Chapter 26- Vektor

Start from the beginning
                                    

Izar menarik tali kekang kuda dan berusaha menambatkan hewan tersebut kepada batang pohon. Ia pun mulai membuka kaos tuniknya, sehingga menampilkan lekukan otot bisep di bagian bahu dan lengan yang berkeringat. Serta delapan sajian roti sobek yang sangat menggiurkan untuk dijamah di cuaca seperti ini.

Fisika menelan air liurnya secara dramatis. Di bawah sinar matahari yang sangat terik. Izar mulai membasahi tubuhnya dengan sebuah handuk basah, mulai dari bagian punggung, hingga beralih ke bagian dada dan perut.

Fisika berusaha meremas tangannya sendiri. Semua itu semata-mata ia lakukan untuk menjaga telapak tangannya yang gatal untuk tidak menyentuh otot-otot menggiurkan milik Izar.

Sadar bahwa pikirannya mulai berkelana jauh ditambah dengan bumbu fiksi dan imajinasinya yang liar. Fisika segera berpaling menatap Sagi. Di mana, sang Kaisar rupanya sedang menatapnya balik sejak tadi.

"Eh. Ehehehe."

Fisika tertawa ragu sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal. Ia pun berinisiatif untuk mengisi botol minumnya untuk mengalihkan pikiran dan perhatian Sagi yang misterius padanya. Lagipula, air itu tidak akan membuatnya mati dalam sekali teguk.

"Fisika," panggil Sagi. Fisika yang berniat menoleh karena namanya dipanggil. Malah mendadak mendapatkan serangan tidak terduga dari kejutan listrik yang mengalir dari telapak tangan Sagi.

Wanita itu terjengkal ke belakang. Tetapi sebuah cahaya mendadak menyelubungnya seperti gelembung balon hingga ia tidak basah terkena aliran air yang mengalir tepat di bawah bokongnya.

"Baginda!" Fisika memekik histeris. Sagi justru tersenyum tipis. Izar sendiri acuh tak acuh.

"Untuk menggambarkan gerak suatu benda dalam bidang atau dalam ruang, terlebih dahalu kita perlu mengetahui posisi benda tersebut. Itu sama dengan lo harus tahu di mana letak dan posisi lawan berada sebelum maju menyerang."

Fisika membatin. Tidak mungkin? Dia sedang mengajar materi siang bolong begini?!

"Posisi suatu benda akan kita nyatakan dalam bentuk vektor. Coba lo bayangkan. Jika lo menyerang lawan yang berada di depan dan tepat berdiri di hadapan lo dengan garis sejajar. Besar kemungkinan dia akan menghindar ke kiri, ke kanan, ke atas, ataupun ke belakang. Sebagai contoh, lo justru tidak bergerak ke mana-mana saat diserang."

Fisika berusaha bangkit. Ia menggit bibir bawahnya dengan perasaan kesal. Bagaimana mungkin dia bisa tahu, jika Sagi akan menyerangnya diam-diam. Ini tidak adil.

Tetapi jika dipikir baik-baik. Musuh atau lawan memang lebih menyukai melakukan serangan secara diam-diam pada target mereka.

"Silakan Baginda menyerang gue lagi. Kali ini, gue pastikan bisa menghindar," seru Fisika dengan seulas senyum tipis.

Izar merasa tontonan ini cukup menarik. Ia sengaja berjalan dan menghampiri Sagi dan berdiri tidak jauh dari sang Kaisar sambil berkacak pinggang. Tentu saja, hal ini mempengaruhi fokus Fisika ketika melihat roti sobek milik Izar.

Sial! Izar nih sengaja atau gimana sih? Fisika membatin. Dia berusaha untuk tetap fokus. Dia ingat, seorang penyihir terlatih dalam kisah fiksi yang ia temui. Biasanya mereka sangat fokus dan mewaspadai lingkungan sekitar dengan energi mana mereka.

Fisika pun menamjamkan instingnya. Fokusnya hanya tertuju pada Sagi. Semakin ia fokus, ia bisa mendengar dengan jelas bagaimana bunyik riak air yang mengalir di belakangnya, sentuhan angin pada dedaunan bahkan hingga kepakan sayap burung-burung liar yang terbang di sekitaran mereka.

Angin berhembus kencang di antara gemerisik dedaunan. Fisika dengan mata membola bisa melihat arah gerakan tangan Sagi yang mengarahkan percikan listrik yang bercampur dengan sambaran petir, telah menyerangnya dalam dua arah.

Fisika tidak mundur untuk menghindar seragan tersebut. Ia justru melompat ke depan dan mengarahkan kedua telapak tangannya. Tanpa merapalkan mantra tertentu seberkas sinar keemasan berlari keluar dan segera membungkus serangan Sagi dalam sekejap.

Sihir Fisika yang membungkus kekuatan listrik dan petir milik Sagi perlahan-lahan terbiaskan.

Izar mengerjab tidak percaya. Begitu pula dengan Sagi, dia mengira Fisika akan bergerak ke belakang untuk menghindari serangan dari kiri dan kanan yang mengarah kepadanya.

Fisika tersenyum lebar. Dia tidak menyangka tubuhnya bisa bergerak sesuai imajinasi yang biasanya ia bayangkan sebelum tidur. Dengan perasaan senang, ia berlari kecil menghampiri Sagi dan Izar.

"Gue keren, 'kan? Gue bukan lagi penulis halu yang membayangkan karakter yang gue tulis bisa sihir, sedangkan gue gak bisa. Tapi sekarang, justru gue juga bisa sihir. Keren, 'kan, Izar? Gue udah kayak lo."

Izar hanya mengganguk kecil dengan tatapan masih kebingungan. Mendadak, jari telunjuk Izar menyeka area bawah hidung Fisika.

Di sana, ketiganya tertengun menatap ada noda koloid berwarna merah di telunjuk Izar. Lalu, mata kedua pria tersebut kembali mengarah pada hidung fisika yang sedang mengalirkan aroma besi karat.

"Lo gak papa?" tanya Sagi dengan khawatir.

"Gak papa."

Fisika buru-buru menyeka darah tersebut dengan punggung tangannya. Lalu tertawa hambar pada Sagi dan Izar silih berganti.

Gue gak mungkin bilang. Kalau gue selalu mimisan liat roti sobek punya kaum Adam, 'kan?

__/_/_/_/////_____
Tbc

Kuanta (End)Where stories live. Discover now