan Bailee bahwa dia tidak mengenalku. Semudah itukah menyingkirkan aku setelah semua yang kita lalui?

Memangnya apa yang aku lalui bersama Blake?

Lamunanku buyar saat denting lonceng berbunyi pertanda seseorang datang. "Hai." Sapa Brant sambil mengusap-usap mantelnya yang ditempeli salju. "Bisa kau ambilkan aku handuk?"

Tanpa basa-basi aku menuruti perintah bosku itu. Mengambilkan handuk kecil di dapur. "Hujan salju lagi ya? Sial, aku tidak membawa payung." Rutukku setelah mengambil handuk untuk Brant.

"Sore ini kita tutup jam enam, aku akan membantumu melayani pelanggan. Kau seperti biasa, di kasir saja." Ucap Brant. Aku menatap jam dinding yang sudah menunjuk ke angka setengah empat.

"Kita tutup cepat? Memangnya ada apa?" Tanyaku sedikit heran. Padahal dihari biasa, Cafe baru akan benar-benar tutup jam sepuluh malam.

Brant tersenyum sambil memanaskan mesin kopi, "Kita akan berbelanja untuk keperluan ulang tahun Cafe, Lex. Kau keberatan kalau aku mengajakmu?"

"Sama sekali tidak." Aku mengedikkan bahu dan pria itu tersenyum lagi kepadaku. "Good." Bisiknya.

Ulang tahun Think Cafee lebih tepatnya pada saat malam tahun baru. Brant bilang tahun ini akan berbeda dari tahun sebelumnya. Aku merasa senang karena yang membuat acara itu berbeda adalah aku. Brant menerima usulku kalau tahun ini ulang tahun Cafee ada unsur charity-nya.

Naabot mo na ang dulo ng mga na-publish na parte.

⏰ Huling update: Apr 01, 2023 ⏰

Idagdag ang kuwentong ito sa iyong Library para ma-notify tungkol sa mga bagong parte!

There's Nothing Left BehindTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon