IX

42 11 0
                                    


Terlihat kepulan asap memenuhi hampir seluruh kastil, kobaran api pun perlahan kian membesar dan merembet dr satu ruangan ke ruangan lain. Terdengar pula suara pedang yg saling beradu disusul jeritan kesakitan. Serangan tiba-tiba dari orang-orang yg dipanggil sebagai sisa-sisa pemberontak.

Gadis bersurai (haircolor) berlarian menyusuri lorong kastil bersama pengasuh dan dua pelayan wanita hendak mencari tempat yg sekiranya aman. Sembari berlari tangan kirinya menggenggam erat sarung wakizashi sementara tangan kanannya menggenggam wakizashi itu sendiri, bersiap menghadapi kemungkinan terburuk.

Suara pedang beradu terdengar tak jauh dari belokan tepat di depan mereka, menghentikan langkah keempat orang yg semuanya adalah wanita tersebut. Sang putri yg berada paling depan bersikap waspada sambil berjalan perlahan menghampiri sudut lorong. Sedikit mengintip untuk memeriksa keadaan. Tepat saat itu, ia melihat sang ayah sedang dalam keadaan terpojok oleh 6 orang yg mengenakan topeng. Rasa cemas seketika menyelimuti hati dan pikirannya.

(Name) menoleh pada pengasuh dan 2 pelayan yg mengikutinya. Memberikan sebuah Tanto pada salah satunya dan memberitahu jalan rahasia yg sekiranya aman untuk keluar dr area kastil. Meski awalnya mereka bertiga bersikeras untuk tinggal dan melindungi sang putri, namun setelah berdebat beberapa saat, sang putri yg lebih keras kepala pun akhirnya membuat ketiganya bungkam dan menuruti perkataannya dengan berat hati. Setelah memastikan pengasuh dan 2 pelayan pergi, (Name) merobek bagian bawah kimononya hingga selutut, lalu menggunakan robekan kimononya untuk menutupi setengah bagian wajahnya. Setelah menghembuskan nafas beberapa kali untuk mengurangi rasa gugup dan takutnya, ia menggenggam erat pegangan wakizashinya dan berlari kencang menerjang salah satu pemberontak yg posisinya dekat dengannya. Pemberontak itu terkena tusukan di perut sebelah kirinya karena terkejut dengan serangan tiba-tiba dr (name). Dia ambruk terkapar dengan darah yg mengalir cukup banyak, hal itu memicu amarah dr para pemberontak lain.

"(NAME)!?!? APA YG KAU LAKUKAN DISINI, CEPAT PERGI!?!?" bentak ayah (name) sembari bertarung. (Name) menghampiri dan saling memunggungi dengan ayahnya.

"Aku tidak bisa pergi. Aku tidak akan meninggalkan ayah sendirian. Aku tak sehebat kakak, namun aku juga bisa menggunakan pedang jadi ayah tidak perlu khawatir padaku" ucap (name) yg berusaha untuk tetap terlihat tenang.

"Kau keras kepala"

"Seperti ayah kan?" (Name) tersenyum di balik kain yg menutupi bagian bawah wajahnya. Akhirnya sang ayah menghela nafas pasrah.

(Name) cukup kesulitan menghadapi dan sesekali menghindari sabetan katana para pemberontak apalagi hanya dengan berbekal wakizashi yg lebih pendek dr katana. Beberapa kali dia mendapat luka gores di tubuhnya, namun begitu juga para pemberontak yg berhadapan dengannya. Latihan pedang yg keras dengan kakaknya sejak kecil akhirnya berguna juga.

Setelah beberapa saat bertarung, (name) mulai kewalahan karena perbedaan tenaga dan stamina. Dan keadaan di perburuk dengan datangnya bala bantuan dr pihak para pemberontak. Ada sekitar 4 orang yg datang, namun ada satu orang berambut gelap dengan poni miring ke kiri yg terlihat familiar di mata (name). Ditambah netra abu yg terlihat dr balik topeng rubah yg dikenakannya ketika pandangan keduanya bertemu. Tubuh pria itu terlihat bergetar ketika melihat (name).

'Tidak, itu tidak mungkin. Pasti aku salah kan, tidak mungkin itu dia'

Suara teriakan sang ayah mengalihkan perhatiannya, bercak darah dan robekan bekas tusukan terlihat dr balik kimono di bagian paha kanan dan pinggang sang ayah. Membuat ayahnya terbaring di tanah. Belum sempat keterkejutannya hilang, ada seorang pemberontak yg maju hendak menusuk ayahnya dr belakang. Refleks cepat (name) membuatnya berlari dan melindungi ayahnya. Bilah katana menembus tubuh (name) tepat di dada kanannya, darah merembes membasahi kimononya. Tepat saat katana dicabut, (name) ambruk ke tanah.

"(NAME)!!!" suara jeritan menggema memanggil sang gadis yg tergeletak bersimbah darah, namun bukan hanya sang ayah yg memanggil namanya. Ada orang lain yg juga memanggilnya, pria itu, pria bersurai gelap dengan topeng rubah.

Aura membunuh begitu terasa menguar dr tubuh pria bertopeng rubah. Tangan kanannya yg memegang katana mengerat, menampilkan urat yg menonjol di punggung tangannya. Lalu dia berlari dan menyerang kawanannya sendiri dengan membabi-buta. Satu-persatu para pemberontak mulai ambruk. Dia tak memperdulikan luka gores di sekujur tubuhnya akibat serangan kawanannya sendiri. Dengan kesadaran yg dipaksakan Ayah (name) melihat tindakannya dengan tatapan bingung dan terkejut dengan tindakannya, namun tak lama hingga dirinya hilang kesadaran akibat kehilangan cukup banyak darah.

Hingga tak ada lagi yg tersisa selain dirinya. Dia pun menghampiri (name) dan berlutut di sampingnya, merengkuh (name) ke dalam pelukannya. Dia kemudian membuka topeng rubahnya, memperlihatkan wajah aslinya.

"(Name) buka matamu, kumohon" dengan suara dan bahu bergetar, pria itu mencoba memanggil sang putri, berharap agar (name) membuka matanya kembali dan harapannya terkabulkan. Perlahan kelopak mata yg tadinya terpejam mulai terbuka, memperlihatkan maniknya. Dengan nafas tersendat, dan sisa kesadaran yg menipis, (name) melihat wajah pria yg sangat familiar sedang merengkuhnya. Pria yg sangat dirindukannya selama ini. Tangannya terulur menyentuh dan mengusap pipi sang pria.

"Osamu, akhirnya kau pulang" ucap (name) sambil tersenyum.

Air mata Osamu mengalir deras tanpa bisa dibendung. Berkali-kali dia berkata maaf dan menyalahkan dirinya sendiri, namun (name) tersenyum dan memintanya untuk berhenti menyalahkan dirinya sendiri.

"Osamu, aku mencintaimu"

Kalimat yg sebelumnya belum sempat (name) katakan sebelumnya, akhirnya dapat dia sampaikan. (Name) tersenyum hangat hingga tak lama dia menutup matanya, nafasnya pun tak lagi terasa. Osamu kembali memanggil namanya sambil menepuk pelan pipi sang gadis namun tak ada lagi reaksi yg berarti.

Jeritan pilu milik Osamu menggema di kastil yg perlahan mulai runtuh dilalap oleh kobaran api. Derap langkah kaki mulai terdengar mendekat namun tak di hiraukan olehnya. Kedatangan kakak sang gadis dan beberapa prajurit disambut oleh pemandangan yg mengerikan dan memilukan disaat bersamaan. Beberapa mayat pemberontak terlihat tergeletak dengan keadaan mengerikan, ada sang daimyo yg terbaring tak sadarkan diri dengan luka yg cukup parah dan tubuh tuan putri yg berada dipelukan lelaki tak dikenal yg sedang menangis pilu. Hanya dengan melihat, kakak (name) sedikit banyak mengerti bahwa pria asing tersebut mengenal bahkan dekat hingga sangat mencintai adiknya. Dia juga mengerti bahwa adiknya sudah tidak ada lagi di dunia ini.

Osamu perlahan bangkit dan menggendong tubuh (name) dengan bridal style. Berjalan mendekati kakak (name) beserta para prajurit. Para prajurit menodongkan senjata mereka pada Osamu.

"Minggir" ucap Osamu dengan tatapan membunuh.

"Buka jalan, biarkan dia pergi" ucap kakak (name) yg sempat dihadiahi protes dr para bawahannya. Namun akhirnya mereka menurunkan senjata serta membuka jalan setelah diberikan tatapan dingin dr sang tuan muda.

Osamu berjalan melewati kakak (name) beserta para prajurit dan terus berjalan menjauh, hingga menghilang di kegelapan hutan.

Love From The Past || Miya Osamu x ReaderDonde viven las historias. Descúbrelo ahora